Breaking News

Akibat Salah Penanganan Covid-19, OTG Bak ‘Pembunuh Berdarah Dingin’

Spread the love

Oleh: Eka Sari Rahmayani

Muslimahtimes – Siapa orang yang tidak takut mendengar kata-kata pembunuh berdarah dingin? Dia adalah orang yang senantiasa mengintai dan berpeluang menghabisi korbannya secara sadis, dan tidak terduga sama sekali. Karena dalam keadaan normal, pembunuh berdarah dingin ini tidak ada tanda-tanda membahayakan bagi orang-orang di sekitarnya.
Kini di saat pandemi Covid-19 masih terus merajalela, analogi pembunuh berdarah dingin ini layak ditujukan kepada virus yang bercokol di tubuh orang-orang yang memiliki tingkat kekebalan tubuh (imunnitas) yang tinggi. Di dalam tubuh orang-orang ini virus Covid-19 sulit terdeteksi karena tidak tampak gejala-gejalanya, disebabkan daya tahan tubuh yang baik.

Orang-orang seperti ini disebut dengan Orang Tanpa Gejala (OTG).
Namun OTG telah memainkan peran penting dalam penyebaran virus Covid-19 yang mematikan ini. Penyebaran virus secara diam-diam ini membuat semuanya sulit dikendalikan. Jika OTG bersinggungan dengan orang lain, baik dengan kontak fisik maupun melalui bersin atau batuk, maka akan berpotensi menyebarkan virus yang lebih luas lagi. Dengan kata lain OTG berpotensi mematikan siapa saja yang yang berinteraksi dengannya, apabila perlindungan diri dan daya tahan tubuh lawan interaksinya lemah.

Penderita covid-19 tanpa gejala atau asimptomatik disebut berkontribusi pada cepatnya penyebaran Covid-19 di seluruh dunia. Kasus pertama penularan virus corona dari pasien asimptomatik adalah pada Februari 2020. Seorang warga Wuhan Cina berusia 20 tahun menularkan Covid-19 pada keluarganya. Namun dia tidak merasa sakit sama sekali. Di Indonesia saat ini kasus OTG mencapai 45% dari semua kasus Covid-19. Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto mengatakan 70% individu yang positif tertular Covid-19, tidak merasakan gejala gangguan kesehatan (Kompas.com, 7/4/2020).

Di Medan, kasus OTG ini juga menimpa Rektor USU Runtung Sitepu, Wakil Rektor I USU Rosmayati, serta salah seorang anggota Majelis Wali Amanah USU Darma Bakti yang dinyatakan terinfeksi virus Covid- 19 setelah diadakan pemeriksaan swab. Kepala Humas USU Elvi Sumanti membenarkan informasi ini. Ketiganya menjalani isolasi mandiri dan memang tidak mengalami gejala umum Covid-19. (CNN Indonesia, 12/7/2020).

Sementara itu Sekolah Calon Perwira TNI Angkatan Darat (Secapa AD) kota Bandung menjadi klaster baru penyebaran virus Covid-19 setelah tercatat sebanyak 1.280 orang positif Covid-19. Diantaranya 991 orang merupakan perwira siswa dan 289 orang staff/anggota dari Secapa AD beserta keluarga.
Semua masalah yang timbul, tidak terlepas dari bagaimana cara penanganan masalah tersebut. Dalam hal ini, sudah jelas pemerintah telah gagal menangani masalah Covid-19 ini karena penangananya memakai sistem Kapitalis. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa setiap kebijakan atau solusi yang diambil dari sistem Kapitalis, sudah pasti tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Karena keputusan yang diambil itu memperturutkan hawa nafsu, dihitung untung ruginya.

Sebagai bukti adalah pemberlakuan kebijakan New Normal dengan alasan menyelamatkan ekonomi. Pemerintah merasa rugi kalau terlalu lama memberlakukan lockdown dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bertujuan untuk memutus penyebaran virus. Sebab lockdown ataupun PSBB membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga perekonomian menjadi terpuruk. Kenyataannya sejak New Normal Life diberlakukan, semakin banyak pula orang yang terpapar virus corona. Khususnya kasus OTG ini menjadi kasus yang dominan dibanding dengan kasus covid lainnya
Sementara bagi pasien yang berstatus OTG, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan tidak ada indikasi untuk dirawat di rumah sakit (lagi-lagi masalah biaya). Namun wajib melaksanakan karantina mandiri secara ketat agar tidak menjadi sumber penularan bagi yang lain. (CNN Indonesia, 12/7/2020)

Padahal seharusnya kesehatan rakyat diprioritaskan. Karena kalau rakyatnya sakit, siapa yang akan menggerakkan roda perekonomian negara?
Tidak demikian halnya jika yang dipakai sistem Islam dalam menangani kasus pandemi. Islam akan menyelesaikan masalah pandemi ini secara tuntas. Sehingga wabah pandemi memang benar-benar mereda, tidak berkepanjangan. Islam sangat memanusiakan manusia. Pasien yang diduga terpapar virus diperiksa. Kemudian setelah hasilnya keluar, bagi yang sehat diperbolehkan bekerja kembali dengan mematuhi protokoler yang ada. Dan yang sakit benar-benar dikarantina dan diobati hingga sembuh. Tidak terkecuali pasien OTG. Karena OTG juga bagian dari masyarakat yang perlu diperhatikan.

Namun sayangnya solusi Islam tidak dapat diterapkan secara maksimal jika sistem yang dipakai oleh negara masih sistem Kapitalis. Sudah saatnya kita beralih ke sistem Islam dalam naungan Khilafah ‘ala minhajjinnubuwah. Wallahu a’lam bishawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published.