Ancaman Krisis Pangan Dunia, Umat Butuh Junnah Segera

  • admin
  • June 6, 2021
  • Comments Off on Ancaman Krisis Pangan Dunia, Umat Butuh Junnah Segera
Spread the love

Oleh : Asha Tridayana

 

#MuslimahTimes — Hingga kini, masalah krisis pangan masih melanda negeri-negeri di penjuru dunia. Salah satunya Suriah yang sebelum tahun 2011 mampu memproduksi cukup gandum untuk memenuhi kebutuhan konsumsi roti dalam negeri. Namun, sejak perang berkecamuk di Suriah, produksi dan persedian roti pun mulai menipis. Berdasarkan laporan Human Rights Watch, konflik bersenjata selama satu dekade telah menyebabkan kekurangan gandum yang parah di Suriah. Studi lain diterbitkan oleh Universitas Humboldt pada 2020 menyebutkan Suriah kehilangan 943 ribu hektar lahan pertanian antara tahun 2010 dan 2018 akibat konflik berkepanjangan.

Kemudian adanya depresiasi mata uang Suriah yang parah, telah mempengaruhi daya beli warga di seluruh negeri. Hal ini menyebabkan banyak warga yang beralih menjadikan roti sebagai makanan utamanya. Ditambah lagi, banyak toko roti yang ikut hancur dan tidak dapat beroperasi selama konflik. Kondisi tersebut diperparah dengan kebijakan distribusi roti yang diskriminatif, adanya pembatasan jumlah roti bersubsidi yang dapat dibeli warga. Roti pun menjadi barang yang diperebutkan di Suriah.

Hingga Februari 2021, Program Pangan Dunia, setidaknya 12,4 juta warga dari 16 juta warga Suriah mengalami kerawanan pangan. Jumlah ini bertambah 3,1 juta dari tahun lalu. World Food Programme (WFP) juga memperkirakan 46 persen keluarga di Suriah telah mengurangi jatah makanan harian mereka, dan 38 persen orang dewasa telah mengurangi konsumsi pangan mereka, agar anak-anak mereka memiliki cukup makanan (www.msn.com 30/05/21).

Selain Suriah, jutaan warga Myanmar juga menghadapi ancaman krisis pangan dan kelaparan ekstrem yang disampaikan oleh Program Pangan Dunia (WFP). Disamping itu, Ekonomi dan sistem perbankan nasional Myanmar telah lumpuh sejak perebutan kekuasaan militer pada Februari lalu. Hal ini menyebabkan hilangnya mata pencaharian akibat pemogokan dan penutupan pabrik. Warga Myanmar mengalami berbagai kesulitan termasuk dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Keselamatan pun terancam karena tindakan kekerasan tanpa pandang bulu dan brutal oleh pasukan keamanan yang telah menewaskan lebih dari 800 warga sipil. WFP memperkirakan dalam 6 bulan ke depan, sebanyak 3,4 juta lebih orang akan kelaparan di Myanmar dan siap untuk melipatgandakan bantuan makanan daruratnya (lenterasultra.com 29/05/21).

Masalah krisis pangan seakan tidak ada habisnya. Persoalan yang terus berulang karena solusi yang ditawarkan tidak memberikan jalan keluar, malah memperburuk keadaan dan muncul berbagai persoalan baru. Akibat penerapan sistem yang rusak menjadikan persoalan yang ada justru semakin parah. Tidak lain adanya sistem kapitalisme yang diadopsi saat ini menjadi biang permasalahan. Sistem kapitalisme yang hanya mencari manfaat dan keuntungan tanpa peduli dampak yang ditimbulkan. Termasuk rusaknya alam dan bermacam kekayaan negeri dieksplotasi tanpa henti. Sekalipun penduduk negeri kesulitan terdampak ulah para kapitalis yang menyengsarakan. Kerusakan demi kerusakan dihasilkan hingga krisis pangan pun mengancam nyawa penduduk berbagai negeri.

Namun, krisis pangan yang terjadi tidak mampu merubah keinginan para kapitalis yang tetap berorientasi pada keuntungan yang didapatkan. Mereka hanya menawarkan solusi parsial yang tentunya tidak memberikan penyelesaian tuntas. Melalui bantuan sosial, para kapitalis seakan peduli dengan kesulitan yang dialami masyarakat. Padahal bantuan yang diberikan tidak ada artinya dibandingkan kekayaan alam yang telah dieksploitasi sesuka hati. Karena semestinya sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh masyarakat untuk kemaslahatannya. Tanpa khawatir kekurangan apalagi mengalami krisis pangan.

Tentu hal ini menyebabkan kesenjangan semakin nyata terjadi. Terbukti hampir semilyar penduduk dunia kekurangan pangan sementara segelintir negara kapitalis berkelebihan pangan. Ratusan juta masyarakat tidak mampu makan dengan layak bahkan terpaksa menahan lapar karena tidak adanya bahan pangan. Hingga bertaruh nyawa demi memenuhi kebutuhan perut. Keselamatan masyarakat menjadi tidak berharga, bukan lagi prioritas yang seharusnya diperjuangkan oleh negara. Karena keberadaan negara tidak ubahnya dengan fasilitator para kapitalis. Bukan bertanggung jawab dan menjamin kesejahteraan kehidupan masyarakat. Tidak ada perlindungan dari negara yang mampu menyelesaikan masalah krisis pangan.

Kondisi ini semakin buruk bagi umat Islam yang berada di wilayah konflik. Disamping krisis pangan, keselamatan penduduk negeri pun terancam. Setiap saat bertaruh nyawa antara kelaparan ataupun terbunuh tentara musuh. Sungguh memilukan, kesengsaraan yang dialami umat Islam di penjuru negeri. Tanpa pelindung, seakan tidak ada harapan untuk kembali merasa aman dan sejahtera. Karena negara yang semestinya bertanggung jawab justru berdiam diri. Terlebih negara lain di luar konflik seolah menutup mata tidak peduli padahal mereka sangat membutuhkan pertolongan dan perlindungan.

Berbagai kondisi tersebut hanya mampu terselesaikan jika Islam kembali diterapkan. Sistem sempurna yang akan membawa seluruh umat pada kebaikan. Islam memiliki seperangkat aturan dalam menjalani setiap aspek kehidupan. Tidak terkecuali masalah krisis pangan yang akan tuntas ketika sistem ekonomi Islam menjadi pedoman. Sumber pemasukan dan pengeluaran negara diatur sedemikian rupa. Tanpa mendzalimi rakyat karena yang menjadi hak rakyat tetap dapat dinikmati. Negara hanya berperan sebagai pengelola sumber daya alam dan pengatur pendistribusiannya sehingga tidak ada satupun rakyat yang kesulitan mencukupi kebutuhan hidup.

Apalagi penduduk di wilayah konflik tentu tidak akan terjadi. Karena dalam sistem Islam, nyawa rakyat menjadi prioritas berbagai upaya akan dilakukan demi menjaganya. Maka negara benar-benar menjadi junnah bagi seluruh umat. Bertanggung jawab dan menjamin keselamatan hingga pemenuhan pangan seluruh penduduk negeri. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya” (HR Bukhari dan Muslim).

Wallahu’alam bishowab.