Breaking News

Antara Indonesia, Cina Dan Amerika

Spread the love

 

Oleh. Mela Ummu Nazry

(Pemerhati Generasi)

Muslimahtimes.com – Presiden AS, Joe Biden pada Jumat (12/3) mengadakan pertemuan empat arah pertama dengan para pemimpin Australia, India, dan Jepang. Pertemuan ini untuk meningkatkan upaya memperkuat aliansi karena kekhawatiran atas kebangkitan Cina. Dalam kesibukan diplomasi, Jepang mengumumkan bahwa Perdana Menterinya, Yoshihide Suga akan menjadi pemimpin asing pertama yang bertemu dengan Joe Biden secara langsung, sebuah tanda keunggulan pemimpin baru AS yang melekat pada sekutu, seperti mengutip laman Channel News Asia, Jumat (12/3/2021). (Liputan6.com, Maret 2021).

Kembali Amerika menunjukkan kedigdayaannya dalam mengatur pola hubungan luar negerinya dengan negara-negara sekutunya, sebuah pola strategi politik kawasan di wilayah Indo-pasifik dengan tujuan untuk membendung kebangkitan Cina, yang saat ini mulai unjuk gigi memperlihatkan pengaruh ekonominya yang luar biasa di kawasan Asia Pasifik.

Penguasaan pasar yang luar biasa yang akan memberikan keuntungan ekonomi negaranya dan akan berpengaruh secara signifikan bagi kebangkitan ekonomi negaranya. Hal yang sangat tidak disukai oleh Amerika. Mengingat Cina adalah salah satu negara pesaing terberat Amerika dalam hal penguasaan pasar perdagangan ekonomi dunia.
Wajarlah jika presiden Joe Biden dengan sigap merespon kebangkitan ekonomi Cina dengan melakukan kunjungan diplomatik ke negara-negara sekutunya di kawasan Indo-Pasifik, antara lain Jepang, Australia dan India.

Sedangkan Indonesia, tidak masuk dalam daftar kunjungan Joe Biden dalam upaya memperkuat aliansi di antara negara- negara sekutu Amerika dalam upaya membendung kebangkitan Cina. Hal itu menunjukkan posisi Indonesia yang kurang memiliki harga tawar yang strategis di hadapaan Amerika. Bisa jadi hal ini menunjukkan tingkat diplomasi Indonesia yang kurang matang atau mungkin setengah matang.
Sangatlah wajar, sebab Indonesia dengan mayoritas penduduk muslimnya, masih menampakkan keislamannya, walaupun setengah hati. Sebab pada fakta perjalanan pengaturan kehidupan publiknya, Indonesia saat ini berkiblat pada Amerika, mengambil sekuler kapitalisme sebagai landasan pembuatan setiap kebijakan publiknya.

Alhasil Indonesia walaupun mayoritas muslim namun tak nampak kemuslimannya di kancah percaturan politik dunia. Walhasil Indonesia akan senantiasa dianggap sebagai negara pembebek yang siap membebek pada tuannya, yaitu Amerika, sebagai negara kampium demokrasi penganut sistem sekuler kapitalis liberalistik.
Sehingga negara-negara besar memandang tidaklah perlu terlalu royal untuk membangun hubungan diplomatik dengan Indonesia. Sebab secara dasar Indonesia sudah menyerahkan dirinya kepada Amerika dengan indikasi mengambil banyak kebijakan publik yang diterapkan, yang selaras dan sejalan dengan paham yang dianut oleh Amerika, yaitu sekuler kapitalis liberalistik. Sebagai contoh banyaknya aset publik yang mengalami proses privatisasi atas nama investasi.

Karenanya Indonesia akan terus dipandang sebelah mata oleh negara lain. Sebab tidak memiliki jati diri sempurna, yaitu tidak menampakan identitasnya sebagai negeri dengan mayoritas penduduknya muslim, atau dengan kata lain tidak mengambil Islam sebagai mabda atau ideologi yang patut dijalankannya. Sehingga kerap kali terjadi kerancuan dalam mengurusi urusan publik, termasuk hubungan politik luar negeri dengan negara lain.

Karenanya, ketidakjelasan identitas kemuslimannnya ini akan berpengaruh buruk pada performanya di hadapaan negara lain dalam hubungan politik luar negerinya. Indonesia akan selalu menjadi negara pasar dunia, konsumen terbesar sejagat, walaupun mayoritas penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan.
Maka menjadi hal yang sangat merugikan manakala Indonesia dengan mayoritas penduduk muslimnya hidup di bawah bayang-bayang sekuleris-kapitalis-liberalisme, sebab sebetulnya tidak sesuai dengan kepribadiannya sebagai negeri muslim terbesar di dunia.

Karena itu, menjadi sebuah keharusan untuk segera meninggalkan bayang-bayang sekuler-kapitalis-liberalisme, sebab hanya menjadikan Indonesia sebagai negara kerdil yang dipandang sebelah mata oleh negara-negara besar, dan hanya dijadikan sebagai negara obyek penderita yang hanya boleh menerima produk luar (impor), tapi tak boleh melakukan ekspor, dengan dalih kualitas produk Indonesia yang selalu berada di bawah standar internasional. Sehingga jadilah Indonesia sebagai negara konsumen yang dikeruk habis kekayaannya.

Alhasil, menjadi sebuah keharusan, agar Indonesia kembali pada identitasnya sebagai, negeri mayoritas muslim, dengan mau menerapkan hukum syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah. Sebab hanya Khilafah saja yang memiliki seperangkat aturan yang mumpuni yang akan bisa mengantarkan Indonesia menjadi negara penuh dengan harga diri dan kepercayaan diri yang akan disegani dunia. Terlebih lagi, Khilafah akan mengantarkan Indonesia pada sebaik-baiknya negeri, baldatun toyyibatun wa rabbun ghaffur dan menjadi rahmatan lil alamin bagi seluruh dunia. Tak hanya itu, bisa juga mengantarkan kebaikan dan keberkahan hidup bagi seluruh umat manusia di seluruh penjuru dunia. Sebab aliansi yang akan dibangun oleh Khilafah adalah aliansi dalam menyebarkan kebaikan bagi seluruh alam, bukan aliansi untuk menghancurkan sebuah negeri demi persaingan dagang dan ekonomi.
Wallahualam.