Oleh. Yulida Hasanah
(Aktivis Muslimah Brebes)
Muslimahtimes.com–Beberapa bulan terakhir, Indonesia kembali dihadapkan dengan melonjaknya problem Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini terjadi karena tutupnya pabrik-pabrik dalam negeri yang menjadi akibat dari melemahnya daya beli masyarakat. Bahkan menurut data terbaru Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terjadi lonjakan sebesar 23,72 % pada angka tenaga kerja yang diPHK, yakni tercatat bulan Agustus 2023 sebesar 37.375 meningkat menjadi 46.240 pada periode Agustus 2024. Sedangkan salah satu penyumbang jumlah tenaga kerja ter-PHK adalah berasal dari pabrik tekstil dalam negeri. (cnbcindonesia/22-9-2024)
Melonjaknya jumlah PHK di negeri ini tentu saja telah menyisakan dampak menyedihkan bagi pekerja. Fakta tersebut otomatis akan semakin menambah jumlah pengangguran di negeri ini. ketika jumlah pengangguran makin tinggi, pasti terbayang akan kondisi rakyat dalam membiayai butuhan hidup keseharian mereka. Dan hal ini tentu saja menjadi persoalan pemerintah yang di tangannya ada tanggung jawab dalam menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Maka, wajar jika beberapa lembaga riset independen seperti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah cepat dan tepat dalam mengatasi lonjakan PHK dalam negeri. Indef juga berharap agar pemerintah untuk fokus pada upaya menjaga daya beli masyarakat. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan transformasi ekonomi jangka panjang. Sebab jumlah pengangguran dalam negeri memang telah tinggi sebelum terjadinya lonjakan PHK beberap bulan terakhir, yakni sekitar 7,2 juta orang. (m.antaranews.com/27-8-2024)
Atasi Pengangguran Tidak Menyentuh Akar Permasalahan
Di tengah tingginya pengangguran dan ditambah dengan terjadinya lonjakan PHK di dalam negeri menjadi masalah klasik yang masih terus ada di Indonesia. Meski negeri ini telah memiliki banyak program mengatasi tingginya pengangguran, namun belum mampu menjadi alternatif yang benar-benar efektif menekan, mengurangi dan menyelesaikan problem ini. Misalnya program vokasi berbasis tenaga kerja dengan jumlah besar, yakni 60% tenaga kerja diambil dari Tenaga Kerja Indonesia. Termasuk program vokasi untuk industri dengan asosiasi kuat dan skema vokasional yang telah berjalan. Dan program pengembangan wirausaha untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Bisa kita lihat perjalanannya sejak tahun 2017, program pendidikan vokasi industri justru dihadapkan dengan undang-undang yang tidak pro rakyat alias pro pengusaha. UU Omnibuslaw Cipta Kerja menjadi sejarah yang tak terbantahkan. Di mana perusahaan makin mudah melakukan PHK sepihak, sementara peran negara dalam mengawasi praktik PHK sepihak malah diminimalisir. Selain adanya keleluasaan perusahaan mempekerjakan karyawan dengan batas waktu yang diinginkan sepihak/perusahaan. Ini hanya sebagian kecil kezaliman pemerintah yang justru lebih tunduk pada aturan pengusaha/pemodal dibanding berkomitmen untuk menciptakan kesejahteraan terhadap rakyatnya.
Masih banyak lagi problem yang sejenis, yang makin menampakkan bahwa pemerintah hanya membuat program demi kesenangan sesaat rakyat. Padahal di balik itu, rakyat telah bersiap menjadi korban regulasi dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang sarat akan kezaliman. Memilih tunduk para korporasi daripada harus berkorban mengeluarkan dana untuk rakyatnya, karena hal itu akan membuat pemerintah merugi. Lagi-lagi ‘untung –rugi’ menjadi standar pemerintah dalam menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Jelas saja, program mengatasi masalah pengangguran tak kan pernah tercapai selama ‘mindset’ pemerintah masih begini. Inilah gambaran nyata apabila negara masih berada dalam penguasaan sistem kapitalisme sekuler. Tidak bisa membedakan mana tanggung jawab dan mana kelalaian atau kezaliman.
Pemerintah adalah Penanggungjawab bagi Rakyatnya
Telah begitu jelas sabda Nabi saw, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
Dari hadis ini jelas bahwa Islam memosisikan pemimpin dalam hal ini pemerintah sebagai penanggungjawab bagi rakyatnya. Sengsaranya rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Termasuk problem penggangguran yang menjadi sebab kesengsaraan rakyat jelas adalah tanggung jawab yang takkan gugur hingga pemerintah benar-benar mengambil solusi yang mampu mengatasinya hingga ke akarnya.
Sebagai agama sekaligus aturan hidup yang sempurna, Islam telah hadir menawarkan dan memberikan solusi atasi masalah pengangguran. Di mana Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Maka, negara wajib berada di garda terdepan untuk membuka lapangan pekerjaan terutama bagi para ayah/wali yang memiliki amanah dari Allah untuk menanggung nafkah keluarganya.
Untuk itu, pemerintah wajib memberikan edukasi dan motivasi agar para ayah/wali maximal dalam memenuhi kewajiban atas nafkah tersebut. Karena, pemerintah akan dimintai pertanggungjawaban atas pemenuhan kewajiban para ayah yang berada dalam naungan kepemimpinannya.
Selain itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk menerapkan berbagai kebijakan dan aturan Islam lainnya yang akan menjadi jaminan bagi tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap rakyatnya. Selain itu, negara dalam Islam tidak akan pernah memberi kesempatan pada pihak korporasi untuk memegang ekonomi strategis milik rakyat. Karena pengelolaan ekonomi yang pro korporasi adalah salah satu muara dari buruknya tingkat ekonomi rakyat.
Oleh karena itu, penerapan sistem Islam dan sebuah pemerintahan yang berasaskan Islam menjadi sebuah kebutuhan yang harus segera terwujud hari ini. Sebab, hanya Islamlah satu-satunya solusi yang mampu menghadirkan pemerintahan yang bertanggungjawab atasi problem tingginya pengangguran. Wallaahua’lam