Breaking News

Batasi Harta Hidup Bahagia

Spread the love

 

Oleh. Kholda Najiyah

(Founder Salehah Institute dan Komunitas Istri Strong) 

MuslimahTimes.com – Miskin itu bukan karena kurangnya harta, tetapi karena ingin memiliki harta lebih banyak lagi. Sebuah ungkapan yang benar sekali adanya. Banyak orang di dunia ini menjadikan banyaknya kepemilikan barang sebagai standar kebahagiaan. Makin banyak, makin mewah, makin mahal, maka dianggap makin bahagia.

Tak ayal, manusia berlomba-lomba dengan rakus untuk menguasai harta. Sudah punya uang puluhan juta, masih ingin miliaran. Yang miliaran, ingin triliunan. Yang punya rumah 1 M, ingin rumah seharga 30 M. Yang punya mobil 500 juta, ingin yang 3 M. Begitu seterusnya, sehingga manusia dirangsang agar kaya dan kaya. Itulah sebabnya mereka mengejar-ngejar kekayaan dengan berbagai cara. Jika sudah tercapai, dipamerkanlah pencapaiannya dengan bangga.

Betul, kekayaan adalah salah satu sumber kebahagiaan. Bohong jika kita tidak butuh kekayaan. Namun, kekayaan yang cukup dan berkah adalah utama. Tidak perlu terlampau berlebihan atau berwewah-mewahan. Sewajarnya, sesuai fungsinya saja. Sebab, ketenangan dan kebahagiaan itu terletak pada kecukupan.

Menyederhanakan hidup bukan berarti menampilkan kelusuhan dan kefaqiran, tetapi membatasi diri dengan semakin sedikitnya kepemilikan. Misal, punya mobil bagus, boleh-boleh saja, asal cukup satu dan dipakai secara kontinyu. Bukan sengaja mengoleksi mobil hingga berbilang.

Nah, bagaimana agar kita mampu mengerem hasrat untuk memiliki barang-barang yang sebetulnya tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan kita, meski kita tak memilikinya? Ada beberapa mindset berikut yang bisa ditanamkan:

1. Terapkan Gaya Hidup Minimalis

Pernahkah kita hendak bepergian jauh dalam jangka waktu lama, lalu kita cemas meninggalkan rumah beserta isinya? Mungkin ada barang elektronik mahal di sana, perhiasan atau uang tunai yang tersimpan. Juga, barang-barang kenangan yang kita cintai. Kita pergi dengan perasaan cemas dan was-was, kalau-kalau nanti terjadi apa-apa dengan rumah dan isinya.

Itu adalah salah satu bukti bahwa harta justru membebani kita. Menjadi jangkar yang menghalangi kaki kita untuk melangkah jauh. Mau pergi dakwah, segan meninggalkan rumah. Mau merantau mencari ilmu, sayang meninggalkan rumah. Maka, jika semakin sedikit harta yang kita tinggalkan, niscaya semakin ringan kaki kita melangkah ke manapun di bumi Allah.

2. Batasi Kepemilikan Harta

Hidup ini butuh sarana dan prasarana untuk memperlancar aktivitas. Namun, bisa dibatasi jumlahnya sesuai dengan fungsinya. Jangan memiliki terlalu banyak barang di rumah, sehingga melenakan waktu untuk mengurus dan memikirkannya. Coba perhatikan, berapa banyak barang di rumah yang tidak pernah tersentuh, tidak pernah dipakai, minimal setahun lamanya? Hm, ternyata banyak.

Karena itu, batasi jumlah barang yang boleh ada di dalam rumah. Misal: baju berapa lembar, piring berapa buah, sepatu, tas, bahkan buku. Kurangi jumlah barang yang membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra, sehingga melelahkan dan menghabiskan usia kita untuk membenahinya terus menerus.

Tak perlu pula menginginkan barang-barang publik menjadi barang privat. Sebab, fungsi barang itu memang untuk publik. Artinya, bisa berfungsi lebih baik dan membahagiakan jika dimanfaatkan beramai-ramai. Tidak sendirian. Misal, tidak perlu punya pesawat pribadi, mal pribadi, kolam renang pribadi, alat fitness pribadi, lapangan futsal pribadi dan sejenisnya. Percayalah, barang-barang seperti hanya akan dipakai insidental, tidak tiap hari. Cukup manfaatkan fasilitas publik.

3. Jadilah Orang yang Pemurah

Memiliki harta kekayaan yang berlimpah adalah ujian. Apakah kita akan sombong atau bersyukur dengan cara memanfaatkannya untuk kebaikan. Ketika rezeki berlimpah, jangan egois memikirkan diri sendiri. Misal mengguyur tubuh dengan barang-barang branded yang harganya tidak masuk akal. Agama kita mengajarkan untuk menjadi pribadi yang dermawan. Mudah melepaskan harta, apalagi jika untuk kepentingan mereka yang membutuhkan.

Kebiasaan konsumtif masyarakat modern yang menghambur-hamburkan uang, bukanlah perilaku yang patut ditiru. Tinggalkan dan beralih dengan menyalurkan harta untuk yang lebih membutuhkan. Kepuasan menggunakan barang mewah hanya akan hadir sesaat. Sedangkan kebahagiaan hakiki orang beriman bukan pada saat memiliki, tetapi justru terletak pada saat berbagi.

4. Jangan Cemas Finansial

Jangan membandingkan pencapaian finansial kita dengan pihak lain. Tidak usah terangsang melihat kesejahteraan orang lain. Cukup menjadi motivasi bahwa kesejahteraan setiap orang itu berbeda. Semua butuh proses. Mereka yang sudah tampak sejahtera, memperjuangkannya sejak lama. Maka, tetap bersyukur meski rumah masih ngontrak, misalnya. Tidak usah stres memikirkan kapan punya rumah sendiri.

Demikianlah, semoga kita bisa lebih bersyukur dan bahagia dengan kehidupan yang sedang kita jalani saat ini.(*)