Breaking News

Belajar dari Idul Adha untuk Atasi Masalah Pandemi

Spread the love

Oleh: Monicha Octaviani

 

#MuslimahTimes — Hari Raya Idul Adha 1441 H akan segera dirayakan umat muslim di dunia. Sayangnya perayaan ini ada di tengah-tengah krisis masa pandemi. Bagaikan efek domino, pandemi Covid-19 melahirkan krisis multisektor. Sektor kesehatan membutuhkan fasilitas kesehatan yang lebih banyak dan memadai, vaksin yang ampuh sesegera mungkin, dan lain-lain. Sektor ekonomi mandek dan bersambut gayung dengan resesi. Sisi produksi gulung tikar, angka pengangguran dan kemiskinan pun melonjak drastis. Sektor sosial pun kena imbas pula. Pendidikan generasi terancam jika tidak ada gawai dan kuota yang mumpuni. Ketahanan keluarga ambyar dengan bumbu perceraian, kekerasan, dan sebagainya. Kerusakan generasi pun semakin menjadi-jadi.

Namun sayangnya, langkah yang diambil untuk menangani berbagai krisis ini tidak mampu menjadi solusi. Sebab khawatir ekonomi akan krisis jika diterapkan lockdown atau karantina wilayah, maka PSBB yang dilakukan. PSBB sudah dilaksanakan tapi jumlah kasus positif tetap membumbung tinggi. Argumen yang disampaikan konon masyarakat tidak patuh karena harus keluar rumah untuk bisa makan. Ditambah perekonomian yang mulai ndelosor, PSBB dilonggarkan hingga akhirnya herd immunity yang dilakukan secara halus melalui New Normal diterapkan pemerintah. Hasilnya pasien Covid-19 membludak namun ekonomi terancam akan tetap sulit karena dunia sudah mulai masuk resesi yang gejalanya nampak bahkan sebelum virus ini menginvasi. Pada krisis di sektor sosial bahkan tidak ada solusi dari pemerintah. Kebijakan New Normal diambil dengan niat mengatasi krisis multisektor ini. Tapi bukannya mengurangi masalah, malah memunculkan berbagai klaster baru yang justru menambah rangkaian masalah lain.

Sebenarnya jika diamati, carut marut krisis ini berakar dari model kehidupan sekuler dalam sistem kapitalime-demokrasi yang kita jalani sekarang. Sikap menunda-nunda karantina wilayah di awal pandemi karena mementingkan ekonomi di atas nyawa manusia adalah ciri khas kapitalisme-demokrasi. Cara berpikir lebih baik herd immunity daripada ekonomi lumpuh juga sifat dasar sistem ini. Kesan pemerintah lepas tangan dan membiarkan individu rakyatnya berjuang sendiri pada seluruh kebiijakan pun adalah perangai asli kapitalisme-demokrasi. Bahkan resesi atau krisis ekonomi yang menghantui adalah siklus alami sepuluh tahunan yang pasti terjadi pada perekonomian kapitalisme. Sistem yang satu ini memang sudah punya track-record problematis dari sananya. Gagal mengatasi masalah hidup manusia. Solusi yang ditawarkan selalu bentuk tambal sulam. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan ini menjauhkan manusia dari Penciptanya. Menjadikan insan lemah sebagai pengatur kehidupan sesuai dengan nafsu masing-masing. Hasilnya adalah kegagalan seperti yang kini kita alami.

Krisis multisektor di masa pandemi ini harusnya mengingatkan kita pada jati diri. Bahwa manusia adalah hamba yang fitrahnya selalu butuh ditolong dan diatur Allah SWT agar kehidupannya tidak berantakan. Rumitnya permasalahan akibat pandemi ini semestinya jadi penyadar betapa jauh hidup kita dari syariat Islam yang Allah beri. Padahal Islam terbukti mampu melewati pandemi dengan cara yang jauh lebih baik dan manusiawi yang tercatat di banyak sumber literasi. Adalah kebutuhan mendesak bagi umat untuk segera kembali ke sistem Ilahi Rabbi. Menerapkan syariat Islam di seluruh ranah kehidupan sebagai solusi.

Dalam mewujudkan penerapan Islam yang komprehensif, kita bisa belajar dari Idul Adha dan Nabi Ibrahim serta Isma’il a.s. Kisah ketaatan sempurna dan kerelaan berkorban keduanya tergambar saat sang ayah disuruh Allah menyembelih anaknya tersayang dan diamini si anak demi mendapat ridha Sang Rabbi. Hikmah yang bisa diambil adalah butuh ketaatan sempurna untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah. Taat hanya pada Sang Pengatur, Allah SWT, bukan pada makhluk maupun hawa nafsu. Juga tekad kuat untuk berkorban segala daya dan upaya dalam menegakkan syariat Allah dalam kehidupan. Ikhlas mengorbankan segala orientasi materialistik demi mendapat ridha Sang Ilahi. Meninggalkan kapitalisme-demokrasi yang menyengsarakan apalagi saat pandemi. Menginstal kembali Islam dalam kehidupan agar rahmat dirasakan seluruh penduduk bumi.

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 96)

Wallahu’alam.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.