Breaking News

Benarkah Indramayu dalam Cengkeraman Radikalisme?

Spread the love

Oleh: Casirih S. Pd

Anggota Forum Muslimah Peduli Umat

Muslimahtimes– Masyarakat Indramayu dikejutkan dengan penangkapan dua orang terduga terlibat jaringan teroris di Tukdana (28/9). Tidak lama berselang, Densus 88 kembali mengamankan terduga teroris di Lemah Mekar (13/10). Penangkapan kedua ini, berkelindan dengan aktor penusukan Wiranto yang terjadi di Pandeglang, Banten. Dari hasil penggeledahan, petugas menemukan senjata tajam berupa pisau, senjata mainan, gotri, jaket ISIS, pakaian dan bubuk kimia, serta sejumlah CD. (sindonews.com)

Kegaduhan isu terorisme di Indramayu bukan hanya terjadi tahun ini. Pada 2018, tim Densus 88 melakukan pengamanan terhadap suami istri yang diduga melakukan tindakan terorisme. Hal ini seakan kian menguatkan sinyal radikalisme di kota mangga. Bahkan ibarat bola salju yang semakin membesar.

Pemerintah Daerah Indramayu dengan sigap mengambil langkah untuk meredamnya. Dilansir dari web resmi Pemerintah Kabupaten Indramayu, tepatnya pada tahun 2017, salah satu kebijakan yang diambil adalah dengan menggandeng organisasi Masyarakat (ormas) Islam terbesar untuk bersama-sama mengedepankan prinsip-prinsip toleransi dan kesimbangan antara semangat dan kemampuan.

Langkah di atas seolah menegaskan bahwa radikalisme menjadi salah satu isu penting yang harus ditanggulangi oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu. Lantas, apa yang melatarbelakangi berkembangnya isu ini dan seberapa jauh tanggapan masyarakat terhadap isu panas tersebut?

Pada dasarnya isu radikalisme ini hanya bergaung kencang di kalangan tertentu, namun akhirnya ditransfer menjadi isu lokal dan merambah ke daerah, salah satunya adalah Indramayu. Beberapa kasus yang diungkap di awal, menciptakan wacana bahwa Indramayu turut terpapar radikalisme.

Jika membedah dari aspek sosial, kultur masyarakat Indramayu sendiri tidak begitu beragam dan cenderung homogen. Kental dengan tradisi lokal, sehingga tidak begitu menyoroti perihal radikalisme. Isu yang masih mendominasi masih berbicara terkait isu sosial, seperti human trafficking (penjualan manusia) atau berputar pada masalah ekonomi.

Selain itu kesadaran politik belum begitu berkembang di Indramayu. Terbukti dengan adanya dominasi kelompok tertentu. Arah pandang politik masih disetir, dan sarat dengan kepentingan politik kelompok mayoritas yang bersifat temporer. Menguat pada saat pemilihan umum. Selepas itu kembali statis.

Walaupun demikian, isu radikalisme tidak juga lantas dipandang sebelah mata, sebab masyarakat Indramayu belum memiliki pemahaman yang mendalam mengenai isu ini. Akibatnya bisa salah persepsi, apalagi selama ini radikalisme selalu dikaitkan dengan Islam ideologis.

Islam ideologis dianggap bertentangan dengan kultur kemasyarakatan sehingga sangat mudah dibiaskan oleh pihak yang memiliki kepentingan. Secara mentah, membenturkan pemahaman Islam Kaffah (sempurna) dengan tradisi masyarakat. Sehingga masyarakat akan beranggapan bahwa radikalisme merupakan upaya seseorang yang melakukan penentangan terhadap tradisi dan budaya masyarakat lokal.

Secara historis, isu radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke 19. Istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan sikap gereja terjadap ilmu pengetahuan dan filsafat modern. Namun istilah tersebut mengalami pergeseran makna sehingga mengarah pada konotasi negatif, terutama bila disandingkan dengan label Islam.

Islam radikal menjadi kosakata baru, dan menjelma menjadi kata-kata politik (political words), cenderung bias dari makna sebenarnya. Melalui berbagai upaya penyesatan opini, istilah ini menjadi identik dengan makna negatif, dan beririsan dengan kekerasan. Padahal radikal dalam makna luas lebih mengacu pada hal-hal mendasar, pokok dan esensial.

Selanjutnya, istilah Islam radikal menjelma menjadi alat propaganda yang digunakan untuk melabeli kelompok atau negara yang berseberangan dengan kepentingan Barat dan rezim pendukungnya. Julukan ini disematkan kepada pihak yang menentang ideologi Barat dan berkehendak mengeliminasi hegemoni Yahudi dan negara Barat. Sekaligus digunakan sebagai senjata untuk mengkriminalisasi ajaran Islam seperti, cadar, jilbab, jenggot, celana di atas mata kaki, Khilafah dan jihad.

Permainan isu radikalisme ini akan terus dipelihara dan diviralkan oleh pihak yang memiliki kepentingan. Setidaknya ada tiga target utama dari proyek radikalisasi ini, diantaranya: Pertama, monsterisasi ajaran Islam. Upaya untuk membelokkan pemahaman Islam kaffah, sehingga umat terus terkukung pada mindset sekular. Agar tidak tercetuskan keinginan serta kerinduan untuk hidup dalam naungan Islam.

Kedua, menjauhkan umat dari syariat dan pemikiran Islam. Kekuatan Islam terletak pada pemikirannya (tsaqofah Islam). Kekuatan ini menjadi momok menakutkan yang akan mampu menumbangkan hegemoni Barat atas negeri-negeri Muslim. Dan membuat peradaban Islam kembali bangkit.

Ketiga, penyesatan politik. Persoalan yang tidak kunjung habis di negeri ini seolah menjadi aib yang harus ditutupi. Strateginya adalah dengan mengalihkan isu utama kepada isu lain. Biang kerok carut marutnya bangsa adalah akibat dari penerapan sistem kapitalis liberal yang berujung pada kebobrokan ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, sampai kerusakan generasi.

Isu radikalisme bukan isu yang bergulir secara alami. Isu ini hanya rekayasa yang mengarah pada satu sasaran, yaitu Islam. Oleh sebab itu, dibutuhkan langkah untuk menggagalkan makar tersebut, membebaskan tanah tercinta dari racun yang mematikan. Pertama, penanaman kesadaran politik. Dengannya, umat akan mampu melihat lebih jeli, siapa yang bermain dengan isu berkembang akhir-akhir ini. Kedua, membudayakan dakwah Islam dan membina umat dengan pemikiran Islam agar tergambar secara utuh wajah elok Islam dan konsep politiknya.

Apabila digunakan makna sebenarnya, maka Islam radikal berarti kembali kepada Islam secara mendasar, yakni akidahnya. Jadi sebenarnya, Islam radikal yang diinterpretasikan Barat saat ini dengan konotasi negatif, sungguh tak memiliki fakta. Di sisi lain, kembali kepada akidah mendasar yang shahih (benar), justru sejalan dengan Islam itu sendiri.

Jelaslah bahwa radikalisme hanyalah alat propaganda untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya, termasuk mengkampanyekan Islamofobia, dan menghalangi tegaknya Islam. Wilayah Muslim, termasuk Indramayu di dalamnya, akan bebas dari ketakutan dan menuai keberkahan hanya dengan kembali kepada kepada jalan Allah, yakni ketaatan kepada hukum-hukumNya. Indramayu remaja (relijius, maju dan sejahtera) akan terwujud sempurna, bukan jargon semata.

Wallahu a’lam bish-shawab.
*

Leave a Reply

Your email address will not be published.