Breaking News

BPJS Kesehatan Hapus Kelas, Naikan Standar Layanan atau Iuran?

Spread the love

 

Oleh. Norainah

MuslimahTimes.com – Rencana Pemerintah ingin menghapus iuran BPJS Kesehatan kelas 1 hingga 3 dan akan disesuaikan dengan besaran gaji peserta. Standar layanan yang akan diberikan kepada semua peserta BPJS akan sama. Hal ini banyak menuai kritikan di kalangan masyarakat, dimana pelayanan yang selama ini didapat tidak sesuai dengan besaran iuran yang telah dibayarkan, baik itu kelas 1 sampai kelas 3.

Masyarakat tentu menginginkan pembenahan terhadap pelayanan kesehatan, maka seharusnya diselesaikan apa-apa yang selama ini dianggap tidak layak dan memuaskan. Namun, kini kekhawatiran masyarakat pun muncul dengan kebijakan baru yang dicanangkan yaitu pengahapusan iuran kelas BPJS di tengah ketidakpercayaan terhada pelayanan kesehatan yang sesuai harapan.

Selama ini besaran iuran BPJS ditetapkan berdasarkan 3 kelas dimana untuk kelas 3 sebesar Rp42.000 dan diberikan subsidi Rp7.000 per anggota sehingga SPBU kelas 3 harus membayar Rp35.000. kemudian untuk kelas 2 dikenakan tarif Rp100.000 dan kelas 1 sebesar Rp150.000 (okezone.com, 20 Juni 2022).

Kebijakan pemerintah dalam menerapkan kelas standar atau tunggal BPJS kesehatan bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat, dengan maksud semua anggota BPJS berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama baik medis atapun nonmedis. Seperti yang dikatakan oleh anggota DJSN Iene Muliati.

Menteri Kesehatan (MenKes) menyebutkan alasan dihapuskannya iuran kelas BPJS ini menjadi kelas standar adalah untuk menjaga arus kas dana jaminan sosial BPJS kesehatan agar tetap positif. Serta supaya layanan BPJS Kesehatan dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas. Kelas standar ini diterapkan dengan meninjau jenis layanan yang selama ini diberikan, kemudian akan dikendalikan atau dikurangi untuk biaya layanan dengan potensi biaya yang terlalu mahal bagi pasien yang dilakukan oleh pemerintah bersama BPJS.

Kapitalisme Berkuasa di Atas Kebijakan

Dalam kapitalisme, korporat atau pengusaha adalah pengatur kebijakan dalam sebuah negara. Merekalah yang mengendalikan segala hal dalam pemerintahan suatu negara. Semua fasilitas umum untuk melayani kebutuhan masyarakat dijadikan ladang bisnis, melalui aturan dan kebijakan pemerintah demi kepentingan bisnis yang menguntungkan. Sama halnya dengan kesehatan, tidak lagi memikirkan bagaimana semua rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada semua golongan tetapi yang bayarlah yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketika pelayanan kesehatan yang diberikan tidak menguntungkan, maka tidak sulit mereka mengubah kebijakan tersebut sebagaimana yang sering terjadi. Iuran BPJS sering sekali mengalami kenaikan bahkan pelayanan yang didapat banyak sekali mendapatkan keluhahan dari pasien.

Pada awalnya BPJS dipromosikan sebagai pahlawan publik untuk melayani masyarakat dengan mudah dan berkeadilan. BPJS akan menjamin pelayanan kesehatan kepada semua masyarakat baik kalangan atas sampai kalangan masyarakat bawah dengan dasar pasal 7 Undang-Undangn Nomor 24 Tahun 2011. Pada faktanya BPJS bukanlah jaminan kesehatan nasional akan tetapi asuransi kesehatan nasional yang dikendalikan oleh swasta.

BPJS adalah bentuk lepas tangan negara dalam menjamin kesehatan masyarakat yang serahkan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan swasta dengan asas gotong royong atau kerja sama untuk saling menutupi biaya kesehatan dari iuran yang diwajibkan kepada peserta kelas 1 sampai 3 setiap bulan dan hanya yang membayar premi saja yang akan mendapatkan pelayanan BPJS.

Ini jelas ini adalah bentuk kezaliman negara kepada rakyat karena tidak semua masyarakat mampu membayar iuran tersebut setiap bulannya. BPJS gratis yang diiming-imingi oleh negara tidak mampu menjangkau semua rakyat miskin. Akibatnya orang miskin pun sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutukan dan memadai karena mahalnya biaya yang ditanggung sendiri, bahkan tidak sedikit rakyat miskin tidak mendapatkan pelayanan kesehatan ketika sakit dikarenakan tidak mampu lagi membayar iuran BPJS.

Jaminan Kesehatan dalam Islam

Kebijakan BPJS sangat bertentangan dengan Islam karena Islam melarang asuransi dimana asuransi dapat mengalami kondisi ekonomi yang bermasalah seperti halnya defisit, korupsi, layanan yang tidak adil. Ketikan rugi, maka pesertalah yang bertanggung jawab. Aturan premi diubah dengan menaikan iuran demi menutupi kerugian. Ketika kebijakan menaikan iuran setiap bulan belum mampu memberikan keuntungan kebijakan lagi-lagi diubah dengan menghapus kelas. Peserta harus membayar lebih mahal daripada iuran sebelumnya sesuai kelas. Padahal kondisi ekonomi masyarakat belum membaik sejak pandemi, tentu ini adalah kebijakan dapat menambah beban rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memberatkan masyarakat dalam membayar iuran BPJS bagi peserta kelas 3.

Jaminan kesehatan dalam Islam berorientasi pelayanan kesehatan, bukan untuk kepentingan bisnis yang menguntungkan. Karena layanan kesehatan dalam Islam adalah bentuk kewajiban negara yang harus ditunaikan sesuai syariat Islam dalam rangka menjaga jiwa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik tanpa membebani rakyat terhadap biaya yang dikeluarkan lembaga kesehatan.

Islam memandang pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk kebutuhan dasar publik yang harus tanggung negara tanpa memungut biaya kembali kepada rakyat. Layanan Kesehatan dalam Khilafah tak akan ada komersialisasi, sehingga rakyat bisa mendapatkan layanan tersebut secara gratis. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan gratis untuk rakyat, Khilafah akan mengalokasikan sumber dana kesehatan dari Baitulmal atau kas negara dari pos kepemilikan umum. Sumber dana pos umum ini berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola negara sendiri secara mandiri dengan aturan fikih ekonomi Islam, bukan berasal dari iuran masyarakat.

Adapun dalilnya adalah Rasulullah saw selaku kepala negara pernah mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis dan menjadikannya dokter umum untuk masyarakat secara gratis. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah memanggil dakter untuk mengobati Aslam, yaitu pembantu beliau secara gartis. Beliau juga mengalokasikan anggaran dari Baitulmal untuk mengatasi wabah penyakit di Syam. Kebijakan ini terus dilakukan hingga Khalifah berikutnya selama 1.300 tahun.

Siapa pun dapat menyaksikan bukti peninggalan sejarah bagaimana Islam memberikan pelayanan kesehatan dengan banyaknya rumah sakit didirikan dengan pelanan luar biasa. Negara Khilafah membangun rumah sakit semua semua kota, bahkan rumah sakit keliling yang mendatangi tempat-tempat terpencil. Ada juga dokter yang mengobati para tahanan.

Rumah sakit dimasa Kekhilafahan didirikan tidak hanya untuk pengobatan, namu juga diperuntukkan sebagai rumah singgah siapapun bisa mendatanginya bahkan orang asing yang ingin mencicipi rumah sakit mewah dan gratis. Siapa pun dapat menikmati pelayanan kesehatan secara gratis tanpa memandang apakah individu tersebut orang miskin ataupun orang kaya. Dan orang kaya juga dapat ikut membiayai rumah sakit dengan mekanisme wakaf.