Breaking News

Deradikalisasi Tercium dalam Program Penceramah Bersertifikat

Spread the love

Oleh. Salis F. Rohmah (Aktivis Muda Surabaya)

Muslimahtimes – Kementrian Agama kembali membuat kegaduhan. Pasalnya belum usai diperdebatkan pernyataan kontroversional oleh Menteri Agama, Fachrul Razi, yang mengatakan bahwa radikadikalisme dibawa oleh anak muda yang good looking, hafidz, dan pintar bahasa Arab, Kemenag kembali memicu perdebatan panjang soal program yang ngotot akan diluncurkan akhir bulan September ini, yaitu program Penceramah Bersertifikat. Program yang mengikutsertakan BNPT dan BPIP ini menuai kontroversi karena dinilai bisa menimbulkan keresahan serta perpecahan umat.

Upaya penolakan program Kemenag ini juga muncul dari sejumlah pihak. MUI menyebut dengan tegas menolak rencana tersebut dan menilai telah bahwa program tersebut dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pernyataan tersebut dikeluarkan dalam pernyataan tertulis yang disesuaikan dengan keputusan Rapat Pimpinan MUI, Selasa (8/9). Dikutip dari CNN Indonesia (9/9) Wakil Ketua MUI, Muhyidin mengatakan, “Berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan”. Program sertifikasi penceramah juga ditentang oleh PA 212. Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif menilai Kemenag kurang kerjaan membuat program itu.

Kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar adalah untuk seluruh kaum Muslimin. Hal ini telah banyak termaktub di beberapa dalil Alquran maupun hadits. Aktivitas penceramah merupakan bagian dari penerapan amar ma’ruf nahi mungkar. Sesungguhnya tidak pantas dihalang-halangi hanya karena da’i atau penceramah tersebut tidak tersertifikasi atau tidak sesuai standar pemerintah.

Sejumlah pihak mengkhawatirfkan bahwa sertifikasi ini akan dimainkan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan politik, sehingga menghalangi kegiatan dakwah amar ma’ruf terutama nahi mungkar seperti halnya mengkritik pemerintah. Sekalipun Kemenag lewat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Kamaruddin Amin menyebutkan bahwa program ini tidak berkonsekuensi apa-apa. Dikutip dari Republika (7/9 ) beliau mengatakan, “Ini sertifikasi biasa yang tidak berkonsekuensi apa-apa. Karena bukan sertifikasi profesi, sehingga tidak berkonsekuensi wajib atau tidak. Bukan berarti yang tidak bersertifikat tidak boleh berceramah atau yang boleh berceramah hanya yang bersertifikat. Sama sekali tidak begitu.” Akibatnya muncul pertanyaan, jika tidak berkonsekuensi apa-apa, lalu untuk apa program ini dilakukan hingga Kemenag ngotot harus mengadakannya?

Kamaruddin Amin menyebut tujuan program Penceramah Bersertifikat adalah untuk meningkatkan kapasitas penceramah. Kemenag ingin memperluas wawasan tentang agama dan ideologi bangsa, Republika (7/9). Dalam kesempatan lain Menteri Agama menyebutkan bahwa program ini ditujukan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan dan moderasi beragama. Fachrul Razi enggan menyebut program tersebut memiliki kaitan langsung dengan upaya meredam ekstremisme agama. Dia menjelaskan, ekstremisme agama di Indonesia tidak bisa langsung disebut masih ada atau tidak, namun ia mengakui jika potensi ekstremisme ada di setiap agama, (Republika, 8/9)

Muatan deradikalisasi masih tercium dalam program Penceramah Bersertifikat ini. Meskipun Menag enggan menyebutkan, namun tujuan itu masih sejalan dengan keinginan Menag agar penceramah meningkatkan wawasan kebangsaan dan moderasi beragama. Apalagi berkali-kali Menteri Agama, Fachrul Razi, menyebutkan deradikalisasi semenjak beliau menjabat. Tampak bahwa Menag ngotot ingin melaksanakan program ini untuk mencegah radikalisme di kalangan umat Islam, apalagi lewat penceramah atau anak muda yang good looking.

Dari sikap Menag yang demikian maka tidak heran jika umat Islam merasa bahwa yang sedang digoreng oleh isu radikalisme adalah Islam. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa program deradikalisasi berarti deislamisasi. Islam kembali dihalang-halangi untuk diterapkan terutama di lingkungan publik. Seolah haram jika ada ide Islam diterapkan secara komperhensif dalam kehidupan, berkembang di negeri ini.

Padahal sejatinya Islam dengan ajarannya yang paripurna mampu mendatangkan rahmat lil alamin. Islam yang diwahyukan oleh Sang Pencipta alam semesta ini dan dibawa oleh Nabi Muhammad telah mengajarkan bagaimana cara hidup dalam segala aspek kehidupan. Termasuk bagaimana menerapkan Islam dalam aspek kehidupan bernegara. Justru ketika Islam diterapkan secara komperhensif oleh negara yang disebut khilafah Islam maka dengannya jaminan Allah atas berkah yang muncul dari langit dan bumi. Allah berfirman dalam al quran Surat Al A’raf ayat 96, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Semua orang pasti senantiasa merindukan kehidupan yang damai, sejahtera minim kekerasan. Apalagi bagi seorang Muslim yang menginginkan Alquran yang diimaninya tidak hanya dibaca tapi juga diterapkan dalam kehidupan. Justru dengan upaya kaum Muslimin mendakwahkan Islam secara kaffah adalah bentuk sayang kepada negeri ini agar negeri ini mendapatkan berkah, baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur. Bukankah negeri ini lebih urgent dalam masalah Covid-19, korupsi, LGBT, kemiskinan, aliran sesat yang beragam serta masalah lain yang butuh segera mendapatkan perhatian dan diselesaikan penguasa negeri ini?

Sungguh Islam yang telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw mampu menjawab prolematika manusia. Asal Islam diterapkan secara komperhensif dalam kehidupan bernegara, bukannya malah dipinggirkan sebagaimana paham sekulerisme yang hari ini masih menjadi mindset negara ini. Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.