Breaking News

Ironi Fasilitas Kesehatan dalam Sistem Kapitalisme

Spread the love

Oleh. Nurhayati, S.S.T.

Muslimahtimes.com–Momen kelahiran buah hati adalah dambaan setiap pasangan suami istri, dengan harapan prosesnya dipermudah tanpa kendala apa pun. Namun apa jadinya jika buah hati yang dinantikan kehadirannya justru meninggal bersama ibunya dikarenakan terlambat penanganan. Ini yang terjadi beberapa waktu lalu di Subang. Seorang ibu hamil meninggal dunia saat di perjalanan menuju rumah sakit umum Provinsi Jawa Barat, RS Hasan Sadikin, Bandung.

Diberitakan sebelumnya, Kurnaesih (39), ibu hamil asal Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, meninggal usai ditolak melahirkan di RSUD Ciereng Subang pada 16 Februari 2023. Pihak keluarga bersama bidan desa sudah mencoba membawa Kurnaesih ke rumah sakit tersebut. Tetapi, perawat mengatakan bahwa ruangan khusus ibu melahirkan dan ICU penuh. Perawat mempersilakan keluarga membawa Kurnaesih ke rumah sakit lain. Bidan desa sempat meminta perawat untuk memeriksa Kurnaesih, tapi hal itu diabaikan. Kemudian, bidan desa dan keluarga akhirnya membawa Kurnaesih keluar dari RSUD Ciereng Subang untuk dibawa ke rumah sakit lain. Namun nahas dalam perjalanan, Kurnaesih muntah-muntah yang akhirnya meninggal dunia. (Kompas.com, 9/3/2023)

Kejadian ini pun menuai polemik, senada dengan tweet seorang publik figure yang membandingkan kualitas pelayanan kesehatan dalam dan luar negeri. Menurutnya pelayanan di luar negeri lebih memuaskan. Hal ini dipicu oleh cuitan di akun Twitter -nya Bapak Presiden RI, “Gara-gara ini, Indonesia kehilangan devisa Rp165 triliun karena adanya modal keluar. Kondisi ini tidak boleh kita biarkan terus-menerus,” Ia juga menyampaikan saat ini hampir dua juta warga negara Indonesia masih memilih untuk pergi berobat ke luar negeri setiap tahun. Kurang lebih satu juta ke Malaysia, kurang lebih 750 ribu ke Singapura, sisanya ke Jepang, Amerika, Jerman, dan lain-lain. (Metro.suara.com, 9/3/2023)

Sungguh disayangkan negara dengan sumber daya alam berlimpah mulai dari yang tertimbun di perut bumi hingga hamparan di muka bumi, justru kita menjadi negara yang “miskin” termasuk dalam hal penyediaan layanan kesehatan yang memadai.

Rumah Sakit Bertaraf Internasional, Realistis kah?

Polemik pelayanan Kesehatan di Indonesia hari ini adalah tidak terlepas dari ribet-nya alur pengobatan belum lagi fase-fase yang harus dilalui untuk mendapatkan pelayanannya terlebih jika yang dihadapi adalah pasien darurat seperti kasus Kurnaesih ini. Alih-alih mendapatkan penanganan segera justru harus menempuh jarak yang jauh karena ketidaktersediaanya SDM maupun peralatan yang memadai di RSUD saat itu.

Jelas ini menjadi bahan evaluasi baik di lingkup pusat maupun pemerintah daerah, bahwa kesehatan adalah kebutuhan vital yang harusnya didapatkan oleh warga negaranya tanpa terkecuali dan tanpa memandang kalangan. Bahkan ketika pun berobat harus mendapatkan kemudahan dari tempat ia berobat.

Kasus RSUD Subang tentu bukan kali pertama, banyak kasus-kasus serupa yang harus meregang nyawa dikarenakan hal yang sama. Sehingga tak elok pemerintah justru mencari kambing hitam bahwa rakyat lah yang bertanggung jawab atas hilangnya devisa negara sebesar 165 T dikarenakan WNI malah memilih pengobatan diluar negeri. Untuk apa jauh ke negeri seberang jika di depan mata saja sudah ada. Untuk apa berobat keluar negeri jika fasilitas dan pelayanan dalam negeri sudah cukup.

Bapak Presiden RI pun memberikan dukungan terhadap rumah sakit yang bertaraf internasional. Padahal kita tidak perlu fokus pada labelling saja sementara kualitas SDM dan peralatan tidak dibenahi. Kalaupun berbeda, jangan sampai justru kembali “mengundang” asing karena dianggap solusi praktis. Justru itu adalah upaya melepaskan tanggung jawabnya terhadap kebutuhan dasar rakyatnya. Ini justru memperlihatkan betapa tidak berdayanya kita di mata dunia hari ini. SDA ini sudah habis terjamah oleh asing dan aseng. Jangan sampai urusan kesehatan saja kita berlepas tangan.

Pelayanan Kesehatan dalam Paradigma Islam

Pelayanan kesehatan yang murah, mudah didapatkan dan berkualitas mentereng adalah impian setiap warga negara. Sayangnya dalam sistem yang hari ini kita hidup di dalamnya ini sulit kita dapatkan karena kesehatan pun menjadi bagian dari kapitalisasi bisnis dunia kesehatan. Namun sebenarnya ada, jika mengacu kepada sebuah peradaban. Maka peradaban Islam dulu pernah menorehkan tinta emasnya dalam sejarah. Adapun model pelayanan kesehatan dalam Islam adalah universal artinya tidak ada klasifikasi. Berbiaya murah, seluruh rakyat mudah mengaksesnya. Kemudian terakhir, pelayanan yang mengikuti kebutuhan media bukan dibatasi pada elemen yang justru meraup keuntungan seperti JKN, BPJS dan lainnya.

Juga kita ketahui bahwa pembiayaan ini tidak murah. Dalam Islam juga sudah memiliki mekanisme tersendiri yaitu dari pengelolaan negara dari hasil pengelolaan hutan, tambang, minyak-gas, dan lainnya. Juga dari harta negara yaitu dari jizyah, ghanimah, fai, usyur, pengelolaan harta milik negara, dan sebagainya. Walhasil, pelayanan kesehatan baik dan buruknya adalah tidak terlepas dari asas peradaban yang menaunginya. Hari ini kita hidup dalam sistem ekonomi kapitalis, yang terlihat segala sesuatunya diukur berdasarkan untung dan ruginya, Harusnya semua ini menjadi tanggung jawab negara. Bukan malah sibuk mencari kesalahan orang lain sedangkan evaluasi pun tidak. Ironis sekali! Wallahu ‘alam bishowab[]