Breaking News

Ironi Seruan Pemenuhan Gizi di Tengah Ancaman Kemiskinan

Spread the love
Oleh: Pipit Nuria Sari, S.Pi
 (Staff Kerohanian Kampus 2019-2020)
 
MuslimahTimes.com – Bulan Oktober merupakan bulan dimana cuaca tidak menentu. Oleh karena itu, pada 16 Oktober 2022 lalu Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Agus Suprapto, mengungkapan pentingnya pemenuhan gizi seimbang untuk meningkatkan imunitas anak-anak saat cuaca tak menentu. Seruan ini memang tampak bijaksana dan solutif untuk permasalahan kebutuhan gizi anak atau bahkan stunting, sebab pemenuhan gizi juga merupakan salah satu bagian solusi dominan yang harus dipenuhi untuk mengatasi stunting dan masalah kesehatan anak-anak di cuaca yang tidak kondusif serta gelombang pandemi yang belum reda.
Namun, apakah seruan ini mudah dilakukan oleh para orang tua di Indonesia? Sementara, pemerintah juga telah menyadari bahwa untuk mengentaskan masalah pemenuhan gizi hingga stunting sangat dipengaruhi  oleh tingkat kemiskinan yang ada di negara ini. Bagaimana orang tua dapat memenuhi kebutuhan  gizi anaknya jika ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli bahan makanan yang bergizi tinggi? Kondisi ini pun diperparah pula dengan naiknya harga BBM, hingga harga pangan yang beredar di pasar turut naik yang tentu saja sulit dijangkau masyarakat miskin.
Solusi yang ditawarkan pemerintah untuk menghadapi situasi ini seperti pemberian BLT, PKH, maupun bantuan yang diberikan sebagai pengganti kerugian naiknya BBM tak sebanding dengan kebutuhan yang harus dicukupi oleh rakyat. Bantuan ini hanya terkesan sebagai pembentuk citra ‘peduli dengan rakyat’, padahal tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah kemiskinan sistemis yang dihadapi oleh rakyat. Bantuan yang diberikan sebulan sekali itu tampak menggembirakan, padahal  bantuan tersebut tak dapat memenuhi kebutuhan setiap warga negara.
Di sistem kapitalis ini, seruan untuk memenuhi gizi anak-anak di kala rakyat berada pada ancaman kemiskinan tak ubahnya hanya sebuah seruan yang terasa tak ada empati di dalamnya. Seluruh permasalahan stunting, kehidupan yang berkualitas rendah, hingga kemiskinan merupakan suatu rantai permasalahan yang sistemik dan saling berkaitan. Hal ini terjadi karena harta yang sebenarnya menjadi hak seluruh warga negara secara merata -khususnya si miskin, justru berputar pada pemilik modal. Kekayaan yang berputar pada kalangan kapital ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi liberal di mana orang yang memiliki modal besar lah yang dapat menguasai seluruh penguasaan yang diinginkannya, termasuk hak-hak si miskin. Sehingga wajar, jika masyarakat miskin selalu terpinggirkan, hingga setiap persoalan yang menimpanya (kemiskinan, gizi buruk, stunting) tak kunjung bisa terselesaikan.
Hal ini memang bukanlah sesuatu yang Islam syariatkan. Islam meniscayakan bahwa tidak ada harta yang berputar di kalangan yang kaya saja. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hasyr ayat 7:
…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (TQS. Al-Hasyr ayat 7)
Dalam Islam, kesenjangan sosial seperti yang terjadi di sistem kapitalisme  saat ini tidak akan terjadi. Selain itu, berbagai pengaturan dalam Islam menjamin bahwa rakyat dirawat dengan sempurna oleh penguasa, tak lain hanya semata karena keimanan dan kewajiban mereka di hadapan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Termasuk di dalamnya mekanisme pengelolaan harta kepemilikan umum dan harta zakat yang diperuntukkan kepada rakyat miskin dan rakyat yang berhak menerimanya.
Islam telah memberikan teladan, saat seorang khalifah memimpin dengan menerapkan syariat Islam, Adz-Dzahabi meriwayatkan dari Abdurrahman bin Yazid, dari Umar bin Usaid, ia berkata, “Demi Allah, Umar bin Abdul Aziz tidak meninggal dunia sebelum seseorang datang membawakan kami harta yang sangat banyak, seraya berkata, ‘Gunakanlah harta ini sesuai keperluan kalian.’ Namun, ia akhirnya kembali dengan membawa seluruh harta itu. Umar bin Abdul Aziz telah membuat rakyat tidak membutuhkannya lagi.”
 
Kepemimpinan yang berorientasi untuk menjadikan penguasa sebagai pelayan umat dan sistem ekonomi yang berpihak pada seluruh elemen hanya dapat terjadi jika umat terlepas dari sistem kapitalisme dan kembali menjadikan Islam sebagai pengatur umat dalam segala lini. Karena untuk mengentaskan permasalahan umat, tidak dapat hanya menjadikan sistem ekonomi Islam dan yang lain tidak, karena semuanya saling berkaitan. Terlepas  dari maslahat yang diperoleh karena penerapan Islam kaffah, sebagai umat Islam memang wajib untuk menjadikan Islam sebagai seluruh pengaturan hidupnya. Syariat Islam hanya dapat tegak seluruhnya ketika bernaung pada suatu sistem pemerintahan, yaitu Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishawab.