Breaking News

Isu Radikalisme, Bukti Nyata Rezim Otoriter dalam Beragama

Spread the love

Oleh: Nurhasanah
(Mahasiswi Aktif, Pengajar dan Aktivis Muslimah)

MuslimahTimes– Saat ini rezim semakin gencar dalam memojokan umat Muslim yang taat beragama. Dengan dalih akan memecah belah bangsa, radikalisme digoreng sebagai ancaman untuk membuat ketakutan umat akan syari’at Islam. Tak sampai hanya isu radikalisme saja, bahkan ancaman untuk ASN dan peserta CPNS pun terkena dampaknya. Mereka yang setuju dengan penerapan Syari’at Islam secara kaffah dilarang untuk menjadi ASN dan mendaftar CPNS.

Dilansir dari CNN Indonesia, Mentri Agama Fachrul Razi meminta kepada seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan untuk tidak menerima peserta yang memiliki pemikiran dan ide mendukung paham khilafah sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dan meminta masyarakat yang mendukung paham khilafah tidak perlu ikut bergabung sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). “Pemikiran seperri itu (Khilafah) enggak usah diterima di ASN. Tapi kalau sudah diwaspadai sebaiknya enggak masuk ASN.” Kata Fachrul dalam webinar ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatus Sipil Negara’ dikanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9).

Berdakwahpun Harus Bersertifikat Ala Menag

Tak hanya dicekal untuk menjadi ASN, PNS dan CPNS. Menagpun mengeluarkan fatwa baru yang menyatakan bahwa para da’i harus bersertifikat ala Menag. Yang standarnya sudah jelas tidak bertentangan dengan paham rezim saat ini dan mendukung segala keputusan rezim meski rakyat harus menderita. Seakan rakyat harus menutup mata dan tidak boleh mengkritik aktivitas dan keputusan rezim yang tak sesuai dengan kebutuhan rakyat dan menzalimi rakyat. Memperkuat bahwa demokrasi hanya topeng dari keotoriteran rezim saat ini.

Dikutip dari Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Agama Fachrul Razi akan menerapkan program sertifikasi penceramah bagi semua agama mulai bulan ini. Ia menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah.
“Kemenag bentuk program penceramah bersertifikat. Akan kami mulai bulan ini. Tahap awal kami cetak 8200 orang,” kata Fachrul dalam webinar ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’ di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9).

Padahal semua manusia di bumi Allah ini memiliki kewajiban untuk saling menasehati dalam kebaikan, tertulis dalam Firman Allah dalam surat Al-asr ayat 2-3,
“Sungguh, manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (TQS. Al-‘Asr 103: Ayat 2-3)

Dengan ini jelas sudah bahwa rezim saat ini tidak sejalan dengan fitrah manusia dan tidak sesuai dengan perintah Allah yang mewajibkan untuk menyiarkan Islam agar terciptanya Rahmatan Lil Alamin

Style Good Looking Ancaman Baru?

Penggorengan radikalisme masih berlanjut. Tak hanya dalam ASN, PNS, CPNS dan da’i bersertifikat, Menagpun mengincar para Muslim dan Muslimah yang berpakaian rapih sesuai dengan syari’at Islam dan memojokannya dengan bahasa baru yaitu good looking, yang mengartikan good looking ini adalah orang-orang radikal yang menurut versi Menag yaitu seorang Muslim/Muslimah yang berpakaian sesuai dengan syari’at Islam, sering ke masjid, mengikuti ta’lim dan menghapal Al-qur’an. Astagfirullah bahkan seorang hafidz dan hafidzohpun menjadi incaran dalam penggorengan isu radikalisme oleh Mentri Agama Republik Indonesia.

Tak sedikit dari ulama-ulama yang menyayangkan dan mendoakan Menag RI ini agar sadar bahwa ucapannya sangat menyakiti hati umat Muslim, terlebih lagi menyerang penghapal Alquran sebagai isu penggorengan radikalisme.

Dilansir dari IDTODAY NEWS – Menteri Agama Fachrul Razi dianggap tega dengan menyebut anak-anak good looking dan penghafal Al Qur’an (Hafiz Qur’an) sebagai agen radikalisme. Ucapannya itu dapat menyeret dirinya menjadi seorang provokator yang bisa memecah umat beragama. Karenanya, ulama Banten meminta masyarakat dan umat Islam untuk berdoa dan memohon pertolongan Allah Swt.
“Wahai rakyat Indonesia, kita harus prihatin dan memohon kehadirat Allah SWT, dianugerahi Menteri Agama yang tega menyatakan bahwa Hafiz Qur’an adalah Radikalisme,” kata KH Muhammad Murtadlo Dimyati, pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam pesannya yang diterima detikcom, Jumat (11/9/2020).

Berapa banyak umat Muslim yang terluka karena perkataan Menag ini? Bagaimana rezim selalu menyalakan ajaran Islam yang menjadi sumber kekacauan di Indonesia? Pendidikan dibatasi, dakwah diawasi, bahkan pakaianpun ikut dikriminalisasi. Apakah ini yang disebut demokrasi?

Dari pernyataan Menag tersebut sangat jelas bahwa rezim saat ini mencabut hak-hak rakyat yang tak sejalan dengan paham rezim saat ini. Lalu dimana demokrasi yang dijunjung kebebasannya? Bahkan untuk mempelajari ajaran Islam secara kaffah saja disejajarkan dengan kriminal bahkan sampai dibubarkan pengajiannya. Padahal di dalam sila pertama di Pancasila tertulis “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan dalam pembukaan Undang-Undag Dasar 1945 dikatakan “…Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…”

Namun pada faktanya kebebasan itu tidak terjadi dalam rezim saat ini dengan memojokan kaum Muslim yang mayoritas di negara ini.

Di sistem ini bahkan kebenaran justru akan diperkarakan, seakan apa-apa yang tak sesuai dengan paham rezim menjadi hal yang berdosa dan salah di mata hukum. Inilah sistem kapitalis-sekuler yang menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai, tak peduli dengan penderitaan rakyat bahkan nyawa rakyat menjadi tak berharga di mata negara. Perkarakan yang bertentangan dengan kehendak rezim dan beri dukungan pada yang mendukung rezim meski tak masuk akal sekalipun.

Berdalih Indonesia tidak cocok dengan syari’at Islam, padahal rezim yang tidak suka dengan syari’at Islam. Dengan diskriminasi dalam berbagai aspek yang dilakukan oleh Menag, membuktikan rezim tidak cocok dengan syari’at Islam. Dengan dalih Indonesia memiliki berbagai agama, budaya dan ras. Sehingga jika Indonesia menerapkan Islam secara kaffah tidak sesuai dengan kondisi Nusantara. Padahal semua itu tidak sesuai dengan fakta dan sejarah. Sejarah mencatat bahwa Islam pernah berjaya 13 abad lamanya dan menaungi 2/3 dunia yang isinya tentu berbagai agama, budaya dan ras yang lebih banyak dari Indonesia. Selama mereka yang berbeda agama didalam naungan negara Islam, mereka diberi hak yang sama seperti seorang muslim dengan syarat tidak memusuhi dan memerangi kaum Muslim serta tunduk dengan aturan daulah islamiyah yaitu disebut kafir dzimmi. Pada Daulah Islamiyah, rakyat dilayani dengan semestinya. Kesehatan, pendidikan, sarana prasarana bahkan nyawanya dijamin keamanannya oleh daulah. Dengan fakta ini tentu mematahkan statement bahwa Khilafah tidak cocok diterapkan di Nusantara. Bagaimana faktanya Islam memiliki paket hukum yang komplit dalam kehidupan. Baik secara individu, bermasyarakat dan membangun sebuah negara.

Tidak seperti sistem saat ini yang tebang pilih, tumpul keatas dan tajam kebawah. Kebebasan hanya topeng obralan untuk menarik rakyat yang berujung dengan kekecewaan tanpa henti. Dan pada akhirnya rakyat yang harusnya sejahtera namun gigit jari dengan kebijakan yang tidak memihak pada rakyat. Sumber daya alam yang melimpah namun rakyat tidak bisa merasakannya dengan leluasa karena kebijakan rezim yang mementingkan partainya, investor dan pendukungnya. Inilah bukti sistem yang tidak sesuai dengan fitrah manusia hanya berujung dengan celaka dan mengundang murka Sang Pemilik Jagat Raya. Sudah saatnya kita kembali pada hukum Allah yang menjadi solusi atas masalah yang ada di negara ini bahkan di dunia ini. Karena Islam hadir untuk menjadi rahmat seluruh alam, bukan Rahmatan Lil Muslimin saja. Wallahu alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.