Breaking News

Jaga Lisan Untuk Tetap Berkata Ahsan

Spread the love

Oleh: Intan H.A

MuslimahTimes.com – Beberapa waktu yang lalu, saat saya sedang menanti seorang teman di sebuah tempat yang telah kami sepakati berdua. Tiba-tiba di tengah penantian itu, aku dibuat terperangah oleh tingkah laku seorang anak Remaja tanggung yang jaraknya tak jauh dari tempat dudukku.

Anak muda yang mengenakan topi hitam itu sedang sibuk bercengkrama dengan lawan bicaranya diujung telepon. Yang membuatku terkejut bukan kepalang, anak muda ini sesekali melontarkan kata-kata tak terpuji dengan memanggil lawan bicaranya menggunakan salah satu nama hewan. Mudah sekali lisannya mengucapkan kalimat tersebut. Seolah-olah itu adalah kata yang lumrah dan ia tidak merasa bersalah sedikitpun.

Padahal, nama adalah sebuah doa dan harapan yang diberikan oleh orangtua kepada kita. Maka seharusnya, kita tidaklah memanggil seseorang dengan sebutan yang buruk. Sebutan yang tidak mengenakan untuk didengar lawan bicara, terlebih jika sebutan itu dalam rangka mengolok-oloknya.

Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (TQS. Al-Hujurat: 11)

Di ayat ini Allah tegas melarang kita untuk saling mencela, mengolok-olok, bahkan memanggil seseorang dengan sebutan yang buruk. Tersebab, hal tersebut termasuk dalam kategori dosa besar. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Mencela seorang muslim adalah kefasikan (dosa besar), dan memerangi mereka adalah kekafiran.” (HR. Bukhari-Muslim)

Di zaman Rasulullah terdapat sebuah kisah yang patut untuk kita ambil hikmahnya. Suatu ketika para sahabat sedang berkumpul di suatu majelis. Terjadilah sebuah perselisihan kecil antara Abu Dzar dan Bilal bin Rabbah dalam menentukan penempatan pasukan perang dalam menyusun strategi perang yang akan mereka dan kaum muslimin hadapi.

Abu Dzar dikenal memiliki sifat ketajaman dalam berfikir dan tempramen tinggi. Di saat Abu Dzar menyampaikan usulannya. Bilal bin Rabbah tiba-tiba saja berdiri dan berkata, “Tidak, itu adalah usulan yang salah, wahai Abu Dzar.”

Sontak mendengar perkataan Bilal, darah di sekujur tubuh Abu Dzar pun mendidih. Ia tidak terima dengan apa yang dikatakan Bilal barusan. Lantas Abu Dzar berkata, “Beraninya kau menyalahkanku, wahai anak wanita berkulit hitam.”

Seketika itu Bilal terkejut kemudian ia berdiri dan marah sejadi-jadinya kepada Abu Dzar. Ia berkata, “Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah.” Lalu Bilal pun pergi menghadap Rasulullah, dengan maksud ingin menyampaikan perihal kejadian yang baru saja dialaminya.

Tatkala Rasulullah mendengar apa yang disampaikan Bilal, rona wajah Rasulullah langsung berubah. Rasulullah pun kemudian memanggil Abu Dzar untuk menghadapnya.

Dengan tergopoh-gopoh Abu Dzar menghadap Rasulullah. Sesampainya ia di sana, Rasulullah pun langsung menanyakan perihal yang diceritakan Bilal. Abu Dzar tidak menyanggahnya sedikitpun. Seketika itu juga Abu Dzar menangis tersedu-sedu. Ia langsung mendekat kepada Rasulullah, memohon agar Rasulullah sudi beristighfar untuknya. Memohonkan ampun kepada Allah atas kekhilafahan yang telah diperbuatnya.

Setelah itu, ia keluar dari masjid dalam keadaan menangis, dan segera menemui Bilal. Setelah bertemu Bilal, ia meletakkan pipinya di tanah sambil berkata, “Demi Allah, aku tidak akan mengangkat pipiku sebelum engkau menginjaknya agar engkau memaafkanku.” Bilal berkata, “Anda lebih mulia dari saya.” Bilal terharu melihat sikap Abu Dzar, lalu mereka berpelukan sambil menangis.

Kisah di atas memberikan ibroh bagi kita agar senantiasa menjaga lisan dari melontarkan kata-kata maupun ucapan yang bernada mengolok-olok atau melecehkan teman atau lawan bicara kita. Sungguh hal tersebut sangatlah dibenci oleh Allah dan juga rasul-Nya. Di dalam kisah tersebut Rasulullah menampakkan kegeramannya kepada Abu Dzar yang telah menyebut Bilal dengan sebutan buruk, yang menyakitkan hati Bilal.

Alangkah mirisnya potret generasi saat ini. Perilaku mereka tidak mencerminkan kepribadian mereka sebagai seorang muslim. Apa yang dilontarkan oleh lisan tidak lagi disandingkan dengan pahala dan dosa yang akan diterima. Tersebab sistem kapitalisme-liberalisme telah menggerogoti mereka. Maka, mereka tidak lagi mengaitkan perilakunya pada hukum syara’ yang telah Allah tetapkan. Atas dalih kebebasan, apa saja bisa mereka lakukan yang penting mendatangkan kebahagiaan. Tidak peduli apakah hal tersebut mendatangkan murka-Nya atau tidak. Dan tidak mengindahkan apakah oranglain akan tersakiti hatinya karena ucapannya ataukah tidak.

Oleh sebab itu, kebutuhan kita akan penerapan syariat Islam sudah sangatlah urgen. Melihat kondisi generasi saat ini yang dari hari ke hari perilaku mereka semakin terpuruk. Generasi saat ini sangat jauh dari kata gemilang. Sebagaimana para generasi di zaman para sahabat, dan beberapa generasi setelahnya. Mereka menampakkan ketinggian moral yang tercermin dari akidah yang mengakar kuat di dalam jiwa-jiwa mereka. Sehingga, tingkah laku dan perbuatannya selalu selaras dengan syariat Islam.

Dengan demikian, untuk mengubah cara pandang para generasi di zaman sekarang, yang perlu untuk diubah terlebih dahulu yakni sistemnya. Mengubah sistem buatan manusia yang terbukti tidak memberikan manfaat sedikitpun dalam kehidupan dengan sistem yang sudah terjamin keshahihannya, yakni sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Hanya sistem inilah yang kelak akan menjaga moral masyarakat agar tidak terpuruk dan terjerumus pada jurang kehancuran yang lebih dalam. Wallahu’alam. []

Leave a Reply

Your email address will not be published.