Breaking News

Jangan Ada Dusta Duhai Penguasa

Spread the love

 

Oleh: Hana Rahmawati

 

Tahun ini, perpolitikan Indonesia sedang memanas. Pasalnya, masa kampanye pilpres 2019 memakan waktu cukup lama. Masing-masing kubu pendukung paslon yang bertarung di ajang pilpres menjagokan pilihannya. Alhasil, alih-alih kampanye menyebar visi-misi, malah saling menjatuhkan. Berbagai kabar bohong alias hoax pun dikumandangkan untuk dilemparkan ke kubu lawan.

Kebohongan demi kebohongan seolah menjadi hal yang wajar dan biasa terjadi pada sistem saat ini. Dilansir dari DetikNews.com,2/1/2019, ada sebanyak 62 konten hoax terkait pemilu 2019 di identifikasikan oleh Kemkominfo selama Agustus-Desember 2018. Data ini berdasarkan penelusuran dengan menggunakan mesin AIS oleh Subdirektorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Pengendalian Ditjen Aplikasi Informatika.

Tercatat pada Agustus 2018 ada 11 konten hoax, September 2018 ada 8 konten hoax, Oktober 2018 ada 12 konten hoax. Sementara itu, 13 konten hoax teridentifikasi pada November 2018, dan kkonten hoax terbanyak pada Desember yakni 18 konten.

Hal yang miris terjadi pada sistem pemerintahan kita saat ini. Sebagai seorang pemimpin atau calon pemimpin, seharusnya memberikan contoh terbaik bagi rakyatnya. Jika ada kabar hoax yang tersiar pada suatu pemerintahan, maka pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kabar bohong tersebut. Juru kampanye badan pemenangan salahsatu paslon , Ahmad Riza Patria membenarkan ungkapan Rocky Gerung yang menyatakan bahwa ada pabrik hoax pada penguasa.

“Benar kata Rocky Gerung bahwa pabrik hoax itu pada penguasa ya pemerintah. Karena pemerintah punya kekuasaan, membuat regulasi, punya aparat, punya media, punya logistik, punya banyaklah pemerintah.” tutur Riza kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 4/2/2019.

Jika sebuah pemerintahan menjadi pabrik hoax, lalu siapa lagi yang akan dipercaya oleh masyarakat? Bukankah penguasa akan menjadi contoh bagi rakyat?

//Dusta dalam Islam//

Hoax atau berita bohong hanya akan mendatangkan petaka di tengah-tengah kehidupan. Kebohongan atau dusta adalah salah satu perilaku yang dibenci oleh Rasulullah saw. Dusta merupakan penyimpangan akhlak manusia. Sifat tersebut menjadikan manusia tak ubahnya seperti binatang yang tidak bisa diambil faedah dari ucapannya. Padahal manusia memiliki akal yang tidak dimiliki oleh binatang, maka manusia pembohong memiliki derajat yang lebih rendah dari binatang.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah oleh kalian dusta, karena dusta menjerumuskan kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menjerumuskan kepada neraka. Sesungguhnya seseorang berdusta dan membiasakan diri dengan berdusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai “kadzab”. Dan hendaklah kalian bersikap jujur, karena kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan menunjukkan kepada surga. Dan sesungguhnya seorang laki-laki bersikap jujur dan bersungguh-sungguh untuk jujur sehingga dicatat disisi Allah sebagai’ ‘shiddiq’.” (Shahih Bukhari dan Imam Muslim).

Allah juga berfirman dalam Alqur’an surat Aljatsiyah ayat 7, “kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang berdosa lagi banyak berdusta.”

Dalam Islam, kebohongan adalah perilaku yang dibenci. Apalagi jika hal itu dilakukan oleh figur yang menjadi contoh orang banyak atau sebuah instansi yang menjadi panutan masyarakat. Dalam hadits shahih, Rasulullah bahkan memberi ancaman kepada pelaku kebohongan.

“Aku tadi malam bermimpi didatangi oleh dua orang dan keduanya memberitahuku, ‘orang yang dirobek bibirnya dan lidahnya seperti yang kamu lihat tadi adalah pendusta yang membuat kedustaan dan disebarkannya ke seluruh penjuru. Maka dia akan terus di adzab seperti itu sampai hari kiamat.” (HR. Bukhari).

Sabda Rasulullah di atas hendaknya dipahami oleh setiap manusia, termasuk penguasa. Segala hal yang terlontar dari penguasa harus bersih dari unsur hoax. Karena ketika hoax itu bersumber dari instansi terpenting di negeri ini, maka bisa dipastikan buruknya prilaku masyarakat yang dipimpin karena mencontoh pemimpinnya. Apa jadinya jika hoax menjadi santapan yang mudah didapat pada suatu negara? Kemunduran suatu bangsa dapat terjadi karena negara tersebut menjadi pabrik dusta.

//Dusta Penguasa Berbuah Malapetaka//

Sangat berat amanah yang ada pada pundak pemerintah. Segala tingkah laku dan keputusan pemimpin seolah menjadi panutan bagi rakyat. Karenanya hal ini jugalah yang membuat penguasa harus berhati-hati dalam berucap dan berbuat. Bukan karena ingin mempertahankan eksistensi diri dari serangan kubu lawan lalu berita hoax menjadi boleh dihembuskan.

Padahal di Indonesia sendiri berlaku hukum yang mengatur permasalahan tentang hoax. Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.

Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong.

Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, dasar hukum penanganan konten negatif saat ini telah tercantum dalam perubahan UU ITE.

Dia memaparkan, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu, Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif.

Semuel mengatakan, bicara hoax itu ada dua hal. Pertama, berita bohong harus punya nilai subyek obyek yang dirugikan. Kedua, melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 28 ayat 2 itu berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”

“Kalau berita-berita itu menimbulkan kebencian, permusuhan, dan mengakibatkan ketidakharmonisan di tengah masyarakat. Sanksinya hukuman (pidana penjara) selama enam tahun dan/atau denda Rp1 miliar,” kata Semuel. Viva.co.id

Jika dalam undang-undang hukum dunia saja diatur mengenai masalah hoax dan penyebarnya, apalagi dalam Islam. Islam justru mengecam pelaku bohong tersebut terlebih jika itu berasal dari seseorang atau sekelompok penguasa.

Di dalam Alquran ada 250 ayat yang membahas tentang dusta. Sedangkan kata bohong dalam Al-Qur’an terdapat pada 25 ayat. Jika ditotal maka bahasan tentang bohong atau dusta di dalam Alqur’an ada 284 ayat. Hal itu menunjukkan bahwa bohong di dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan apapun alasannya.

Orang yang suka berbohong dan terus-menerus melakukan kebohongan, kemudian hidup nikmat di atas kebohongan. Jika itu diteruskan, maka lambat laun dia akan kehilangan kemanusiaannya. Ia akan lupa pada dirinya bahwa kebohongan itu adalah sifat yang paling dominan di dalam dirinya. Tanpa rasa malu, dia akan hidup dengan penuh kesombongan dan meremehkan orang lain serta menolak kebenaran.

Cecil G. Osborne dalam bukunya “The art of getting along with people ” menjabarkan bahwa orang yang terbiasa berbohong tidak akan sadar bahwa ia berbohong.

Maka, hendaknya para penguasa menjadikan dirinya terikat dengan Islam dan aturannya. Karena aturan Islam akan membawa kepada keselamatan. Hanya penguasa yang taat kepada Allah lah yang akan senantiasa terjaga ucapan dan tingkah lakunya. Sebab, aturan Islam menyuburkan kejujuran dan menumbangkan kebohongan.[]

Wallahu A’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.