Breaking News

Kapitalisasi Hajat Publik di balik Kenaikan Bawang Putih

Spread the love

Oleh : Shela Rahmadhani
(Pegiat Opini)

 

MuslimahTimes– Lagi-lagi drama kenaikan bahan pangan berulang bersamaan dengan faktor pemicu seperti pemilu dan datangnya bulan Ramadan. Dalam hal ini kenaikan bahan pangan terjadi pada bawang putih di mana harga bawang putih  telah merangkak naik sejak April. Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih tercatat meningkat pesat, yaitu mencapai 42,2%. Per 30 April 2019, harga rata-rata nasional bawang putih di pasar tradisional adalah sebesar Rp 49.750/kg, padahal di awal April, rata-rata harga bawang putih nasional sempat berada di kisaran Rp34.950 per kg.

Kenaikan ini dipicu adanya momen pemilu serentak. Pasalnya, menjelang pemilu harga bawang putih di pasar tradisional terus naik. Sebagaimana Rasad, salah satu buruh di kios bawang putih mengungkapkan bahwa sebelum pilpres harga bawang putih berada di kisaran Rp 18.000 sampai Rp 20.000 per kilogram. Saat tanggal Pilpres mendekat, harga bawang putih mulai naik secara bertahap, mulai dari Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kg sampai akhirnya harga menyentuh Rp 50.000 (cnbcindonesia.com, 05/05/2019).

Setelah pemilu, lalu masuklah bulan Ramadan.Bersamaan dengan itu pula harga bawang putih terus melambung. Harga bawang putih berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Selasa (7/5) mencatat, rata-rata harga bawang putih nasional mencapai Rp63.900 per kilogram (kg).DKI Jakarta, harga bawang putih sudah tercatat Rp87.500 per kg. Harga bawang putih di beberapa daerah bahkan ada yang sudah menyentuh Rp100 ribu.

Memasuki hari kedelapan puasa (13/05), harga bawang putih dan cabai seperti terpantau dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional harga rata-rata nasional bawang putih di pasar tradisional hari ini, Senin (13/5/2019) per pukul 11.30 tercatat Rp 53.950/kg, sudah mulai turun. Di Ibu kota, harga bawang putih turun ke kisaran Rp 51.000/kg, dengan harga tertinggi Rp 60.000/kg di Pasar Klender SS, Sunter Podomoro, Grogol, Glodok, Mayestik, Pramuka, Pluit, Kalibaru, Koja Baru, Anyer Bahari dan Pasar Pos Pengumben (cnbc indonesia.com, 13/05/2019).

Kendati demikian, di Palu, Sulawesi Tengah dan Jayapura, Papua harga masih bertahan di Rp 85.000/kg.

Adanya momen pemilu dan bulan puasa yang dijadikan sebagai celah untuk menaikkan harga bawang putih adalah sebuah bentuk kapitalisasi licik terhadap hajat publik oleh para pengusaha yang dilindungi penguasa. Para importir atau pengusaha melihat momen sebagai celah untuk menaikkan harga bawang putih sehingga kenaikan harga berulang melalui momen tertentu.

Kenaikan bawang putih ini terkesan sangat dramatis di mana penguasa seakan menciptakan adanya kelangkaan sebelum terjadi kenaikan.Padahal sebenarnya para importir atau pengusaha menahan stok mereka menjelang momen tertentu. Kemendag mengatakan, pada pertengahan April lalu importir masih punya 100 ton, meski beberapa diantaranya sudah tak layak dijual (cnnindonesia, 08/05/2019).

Akibat tertahan, harga akan naik di pasar sesuai hukum permintaan dan penawaran. Pada saat naik, keran impor dibuka agar keuntungan yang diperoleh pelaku impor baik negeri atau swasta begitu besar.Pelaku impor bawang putih awalnya yang ditunjuk pemerintah adalah Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog). Namun, izin impor Bulog justru tidak terbit. Kemendag justru memberikan SPI kepada delapan importir swasta sesuai dengan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Kementerian Pertanian. Namun, baik importir negeri ataupun swasta sama-sama memberikan keuntungan kepada penguasa hajat publik dengan padanya pemberian penerbitan izin impor tersebut.

Oleh karena itu, impor bawang putih di bulan Mei disengaja terlambat.Sebenarnya, keputusan pemerintah untuk melakukan impor telah diputuskan di dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) tingkat Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pada 18 Maret 2019. Jika Surat Persetujuan Impor (SPI) langsung diterbitkan, maka bawang putih impor sudah bisa mendarat pertengahan April, sehingga

harga bawang putih sudah bisa melandai.Tapi nyatanya, persetujuan impor bawang putih dari Kementerian Perdagangan sebanyak 115.675 ton baru diberikan kepada delapan importir pada 18 April 2019(cnnindonesia, 08/05/2019).

Bahkan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mempertanyakan keterlambatan ini terhadap Kemendag.
“Pemerintah ini kecolongan. Yang perlu ditanyakan adalah Kemendag, sudah tahu 18 April ini dekat dengan bulan Ramadan.Tapi kenapa izin impornya baru dilakukan saat itu?Sungguh, ini kecolongan yang sangat berat,” imbuh dia.

Keterlambatan penerbitan SPI impor ini pangkal dari keterlambatan impor yang menjadikan harga melonjak tinggi karena ketiadaan pasokan bawang putih di pasar. Padahal tahun-tahun sebelumnya, harga bawang putih tidak ada masalah.Sebagaimana Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan bahwa impor bawang putih yang terlambat menyumbat persediaan, sehingga harga bawang putih kian melambung.Setiap tahun, bawang putih memang selalu diimpor dan tidak ada masalah dengan harganya.Tapi tahun ini, harganya menanjak karena impornya terlambat,” jelas Rusli.

Demikianlah skenario kenaikan bawang putih yang sebenarnya untuk mencapai keuntungan lewat momentum tertentu, yang selalunya diawali dengan drama kelangkaan oleh penguasa karena keterlambatan impor yang disengaja dan penimbunan oleh pengusaha bawang putih, sehingga pada saat barang impor masuk, keuntungan (kapital) semakin tebal.

Dalam sistem Islam, praktik kecurangan oleh pelaku usaha yang merugikan umat akan dicegah oleh negara dengan sanksi berat, bukan cuma basa-basi. Negara dengan wibawanya dan paradigma kepemimpinan yang benar, justru memudahkan umat mendapatkan kebutuhannya dengan harga murah, bukan malah merekayasa cerita untuk mencari keuntungan dari rakyat. Penguasa akan melakukan intensifikasi, ekstensifikasi, efisiensi tataniaga, pembangunan infrastruktur, sistem informasi pasar yang memadai, dan aturan yang tegas untuk mendukung terwujudnya pangan yang murah dan berkualitas. Karena sesungguhnya di dalam Islam, penguasa adalah pelayan rakyat.

Sebagaiman sabda Rasulullah SAW:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

[Mnh]

Leave a Reply

Your email address will not be published.