Breaking News

KDRT: Tak Cukup Sekadar Speak Up!

Spread the love

Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Redaktur Pelaksana Muslimahtimes.com)

Muslimahtimes.com–Isu KDRT tengah hangat dibicarakan di berbagai media pasca laporan Lesti Kejora terhadap suaminya Rizky Billar. Netizen dibuat heboh dengan adanya fakta kekerasan dalam rumah tangga artis yang dikenal romantis di hadapan publik. Hampir sebagian besar masyarakat menghujat pelaku KDRT dan membela korbannya. Bahkan para pegiat perempuan juga ramai-ramai mendorong agar kaum perempuan berani speak up ketika mengalami tindak KDRT dari pasangannya.

Salah satunya diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, yang menyuarakan agar perempuan berani speak up demi memberi efek jera kepada pelaku. Bahkan Bintang juga menyatakan telah ada call center dan nomor Whatsapp resmi untuk pengaduan KDRT.

Namun demikian, benarkah KDRT tak akan terjadi lagi hanya dengan korbannya berani speak up?Tampaknya tak semudah itu, sebab KDRT lahir dari rangkaian kerusakan sistemis yang tentu saja membutuhkan penyelesaian yang komprehensif.

Krisis Sakinah dalam Rumah Tangga

Salah satu tujuan dari berumah tangga adalah mewujudkan ketentraman dan keharmonisan atau sakinah mawadah warahmah. Namun apa daya, faktanya banyak rumah tangga yang justru krisis sakinah. Hal tersebut bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kurangnya komunikasi, impitan ekonomi, dan adanya pengabaian hak dan kewajiban suami atau istri. Namun, kesemua itu bersumber pada ketiadaan fondasi yang kokoh dalam membangun rumah tangga.

Bukankah banyak kita saksikan pasangan suami istri yang menikah sekadar bermodal cinta dan materi tanpa dibarengi ilmu dalam berumah tangga? Sehingga pada praktiknya muncul beragam konflik yang tak berujung pada penyelesaian yang ditempuh dengan sahih?

Adapun semestinya pemahaman agamalah yang menjadi fondasi dalam membangun rumah tangga. Karena agama adalah asas sahih yang akan menunjukkan manusia ke jalan yang benar dan lurus. Maka, dalam berumah tangga pun harusnya pasangan suami istri menjadikan pemahaman agama sebagai fondasi utama. Sehingga perjalanan rumah tangga akan dituntun oleh syariat. Ketika menghadapi konflik pun akan diselesaikan berdasarkan sudut pandang syariat Islam.

KDRT Buah Tak Paham Syariat

Dalam kehidupan berumah tangga, suami merupakan pemimpin (qowwan) bagi istrinya. Sebagaimana tertuang dalam surat An-Nisa ayat 34, “Arrijalu qowwamuna ‘alaa nisaa”. Maka, suami memiliki hak penuh atas istrinya, dan istri wajib taat kepada suaminya. Meski begitu, Islam memiliki rambu-rambu yang mesti ditaati, agar kepemimpinan para suami tak bersifat otoriter atau diktator.

Suami wajib menggauli atau memperlakukan istrinya secara makruf (baik), karena meski Islam menempatkan posisi suami sebagai pemimpin atas perempuan, tetap Islam mengatur agar para suami tidak bertindak sewenang-wenang kepada istrinya. Allah Swt. pun telah memerintahkan kepada suami agar menggauli istrinya dengan baik,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ

“Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Demikianlah sejatinya Islam memandang bahwa relasi antara suami dan istri adalah relasi persahabatan, bukan relasi atasan dan bawahan atau majikan dengan buruh. Jika demikian, maka peran suami sebagai qowwan wajib dibarengi dengan perlakuan baik terhadap istrinya, baik dari sikap maupun perkataan.

Sebab sejatinya memperlakukan istrinya secara buruk, apalagi sampai melakukan kekerasan fisik kepadanya merupakan bentuk pelanggaran terhadap syariat Islam. Oleh karena itu, suami yang bertakwa takkan mungkin melakukan KDRT sebab sejatinya istri adalah amanah yang harus dijaga. Semarah apa pun suami kepada istri, ia akan berusaha tetap bersikap sesuai koridor syariat.

Jika istri nusyuz (membangkang atau bermaksiat), Islam membolehkan suami memukul istrinya. Tetapi bukan pukulan yang menyakiti dan meninggalkan bekas, melainkan pukulan yang bersifat ta’dib (mendidik). Tidak boleh memukul di bagian wajah, dan tidak boleh memukul menggunakan benda keras. Namun, pukulan suami terhadap istri tersebut hanya boleh dilakukan setelah melewati tahapan yang dianjurkan syariat, yakni dinasihati kemudian dipisahkan tempat tidurnya.

Butuh Solusi Sistemis

Persoalan KDRT hakikatnya merupakan ekses dari penerapan sistem kehidupan yang jauh dari syariat Islam. Jadi, bukan sebatas persoalan individu. Maka, speak up saja tidak cukup karena tidak menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya.

Jika ditelisik, penyebab KDRT paling banyak adalah karena persoalan ekonomi. Sebagaimana kita tahu bahwa impitan ekonomi yang melanda sebagian besar masyarakat adalah akibat pemerintah gagal menjalani perannya sebagai pemelihara dan pelayan rakyat. Harga-harga kebutuhan pokok melambung tak terkendali, PHK di mana-mana, biaya kesehatan dan pendidikan yang kian tak terjangkau. Jelas semua itu membebani kehidupan masyarakat. Padahal pemerintah merupakan pemelihara urusan rakyatnya, bukan sekadar regulator alias perantara antara rakyat dan para pengusaha. Negara wajib menjamin kesejahteraan rakyat dengan mengelola Sumber Daya Alam dan mengembalikan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat. Pun layanan pendidikan dan kesehatan, negara wajib menjamin keduanya agar terjangkau oleh rakyat bahkan gratis. Hal tersebut hanya dapat terwujud nyata manakala Islam diterapkan dalam institusi negara. Sebab sistem Islam memiliki konsep sistem ekonomi yang mampu menyejahterakan rakyat.

Tak hanya itu, keberadaan sistem Islam juga akan mampu menopang terwujudnya rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Sebab negara ikut berperan dalam menjaga setiap individu agar terikat dengan syariat Islam. Betapa tidak, negara akan menciptakan masyarakat islami dengan menerapkan syariat Islam. secara kaffah termasuk menjatuhkan sanksi kepada para pelanggar syariat secara tegas.

Dengan itulah setiap individu akan terjaga dari penyimpangan terhadap syariat, termasuk pasangan suami istri. Mereka akan takut menodai janji suci pernikahan dengan perbuatan maksiat, misalnya berselingkuh yang pada akhirnya memicu tindak KDRT. Karena Islam menutup rapat-rapat pintu zina dengan adanya penerapan sistem pergaulan Islam, yakni adanya larangan campur baur antara laki-laki dan perempuan kecuali untuk kepentingan syar’i.

Oleh karena itu, persoalan KDRT harus diselesaikan secara tuntas dengan mencabut akar-akar penyebab terjadinya tindakan tersebut. Satu-satunya solusi yang dapat memayungi penyelesaian KDRT secara komprehensif adalah dengan menerapkan sistem Islam secara sempura melalui tegaknya institusi Khilafah. Wallahu’alam bis shawab.