Breaking News

Khilafah Menjaga Ketahanan Keluarga

Spread the love

Oleh.Hana Annisa Afriliani,S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)

Muslimahtimes – Heboh kasus poliandri ASN mencuat ke permukaan. Betapa tidak, poliandri alias memiliki suami lebih dari satu merupakan sesuatu yang sangat tabu di tengah masyarakat. Jika poligami dibolehkan syariat, poliandri jelas melanggar hukum syariat. Haram hukumnya seorang perempuan bersuami lebih dari satu.

Fenomena poliandri di kalangan ASN diungkap oleh Menteri Tjahjo Kumolo pada 28 Agustus lalu. Dalam satu tahun ini, Menteri Tjahjo Kumolo mengaku menerima setidaknya lima laporan Poliandri. ASN yang dilaporkan kini sedang dalam investigasi internal bersama dengan Badan Pengawasan Nasional (BPN) dan Kementerian Hukum dan HAM. (Suara.com/31-08-2020)

Sesungguhnya segala problematika yang membelit keluarga merupakan implikasi dari penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Tanpa pemahaman Islam yang utuh, seseorang jelas akan sangat mudah melakukan segala hal yang dia inginkan. Tak peduli apakah hal tersebut bertentangan dengan hukum syariat Islam ataukah tidak. Begitulah hakikatnya sekulerisme, mampu menggerus ketakwaan seorang Muslim perlahan tapi pasti.

Sangat jelas bahwa kapitalisme mampu menjadikan seseorang gelap mata, tak peduli lagi akan dosa dan neraka, yang penting diuntungkan secara materi. Sungguh, sekularisme-kapitalisme merupakan ancaman nyata bagi ketahanan keluarga. Padahal dalam Islam keluarga merupakan unit terkecil untuk membentuk sebuah peradaban. Maka keharmonisan di dalam sebuah keluarga sangat menentukan corak peradaban di masa depan. Apa jadinya jika keluarga-keluarga Muslim justru terlilit problematika? Jangankan generasi unggulan akan dicetak, sakinah mawadah warahmah saja mungkin tak dirasa.

Sungguh hanya dalam balutan sistem Islam lah ketahanan keluarga akan terjaga. Sebab pondasi bangunan keluarga adalah akidah Islam. Negara pun turut berperan dalam menjaga ketahanan keluarga-keluarga Muslim. Negara akan memfasilitasi seoptimal mungkin agar para suami mampu menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga, yakni memberikan nafkah bagi keluarga. Negara akan membuka peluang kerja yang selebar-lebarnya bagi para laki-laki untuk bekerja. Sangat berbeda dengan sistem kehidupan hari ini, justru kaum perempuan lah yang ‘ditarik’ ke dunia kerja. Dari situlah akhirnya terjadilah berbagai pelanggaran-pelanggaran hukum syara seiring dengan berinteraksinya seorang oerempuan dengan banyak lelaki nomahrom di ranah publik. Tak jarang banyak diantara mereka mengabaikan tata pergaulan islami saat berada di dunia kerja. Berikhtilat (campur-baur) dengan lawan jenis bahkan menjalin hubungan gelap dengan rekan kerja menjadi sesuatu yang jamak ditemukan di sistem kehidupan hari ini.

Padahal dalam Islam hukum bekerja bagi seorang perempuan adalah mubah (boleh), bukan kewajiban. Itupun harus diikat dengan syarat-syarat yang cukup ketat, yakni harus atas izin suami, tidak boleh bertabaruj, tidak boleh berikhtilat, tidak boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mengekspolitasi kemolekan tubuh atau kecantikan wajah. Poinnya, bekerjanya seorang perempuan dalam Islam bukan dalam rangka menopang perekonomian keluarga, melainkan sekadar mengaktulisasikan ilmunya agar bermanfaat bagi umat.

Peran negara dalam menjaga ketahanan keluarga merupakan sesuatu yang sangat vital. Sebab ketahanan keluarga tak mungkin bisa terwujud hanya dengan menyandarkan pada kesalihan individu, tetapi harus juga ditopang oleh penerapan sistem Islam. Karena dengan adanya sistem Islam tersebut, niscaya iklim kehidupan yang tercipta di tengah-tengah masyarakat adalah iklim kehidupan yang islami, lekat dengan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Dengan demikian amatlah nyata, bahwa hanya khilafah, institusi penerap syariat Islam kaffahlah yang mampu menjaga ketahanan keluarga secara hakiki. Wallahu’alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.