
Oleh: Fath A. Damayanti, S.Si
(Pemerhati Lingkungan dan Politik)
#MuslimahTimes — Sumatra Barat, menjadi sorotan sejak 21 Januari 2021 lalu. Musababnya bermula dari sebuah unggahan Facebook salah seorang siswi yang mengaku dipaksa memakai jilbab saat berada di sekolah, kendati dirinya adalah non-muslim. Siswi berinisial JCH itu menyatakan tidak bersedia mengikuti aturan memakai jilbab. Di Indonesia, aturan seragam sekolah yang diskriminatif ini bukan yang pertama kali. Dua tahun lalu, isu serupa terjadi di SMA Negeri 2 Rambah Hilir di Rokan Hulu, Riau. Di Yogyakarta malah terdapat tiga sekolah menengah yang terlibat kontroversi imbauan berjilbab (tirto.id, 31/1/2021).
Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Padang, Rusmadi, mengaku tidak tahu persoalan yang dialami Jeni setelah ramai di media sosial. Ia juga tak tahu adanya pertemuan antara Elianu Hia dengan Zakri Zaini lantaran tidak ada surat pemanggilan resmi kepada pihak orang tua. Jumlah murid beragama selain Islam di SMK Negeri 2 Padang, mencapai 46 orang. Mayoritas para siswi, klaimnya, sukarela mengenakan kerudung tanpa paksaan demi menyesuaikan diri dengan murid lain juga mengikuti tradisi di Kota Padang. Dia juga berkata, kewajiban menggunakan jilbab sudah ada sejak Wali Kota Padang Fauzi Bahar menjabat pada tahun 2005 yang setiap tahun diperbarui. Salah satu poin dalam Instruksi Wali Kota Padang No.451.442/BINSOS-iii/2005 itu tertulis mewajibkan jilbab bagi siswi yang menempuh pendidikan di sekolah negeri Padang. Kendati nomenklaturnya ditujukan kepada siswi Muslim, nyatanya murid beragama lain juga memakai jilbab (bbc.com, 26/1/2021).
Kasus jilbab SMKN Padang yang lahir dari keputusan Walikota setempat akhirnya dievaluasi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengatakan telah berkoordinasi dengan Pemprov Sumatera Barat untuk menjatuhkan sanksi tegas bagi penyelenggara sekolah yang melanggar aturan Menteri Pendidikan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah. Pasalnya sekolah tidak boleh membuat aturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian agama tertentu sebagai seragam sekolah. Menurut Nadiem, hal itu merupakan bentuk intoleransi. Hal ini akhirnya menjadi celah untuk membatalkan berbagai peraturan yang bersandar pada aturan agama (Perda Syariat).
Kasus seperti ini bukan hanya sekali ini saja terjadi, namun ketika Islam yang memberlakukan aturannya dikatakan intoleransi. Ini adalah bukti bahwa sistem demokrasi tidak memberi ruang bagi pemberlakuan syariat sebagai aturan publik. Islam dikerdilkan menjadi ajaran ritual sebagaimana agama lain. Akhirnya segala aturan yang terkait agama terkhusus Islam akan dicari celahnya agar tidak bisa diberlakukan. Banyak problem diklaim lahir dari pemberlakuan Perda Syariat sehingga perlu dilakukan evaluasi, bahkan sebelumnya beberapa perda syariah juga telah dihapuskan.
Bagi muslimah wajib baginya menggunakan khimar sebagaimana yang disampaikan dalam QS An Nuur [24] : 31, yakni kain kerudung yang panjang agar dapat menutupi dada dan bagian sekitarnya, agar berbeda dengan pakaian wanita Jahiliah. Kemudian juga kewajiban menggunakan jilbab sebagaimana disampaikan dalam QS Al Ahzab [33] : 59. Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa jilbab artinya adalah ar ridaa` (pakaian sejenis jubah/gamis). Ada yang berpendapat jilbab adalah al qinaa’ (kudung kepala wanita atau cadar). Pendapat yang sahih, jilbab itu adalah baju yang menutupi seluruh tubuh (al tsaub alladzy yasturu jamii’ al badan).” (Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 14/107).
Islam pun mempunyai pengaturan tersendiri bagi non muslim yang hidup di bawah nanungan Negara islam (Daulah Islamiyah). Ketika mereka berada dalam kehidupan umum misalnya pasar, fasilitas umum, dan berada di luar wilayah komunitas mereka maka haruslah mengikuti aturan yang berlaku yaitu mengenakan jilbab dan kerudung. Namun ketika berada di kehidupan khusus yaitu wilayah komunitas non muslim maka mereka dengan bebas dipersilahkan untuk menggunakan pakaian, makanan, minuman seperti yang ada di ajaran mereka masing-masing. Hal tersebut juga dilakukan oleh non muslim tanpa merasa terpaksa karena mereka menerima Islam dengan segala aturannya untuk kehidupan umum dan karena begitu adilnya Islam terhadap non muslim dalam setiap aspek kehidupan.
Islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan, jin dan manusia. Islam melarang manusia berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah. Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan hewan saja, Islam sudah mengatur agar tidak semena-mena. Apalagi dengan manusia walaupun dia kafir. Ibnu Qayyim berkata, “Jika meyakini bahwa memutuskan perkara dengan hukum Allah hukumnya tidak wajib dan ia boleh memilih (mau memakai hukum Allah atau hukum positif), sekalipun ia meyakini hukum Allah maka ini adalah kufur akbar”. Maka sudah sepatutnya kaum muslim kembali kepada aturan Allah dan menerapkan isi dari Al Qur’an, sehingga setiap permasalahan yang ada akan tersolusikan secara tuntas. Wallahua’lam bishawab [*].