Breaking News

Krisis Pangan Melanda Negeri, Food Estate Bukan Solusi

Spread the love

Oleh. Vani Nurlita Santi

Muslimahtimes.com–Sejumlah aksi protes dilakukan oleh puluhan aktivis dari Greenpeace Indonesia, save our Borneo, WAHLI Kalteng dan LBH Palangka Raya di tengah lokasi proyek Food Estate pemerintah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah pada, Kamis (10/11/2022). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan akibat gagalnya proyek food estate yang digadang-gadang oleh pemerintah untuk mengatasi krisis pangan. Namun, alih-alih mengatasi krisis pangan, proyek yang telah membabat habis hutan lindung di Kalimantan Tengah seluas 760 hektare ini mengalami kegagalan dan memperparah krisis iklim yang ada di Kalimantan.

Proyek food estate yang ada di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan NTT ini bukanlah percobaan pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis pangan. Sedikitnya percobaan food estate di Indonesia sudah dilakukan sebanyak 3 kali dan menghabiskan lahan jutaan hektare.

Percobaan proyek food estate pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1995. Dengan program Food Estate PLG (Proyek Lahan Gambut), pemerintah hendak mencetak sawah seluas 1 juta hektar di Kalimantan Tengah, namun proyek ini tidak pernah terjadi. Proyek tersebut menyebabkan tutupan pohon hilang dengan skala yang sangat besar. Kedua, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah juga mencoba program food estate di dua lokasi pada tahun 2011. Dengan program Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) pemerintah berniat mencetak sawah seluas 1,2 juta hektare di Merauke, Papua. Namun, program cetak sawah padi ini justru mengancam hutan sagu masyarakat Papua.

Selanjutnya dua tahun kemudian pada 2013 presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mencoba program food estate di Ketapang Kalimantan Barat. Dari lahan seluas 100.000 hektar hanya 0,11 persen yang berhasil di manfaatkan. Seluruh program food estate tersebut gagal total. Meski tidak pernah berhasil, rezim pemerintahan Joko Widodo kembali mengulang program food estate. Presiden menunjuk mentri pertahanan Prabowo Subianto untuk memimpin program tersebut. Pemerintah menargetkan cetak sawah seluas 30.000 hektar di Kalimantan tengah.

Melihat serangkaian percobaan food estate yang di lakukan pemerintah Indonesia, wajar saja jika banyak aksi protes yang dilakukan oleh para aktivis lingkungan kepada pemerintah. Pemerintah tidak belajar dari kesalahan proyek food estate yang dulu pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Program ini tetap dipaksakan, meski lemah secara kajian ilmiah dan cacat hukum.

Pada akhir tahun 2021 mahkamah konstitusi menyatakan jika undang-undang cipta kerja atau omnibus law bertentangan dengan UUD 1945. Meski harus diperbaiki selama 2 tahun undang-undang ini tetap berlaku. Proyek-proyek strategis nasional pun dimudahkan dengan adanya undang-undang ini. Lagi-lagi masyarakat adat, petani dan lingkungan yang harus menjadi korban dari keserakahan pemerintah dalam pembukaan investasi agribisnis dalam industri pangan global.

Untuk menyelesaikan krisis pangan yang melanda negeri maka sedikitnya ada beberapa sistem yang perlu untuk dikritisi juga. Misalnya sistem ekonomi dan politik yang mendukung berlangsungnya proyek ini. Sistem ekonomi kapitalisme yang digunakan di Indonesia sudah memberikan banyak bukti kegagalannya. Proyek yang direncanakan melalui investasi ini membuka peluang bagi para korporat untuk mengambil andil dalam proyek ketahanan pangan yang dilakukan oleh pemerintah. Model pertanian yang melibatkan korporasi, bisa dipastikan akan diberikannya izin konsesi untuk pengelolaan lahan. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, sementara pengelolaan diserahkan kepada korporasi.

Sedangkan sistem politik yang digunakan sangat lemah untuk menghukum siapa-siapa saja yang seharusnya bertanggung jawab dalam proyek food estate sejak masa orde baru. Sistem politik yang memberikan sanksi tegas ini sangat diperlukan agar tidak terjadi lagi kesalahan serupa yang dilakukan oleh rezim selanjutnya. Sehingga dampak buruk yang pernah dihasilkan dari proyek tersebut bisa dihindari. Ideologi kapitalisme di negara ini sudah menunjukkan kerusakan demi kerusakan di dalamnya. Maka sudah seharusnya negara tercinta kita menggunakan sistem yang bisa mengatur permasalahan yang ada secara keseluruhan. Hanya ideologi Islam, satu-satunya ideologi yang menyediakan sistem tersebut. Terbukti, ideologi Islam mampu mengatasi seluruh permasalahan umat secara keseluruhan serta mampu mensejahterakan masyarakatnya di 2/3 dunia selama 13 abad lamanya. Wallahu alam bissawab.