Breaking News

Kritik Atas Pembatasan Usia Pernikahan Bagi Perempuan

Spread the love

Oleh: N. Vera Khairunnisa

#MuslimahTimes — Berniat menikah di usia dini? Tentu hal yang baik. Hanya saja hari ini, kita tidak bisa daftar menikah jika saja usia kita belum mencapai 19 tahun.

Setelah sekian puluh tahun UU yang mengatur batas usia minimal pernikahan seorang perempuan yakni 16 tahun, kini telah sah berubah menjadi 19 tahun, batasan yang sama dengan laki-laki. Usulan perubahan ini sebetulnya sudah cukup lama. Hanya saja, baru benar-benar terealisasi di tahun ini.

Ada beberapa alasan mengapa pihak-pihak yang turut dalam memperjuangkan perubahan ini, ingin agar batas usia pernikahan dirubah. Beberapa di antaranya adalah apa yang dikemukakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

Menurutnya, keputusan ini untuk menyelamatkan anak dari praktik perkawinan anak yang sangat merugikan baik bagi anak, keluarga, maupun negara. Selain itu, beliau menyampaikan bahwa perubahan ini dilakukan demi memperjuangkan masa depan anak-anak Indonesia sebagai SDM Unggul dan Generasi Emas Indonesia 2045.

“Pertimbangan batas usia 19 tahun ditetapkan karena anak dinilai telah matang jiwa dan raganya untuk melangsungkan perkawinan secara baik, tanpa berakhir perceraian serta mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Kami harap kenaikan batas usia ini dapat menurunkan risiko kematian ibu dan anak, serta memenuhi hak-hak anak demi mengoptimalkan tumbuh kembangnya,” tutur Yohana Yembise (www. pikiran-rakyat. com, 13/09/2019).

Jika disimpulkan dari keterangan di atas, alasan perubahan di antaranya adalah: Pertama, untuk menyelamatkan anak dari praktik perkawinan anak yang sangat merugikan baik bagi anak, keluarga, maupun negara. Kedua, memperjuangkan masa depan anak-anak Indonesia sebagai SDM Unggul dan Generasi Emas Indonesia 2045.

Ketiga, untuk mewujudkan pernikahan yang baik, tanpa berakhir perceraian serta mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Keempat, dapat menurunkan risiko kematian ibu dan anak, serta memenuhi hak-hak anak demi mengoptimalkan tumbuh kembangnya.

Namun, apakah membatasi usia pernikahan ini akan menjadi solusi? Atau justru akan menimbulkan problem baru?

Memandang Masalah Secara Obyektif

Tidak bisa digeneralisir bahwa praktik pernikahan dini ini merugikan semua pihak. Pernikahan dini dan mewujudkan SDM unggul generasi emas juga tidak bisa dibenturkan. Pernikahan yang kacau dan berujung perceraian juga banyak dialami oleh mereka yang menikah di usia yang sudah matang. Begitupun dengan alasan lainnya, semua bukanlah alasan yang tepat untuk membatasi usia pernikahan.

Ketika seorang perempuan sudah baligh, memiliki kemauan untuk menikah, matang secara ilmu, mereka tahu hak dan kewajiban dalam berumah tangga serta paham visi misi sebuah pernikahan. Maka pernikahan yang dijalani adalah pernikahan yang sangat mulia, meski usia mereka masih di bawah 19 tahun. Dari pernikahan ini, akan lahir generasi unggul yang shalih dan shalihah. Tentu akan sangat menguntungkan semua pihak.

Betul bahwasannya hari ini, tidak sedikit yang menikah di usia dini hanya sekedar karena ingin segera menikmati hubungan seksual yang halal. Betapa banyak juga yang menikah di usia dini, karena mereka sudah kadung hamil di luar nikah. Maka mau tidak mau, pernikahan dini pun jadi solusi.

Padahal secara keilmuan, mereka sangat awam. Akibatnya, pernikahan yang mereka jalani tidak menemukan kebahagian. Fungsi dan peran keluarga berantakan. Tak jarang, KDRT pun jadi bumbu dalam pernikahan. Bahkan, klimaksnya bisa berakhir dengan perceraian.

Jadi permasalahannya adalah, mereka sudah matang secara biologis, bahkan hasrat seksual mereka begitu tinggi. Namun secara ilmu, mereka jauh dari kesiapan untuk menikah. Bahkan bisa jadi, mereka tidak paham bahwa hanya menikahlah, satu-satunya cara yang halal untuk bisa menyalurkan seksual.

Pertanyaannya adalah, mengapa hasrat seksual mereka sangat tinggi?

Kita lihat hari ini, tayangan atau tontonan yang merangsang naluri seksual bertebaran dimana-mana. Siapapun bisa dengan mudah mengaksesnya. Mulai dari musik, gambar, film romantis bahkan sampai video porno sudah dikonsumsi oleh sebagian besar anak muda hari ini. Inilah akibat diterapkannya sistem liberal demokrasi. Kebebasan yang menyebabkan dekadensi moral di tengah-tengah masyarakat.

Di sisi yang lain, sistem pendidikan berbasis sekuler yang diterapkan hari ini menyebabkan generasi hari ini jauh dari nilai-nilai agama. Mereka tidak memahami halal dan haram. Yang penting menyenangkan, maka akan mereka lakukan. Padahal kesenangan yang mereka rasakan hanya sesaat  saja, sebab pada akhirnya menghancurkan masa depan dirinya sendiri, juga menghancurkan masa depan bangsa.

Dengan kata lain, sistem pendidikan hari ini, telah gagal melahirkan generasi yang berakhlak mulia, matang dari sisi pemikiran dan perbuatan. Padahal, dewasa tidak dipandang dari usia. Ketika dia sudah mampu berpikir dengan benar, bertindak sesuai aturan Pencipta, maka dia sudah termasuk dewasa. Sebaliknya, hingga usia tua pun, ketika masih mengandalkan hawa nafsu dalam berbuat, tidak bisa dikatakan dia telah dewasa.

Maka, jika solusi untuk mengatasi banyaknya pernikahan tidak bahagia, dihiasi KDRT, bahkan berujung perceraian ini dengan membatasi usia pernikahan, tentu ini tidak bisa dibenarkan. Ketika semua hal yang merangsang seksual tetap dibiarkan. Ketika pendidikan berbasis sekuler tetap diterapkan. Bisa jadi, kebijakan salah kaprah ini akan menyebabkan seks bebas semakin merebak. Sebab masyarakat dipersulit untuk mengambil langkah yang sesuai dengan aturan agama dan fitrah manusia.

Solusi Islam Untuk Mengatasi Rusaknya Generasi

Jika ditelaah, problem yang ada sebetulnya bukanlah pernikahan dini itu sendiri. Rusaknya generasi dan institusi keluarga, itulah problem yang ada hari ini. Sehingga untuk menyelesaikannya, tentu harus sesuai dengan permasalahannya, sehingga diperoleh solusi yang tepat.

Sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, Islam mampu menyelesaikan berbagai problem. Termasuk problem rusaknya generasi ataupun hancurnya institusi keluarga.

  1. Stop Rangsangan Seksual

Untuk mencegah pemuda agar tidak terjerumus pada seks bebas, dan menjadikan mereka generasi unggul harapan masa depan, bukan dengan jalan membatasi pernikahan. Masa muda adalah masa yang seharusnya digunakan untuk mempersiapkan masa depan. Namun, kehidupan liberal hari ini menyebabkan para pemuda bertindak seenaknya tanpa memperdulikan untung dan rugi, apalagi pahala dan dosa. Tayangan atau tontonan yang berbau porno menjadi konsumsi sehari-hari. Semua ini seringkali membuat para pemuda tidak mampu menahan hasrat seksual. Akhirnya, pergaulan bebas pun menjadi gaya hidup kaula muda hari ini.

Oleh karena itu, menambah batas minimal usia pernikahan dengan alasan untuk meminimalisir pernikahan yang tidak harmonis, atau untuk mewujudkan SDM unggul dan berkualitas, tidak ada artinya dan tidak berefek apapun jika pemerintah membiarkan paham kebebasan berkeliaran di negeri ini.

Mengatasi problem hasrat seksual yang tinggi seharusnya dengan menutup setiap celah rangsangan seksual, semisal pornografi dan pornoaksi. Jika pemerintah serius, pasti hal ini mudah dilakukan.

  1. Terapkan Sistem Pendidikan Islam

Sistem pendidikan dalam Islam memiliki tujuan untuk melahirkan generasi yang menguasai sains dan teknologi serta memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Semua itu akan diwujudkan dalam kurikulum berbasis akidah Islam. Pemerintah betul-betul harus bertanggung jawab dalam menciptakan generasi unggul. Tidak boleh membiarkan para pemuda mengisi hari-harinya dengan aturan atau gaya hidup yang merusak. Masa muda akan diisi dengan terus menambah wawasan, baik keilmuan dunia maupun tsaqafah Islam.

Pendidikan ini menjadi hak semua warga, baik muslim maupun non muslim, baik yang kaya maupun yang miskin. Semua mendapat hak yang sama, yakni pendidikan berkualitas dengan biaya yang sangat terjangkau bahkan bisa jadi gratis.

Sistem pendidikan ini akan mampu melahirkan generasi yang matang bukan hanya secara biologis semata, namun juga dari sisi kepribadian. Mereka akan mengambil setiap keputusan dengan matang, berdasarkan pola pikir yang Islami. Sehingga tidak akan terjadi pernikahan hanya didorong oleh nafsu saja. Namun juga oleh dorongan akidah. Dengan demikian, tidak akan ada masalah menikah di usia yang masih tergolong muda. Ketika pemikiran mereka matang, justru pernikahan akan memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri, keluarganya, juga bagi negara.

Dengan dua solusi ini, akan terwujud pemuda yang berpikir cemerlang, positif, produktif. Pemuda yang mampu membangun keluarga bahagia. Pemuda yang mampu melahirkan generasi unggul penerus masa depan.

Pernikahan adalah Ibadah

Dalam Islam, pernikahan adalah ibadah. Siapapun yang sudah ingin dan siap untuk menikah, maka tidak dilarang untuk melakukannya. Tidak ada aturan mengenai batas usia minimal pernikahan dalam Islam. Yang pasti, antara mempelai laki-laki maupun perempuan, keduanya harus sama-sama memiliki kesiapan dalam menjalani biduk rumah tangga. Siap secara fisik, juga siap secara keilmuan.

Siap secara fisik artinya dia sudah baligh. Dalam Islam, ketika seseorang sudah mengalami tanda-tanda baligh, maka dia bukan lagi terkategori anak-anak. Maka saat itulah dia harus bertanggungjawab atas setiap yang dilakukannya. Dalam kitab fikih disebutkan tanda-tanda baligh yakni:

(فصل ) علامات البلوغ ثلاث : تمام خمس عشرة سنه في الذكروالأنثى ، والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين ، و الحيض في الأنثى لتسع سنين .

Tanda-tanda Baligh yaitu 3: Sempurna umurnya 15 tahun pada laki-laki dan perempuan , dan mimpi pada laki-laki dan perempuan bagi umur 9 tahun , dan dapat haid pada perempuan bagi umur 9 tahun.

Siap secara keilmuan artinya dia sudah matang dalam pemikiran dan perbuatan. Paham hak dan kewajiban serta mengetahui visi misi sebuah pernikahan.

Rasulullah SAW bersabda (artinya): “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia menikah karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu (menikah) hendaknya berpuasa, karena ia (puasa itu) dapat mengendalikanmu (HR al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud RA).

Para sahabat Rasulullah dan generasi salafus shalih adalah teladan terbaik. Banyak di antara mereka yang melakukan pernikahan di usia muda, namun pernikahan mereka penuh keberkahan. Para pemuda tersebut juga memiliki andil yang sangat besar dalam mewujudkan peradaban agung.

Jadi, permasalahannya tidak terletak pada seberapa dini seseorang menikah. Namun hancurnya generasi dan keluarga hari ini adalah akibat diterapkan sistem kapitalis sekuler yang penuh dengan kebebasan. Oleh karena itu seharusnya, solusinya adalah dengan mengganti sistem yang ada hari ini, dengan sistem Islam. Yang sudah terbukti mampu mewujudkan peradaban yang gemilang selama lebih dari 13 abad lamanya.

Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.