Breaking News

Ledakan Covid Kian Gawat, Akankah Lockdown Diterapkan?

Spread the love

Oleh: Eni Imami, S.Si (Pendidik Pegiat Literasi)

Muslimahtimes.com – Kasus Covid-19 di Indonesia terus melonjak dan bertambah belasan ribu setiap harinya. Tidak hanya merebak di kota-kota besar, kota kecil seperti Kudus dan Bangkalan juga tinggi lonjakannya. Indonesia pun tercatat sebagai negara pertama di Asia Tenggara dengan lonjakan 2 juta kasus Covid-19 pada Senin (21/6/2021).

Dilansir dari liputan6.com, per-24 Juni 2021 tercatat 2.003.421 kasus Covid-19 dengan 55.594 kematian. Akibatnya, banyak rumah sakit overload dan terancam kolaps karena tak mampu menampung pasien. Tak menutup kemungkinan angka tersebut masih bisa meningkat.

Indonesia sudah memasuki tahun kedua pandemi Covid-19. Berbagai upaya telah dilakukan untuk pencegahan. Vaksinasi juga sudah berjalan. Namun, lonjakan kasus Covid-19 tak terelakkan. Sejumlah pengamat menilai karena masyarakat banyak yang abai pada protokol kesehatan. Selain itu, varian baru Covid-19 juga ditemukan dengan daya penyebarannya yang ganas.

Ahli Epidemiologi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Masdalina Pane pun angkat bicara. Dilansir dari voaindonesia.com (20/6/2021), ia menilai lonjakan tinggi kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mencegah masuknya varian baru virus Covid-19 dari luar negeri.

Masih lekat dalam ingatan ketika pemerintah melarang masyarakat mudik lebaran, tetapi TKA China tak dilarang masuk Indonesia, padahal saat itu kasus Covid-19 belum mereda. Pun yang terjadi di India tak menjadi pelajaran agar lebih ketat melakukan pencegahan.

Desakan lockdown nyaring berbunyi. Salah satunya dari Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, meminta pemangku kebijakan mengambil langkah penguncian atau _lockdown_ dalam menekan lonjakan kasus Covid-19. (kesehatan.rmol.id, 18/6/2021).

Senada dengan hal itu, Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat menuturkan bahwa PPKM Mikro yang selama ini diterapkan untuk mencegah laju penyebaran Covid-19 dianggap gagal. Ia meminta Pemerintah mempertimbangkan lockdown secara nasional seperti Malaysia dan Singapura. (detiknews.com, 22/6/2021).

Sebenarnya sudah lama desakan lockdown diserukan untuk mencegah laju penyebaran Covid-19. Namun, atas pertimbangan ekonomi hal ini tak dilakukan. Muncul opini jika itu diterapkan maka ekonomi bakal mati suri, pengangguran melonjak, kemiskinan meningkat, ujungnya bisa berakibat resesi.

Lantas, jika tidak lockdown apakah ekonomi Indonesia terselamatkan? Tak terjadi ancaman resesi? Nyatanya ekonomi juga babak belur dan keselamatan masyarakat kian gawat.

Tidakkah Indonesia berkaca pada Malaysia, Singapura, dan Filipina? Negara tetangga yang memilih lockdown nasional demi menekan laju penyebaran Covid-19.

Dilansir dari bbc.com (22/6/2021), sejak awal Juni lalu Malaysia menerapkan karantina wilayah (lockdown) di penjuru negeri demi memerangi pandemi Covid yang kembali melonjak. Kebijakan serupa juga ditempuh Singapura, setelah ada peningkatan kasus secara tiba-tiba dan agresif pada pertengahan Mei lalu, Filipina melakukan karantina wilayah.

Lockdown menjadi langkah strategis atasi pandemi. Ini sudah jelas dalam hadist Nabi Saw. “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim)

Nabi Saw tak mungkin membawa petunjuk yang salah. Terbukti diterapkan oleh Umar bin Khatthab tatkala terjadi pandemi di masa kepemimpinannya. Sayangnya, petunjuk ini diabaikan dalam sistem sekarang.

Hal ini terjadi akibat kebijakan sekularisme kapitalistik telah mendominasi sistem negeri ini. Kepentingan ekonomi mengalahkan prioritas kesehatan dalam situasi pandemi. Hal ini menunjukkan kerendahan berpikir. Sebab, materi dinilai lebih tinggi dari jiwa manusia. Padahal sistem ekonomi kapitalisme tanpa pandemi pun sudah gagal menyejahterakan manusia.

Baru-baru ini, pemerintah pusat mengumumkan kebijakan baru yang disebut sebagai “penguatan” pembatasan sosial dalam skala mikro di zona merah Covid-19. Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers virtual, menyebutkan pembatasan ini mulai berlaku Selasa (22/06) hingga dua pekan ke depan. (bbc.com, 22/6/2021)

Jelaslah, dari pernyataan tersebut pemerintah masih enggan menerapkan lockdown meski desakan muncul dari berbagai pihak, meski ledakan Covid-19 kian gawat.

Rakyat terlanjur jenuh dengan kondisi pandemi yang tak kunjung reda. Namun, ekonomi juga tak kunjung terselamatkan. Kebijakan pemerintah yang setengah hati dan sering gonta-ganti kerap membingungkan.

Badai pandemi pasti berlalu jika semua pihak bersungguh-sungguh mengatasinya dengan cara yang benar. Butuh kebijakan yang tegas dan konsisten.

Cara yang benar itu sesuai aturan syar’i. Karena segala yang bersumber dari syariat pasti memberikan kebaikan. Semua ini akan bisa diterapkan ketika negara menjadikan Islam sebagai landasan. Keberadaan negara sebagai pelaksana syariat secara total dan menjalankan fungsinya sebagai pemelihara urusan rakyat serta pelindung dari segala keburukan.

Konsep lockdown dalam sistem Islam fokus pada solusi kesehatan. Bagaimana cara menyelamatkan jiwa rakyat dan virus tak terus menyebar. Fasilitas kesehatan akan terus ditingkatkan, baik secara kualitas dan kuantitas. Pemeriksaan dan penelusuran kasus pandemi akan ditangani dengan riset mutakhir. Selama lockdown, rakyat akan dijamin fasilitas hidupnya. Karena ekonomi negara kuat dan mandiri.

Maka sudah seharusnya lockdown diterapkan untuk mengakhiri pandemi ini. Dan negara menata kembali sistem kehidupan dengan berlandaskan Islam. Allahu a’lam bis showab.