Breaking News

Letusan Perang Rusia-Ukraina, Akankah Memantik Perang Dunia III ?

Spread the love

Oleh. Ummu Nazry
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Muslimahtimes.com– Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina tidaklah berimbang. Mengingat Rusia adalah negara besar yang tengah berusaha melebarkan sayapnya menggeser posisi Amerika sebagai negara adidaya. Rusia memiliki kecanggihan militer yang mumpuni dan tentara terlatih juga lembaga Intel KGB yang selevel dengan CIA milik Amerika. Selain juga Rusia saat ini memiliki presiden dengan latar belakang karier intelijen dan politik di KGB, yang pasti secara kemampuan membuat strategi politiknya pastilah akan selevel dengan presiden kelas negara besar dan adidaya.

Sedangkan Ukraina saat ini, dipimpin oleh seorang mantan pelawak yang terjun ke dalam dunia politik, yang pasti level kemampuan dalam merancang strategi politiknya pun pastilah akan ada di bawah kemampuan jebolan mantan intelijen yang sudah terbiasa dengan dunia spionase dan strategi politik.

Karenanya, terlihat jelas, gagapnya Ukraina saat menghadapi serangan militer Rusia yang masuk ke dalam negaranya. Ukraina tidak siap menghadapi kenyataan bahwa pada akhirnya hanyalah Ukraina sendiri yang harus menghadapi invasi militer Rusia masuk negaranya. Setelah sebelumnya Ukraina sempat bermimpi akan dibantu oleh NATO jika menghadapi konflik dengan Rusia.

Ukraina menghadapi kenyataan bahwa negara-negara yang diharapkan membantunya menghadapi Rusia, ternyata hanya memberikan aksi mengecam perang, tanpa ikut terjun ke medan perang menghadapi Rusia. Pun dengan bantuan yang diperoleh Ukraina dari Barat dalam menghadapi invasi militer Rusia, ternyata adalah bantuan yang tidak gratis, yang semakin mengukuhkan prinsip Barat yaitu ‘tidak ada makan siang gratis’. Dan Ukraina pada akhirnya baru tersadar bahwa ia harus membayar mahal seluruh bantuan yang diberikan Barat dengan hitungan utang dan kehancuran negeri akibat serangan militer Rusia. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin demikian gambaran nasib Ukraina hari ini.

Pada akhirnya langkah yang diambil Ukraina adalah mengurungkan diri untuk bergabung dengan NATO dan masyarakat Uni Eropa. Sebab NATO dan Uni Eropa akhirnya menolak permintaan Ukraina agar dirinya diterima masuk ke dalam persekutuan tersebut. Nasi telah jadi bubur. Langkah Ukraina menerima tantangan perang dari Rusia telah meluluhlantakan negerinya dan di saat yang sama harus ditolak keinginannya untuk bergabung ke dalam masyarakat uni eropa dan NATO. Sebab mungkin saja NATO tidak siap jika harus berurusan dengan Rusia, risiko yang diambil terlalu tinggi dibandingkan hasil yang didapat dari bergabungnya Ukraina ke dalam NATO.

Tidak hanya sampai di sini. Pada akhirnya negara lain mulai berkoar tentang serangan militer Rusia ke Ukraina. Ada yang pro dan banyak pula yang kontra. Ada yang mendukung Rusia, namun banyak pula yang mendukung Ukraina. Saat Rusia bersikukuh akan menyerang Ukraina secara militer, Amerika dan sekutunya langsung melakukan sanksi ekonomi terhadap negara Rusia, termasuk memblokir segala hal yang terkait dengan Rusia, dengan tujuan agar Rusia mengakhiri agresinya atas Ukraina.

Akibat mendapatkan sanksi dari Amerika dan lembaga internasional serta masyarakat Eropa Barat pada umumnya, maka Rusia pun tidak kalah langkah. Rusia melakukan komunikasi dengan Beijing (Cina), agar berkenan memberikan bantuan ekonomi militer kepada Rusia.

Terang saja Amerika dibuat marah atas langkah yang dilakukan Rusia yang berusaha menjalin kerja sama dengan Cina dalam membantunya menginvasi dan menundukkan Ukraina. Sehingga Amerika kembali memberi peringatan keras kepada Beijing jika meluluskan permintaan Rusia dengan memberikan bantuan ekonomi militer kepada Rusia dalam upayanya melumat negara Ukraina.

Karena itu, menjadi sebuah kewajaran bahwa konflik Rusia-Ukraina jika berhasil menarik masuk dan melibatkan negara-negara besar masuk ke dalamnya, maka akan memantik kemungkinan terjadinya perang dunia ketiga, sebab ada upaya dari Moskow (Rusia), untuk menarik Beijing (Cina) masuk dalam konflik tersebut.

Dan masyhur diketahui saat ini, bahwa Cina adalah negara rival pesaing berat Amerika dalam menancapkan hegemoninya di dunia, dalam menguasai ekonomi-politik dunia. Maka sangat mungkin jika Cina menerima permintaan dari Rusia untuk membantunya dalam menundukan Ukraina secara militer, dengan memberikan bantuan ekonomi militernya, akan berimbas pada timbulnya pantikan perang dunia ketiga.

Sebab pastilah gabungan koalisi kekuatan antara Rusia dan Cina akan mampu menandingi kekuatan Amerika sebagai negara Adidaya dunia saat ini. Walaupun gabungan koalisi antara Rusia dan Cina tetaplah koalisi yang lemah dan rapuh saja, sebab hubungan kerja sama (koalisi) yang dibangun di antara Rusia -Cina adalah dilandasi atas asas manfaat untuk mengeruk keuntungan semata. Maka, memang kelak tidak akan ada lawan dan kawan abadi. Yang ada hanyalah kepentingan semata.

Namun, tetaplah serapuh dan selemah apa pun hubungan dial antara Rusia dan Cina, tetap akan menggentarkan Amerika karena adanya status sebagai negara besar yang disandang oleh Rusia dan Cina. Dan juga dengan berbagai kemampuan mumpuni yang mereka miliki, terutama bidang kemiliteran dan ekonomi.

Sehingga panasnya Amerika melihat kenyataan jalinan hubungan Rusia-Cina akan mampu meningkatkan suhu ketegangan di negara Eropa, dan akan berpotensi pada pecahnya perang dunia ketiga yang mungkin diawali oleh invasi militer Rusia atas Ukraina. Dan jika meletus perang dunia ketiga maka seluruh dunia akan terkena imbasnya, berupa kehancuran baik secara fisik maupun secara moral. Bisa jadi pula, akan lebih dahsyat kehancurannya dibanding perang dunia satu dan perang dunia dua. Sebab perang dunia ke 3 pastilah akan menggunakan teknologi militer yang lebih canggih lagi berupa ledakan nuklir, sebab negara adidaya dan negara-negara besar dunia saat ini memang memiliki senjata nuklir yang sangat banyak, sebagai efek dari pengembangan teknologi nuklir yang sangat masif saat ini.

Walaupun bisa jadi pula perang dunia ketiga ini tidak akan terjadi, jika seluruh dunia tetap mengikuti doktrin dan aturan yang ditetapkan oleh negara adidaya, Amerika. Namu, satu hal yang menjadi bahan pertimbangan mendasar adalah bahwa Rusia dan Cina memiliki kekuatan yang hampir menyeimbangi kekuatan yang dimiliki oleh Amerika, juga banyaknya ketidakpuasan dari banyak negara atas kepemimpinan Amerika di dunia saat ini, sebab kepemimpinannya yang dilandasi oleh asas sekuler-kapitalisme, telah memantik banyak kerusakan diberbagai belahan bumi. Sehingga bisa jadi ketidakpuasan akan kepemimpinan terhadap Amerika saat ini akan menggerakkan timbulnya perlawanan terhadap kepemimpinan Amerika, yang bisa jadi berawal dari konflik antara Rusia-Ukraina, saat Rusia mendapatkan bantuan ekonomi militer dari Cina.

Wallahualam.