Breaking News

Mengikat Akal dan Jiwa Anak pada Al Qur’an

Spread the love

Oleh : Ummu Rien-Tine

(Kepsek Paud Khairu Ummah Bantul Yogyakarta)

Muslimahtimes– Seringkali kita sebagai orang tua terobsesi dengan keinginan mendidik anak menguasai ilmu Al Qur’an sejak dini dan menyepelekan menanamkan iman kepada Al Qur’an. Obsesi ini akhirnya menyebabkan orang tua lebih mengejar target hafalan dan kemampuan baca tulis Al Qur’an tanpa terlebih dahulu diawali dengan menghujamkan iman kepadanya. Ah, iman itu akan menguat seiring banyaknya hafalan anak. Begitulah kira-kira yang diamini oleh orang tua. Sebenarnya tidak salah tapi kurang tepat.

Atau tidak sedikit juga orang tua yang sudah mencoba menanamkan iman kepada Al Qur’an tapi hanya sebatas menyentuh perasaan anak tanpa mencoba mengajak anak berdialog dengan dialog yang memuaskan akalnya. Semua ini bisa terjadi karena keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh orang tua. Tulisan ini mencoba untuk membahas bagaimana cara mengikat anak pada Al Qur’an, tidak hanya pada jiwanya tapi juga akalnya.

//Mengikat Akal Anak pada Al Qur’an//

Iman artinya percaya. Iman kepada Al Qur’an artinya percaya dan yakin bahwa Al Qur’an adalah kalamulloh (firman Alloh). Tidak berbeda dengan proses menanamkan iman kepada Allah dan Rasulullah, proses menanamkan Iman kepada Al Qur’an juga dilakukan melalu proses berpikir. Kita mengajak anak berdiskusi dengan bahasa yang mudah dimengerti anak sehingga akalnya terpuaskan.

Pertama, pahamkan apa itu Al Qur’an. Al Qur’an adalah kitab suci yang berisi petunjuk hidup bagi manusia, diturunkan oleh Alloh kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Kaum Muslimin wajib melaksanakan semua aturan dan petunjuk di dalam Al Qur’an.

Kedua, yakinkan Al Qur’an berasal dari Alloh bukan buatan manusia. Kita bisa memulai dengan sebuah kisah sederhana. Syahdan ada seorang putra raja yang merantau ke negeri yang jauh untuk belajar berbagai ilmu. Setelah beberapa tahun lamanya, sang raja mengirim utusan yang membawakan sepucuk surat kepada putranya. Setelah dibuka, ternyata raja meminta putranya tersebut untuk segera pulang dan menggantikan dirinya menjadi raja. Sang putra percaya surat tersebut asli berasal dari raja dan bukan dibuat oleh utusan pembawa surat. Darimana keyakinan putra raja tersebut? Keyakinan tersebut diperoleh dari melihat tulisan tangan dan stempel kerajaan yang ada pada surat tersebut.

Begitu pula dengan Al Qur’an. Manusia bisa yakin Al Qur’an adalah kalamulloh yang harus ditaati dan dilaksanakannya jika manusia berhasil diyakinkan bahwa Al Qur’an adalah “asli” berasal dari Allah. Manusia tidak lagi ragu bahwa Al qur’an dibuat oleh orang arab (karena bahasa yang digunakan bahasa arab) dan juga tidak dibuat oleh Nabi Muhammad sebagai pembawanya.

Kemungkinan pertama, Al Qur’an dibuat oleh orang Arab. Hal ini tentu tidak mungkin karena Al Qur’an sendiri telah menantang orang arab untuk membuat karya yang serupa. Coba sekarang kita buka QS Al Isra 88 yang artinya, “ Katakanlah jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al qur’an ini, niscaya mereka tidak akan membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” Di dalam ayat tersebut, Al Qur’an menantang orang arab untuk membuat karya yang seruap dengan Al Qur’an. Nah setelah orang arab berusaha keras mencobanya, ternyata tidak berhasil.

Tantangan kedua, Alloh menantang membuat sepuluh surat saja sebagaimana firman Alloh dalam QS Hud ayat 13 yang artinya, “Katakanlah : “Maka datangkanlah sepuluh surat yang dapat menyamainya.” Tantangan kedua inipun juga tidak mampu mereka kerjakan.

Lalu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja jika memang sepuluh surat dirasa sangat berat. Tantangan Alloh ini bisa kita baca di dalam QS yunus ayat 38 yang artinya, “Katakanlah maka cobalah datangkan sebuah surat yang menyamainya.” Satu suratpun ternyata mereka juga gagal mewujudkannya. Dari sini kita telah mampu membuktikan bahwa Al Qur’an bukan berasal dari perkataan mereka.

Kemungkinan kedua, Al Qur’an dikarang oleh Nabi Muhammad. Hal ini bisa kita bantah dengan penjelasan berikut ini. Nabi Muhammad adalah orang arab juga, sejenius apapun Muhammad, ia tetap bagian dari kaumnya yang tidak dapat membuat karya yang serupa. Terlebih di tengah bangsa arab saat itu, Nabi Muhammad tidak dikenal sebagai seorang penyair yang sanggup menyusun rangkaian karya sastra. Beliau bahkan adalah seorang nabi yang ummi yang tidak bisa baca tulis. Sebagaimana yang telah dijelaskan Alloh di dalam QS Al A’rof 157 yang artinya, “Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi, yang namanya mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka.”

Terlebih ada banyak hadits yang berasal dari nabi yang tidak ada kemiripan dengan Al Qur’an dari segi gaya bahasanya padahal nabi membacakan Al Qur’an dan pada saat yang sama juga mengeluarkan hadits. Padahal sekeras apapun manusia berusaha, pasti tetap saja ada kemiripan antara gaya bahasa yang satu dengan yang lainnya.

Dari sini terbukti bahwa Al Qur’an bukan buatan orang Arab dan juga bukan buatan Nabi Muhammad, maka berarti Al Qur’an berasal dari Allah SWT.

//Mengikat Jiwa Anak pada Al Qur’an//

Selain memuaskan akalnya, orang tua juga harus membuat jiwa anak cinta pada Al qur’an dan merasa tentram kepadanya. Bagaimanakah caranya? Ada beberapa langkah yang perlu kita kondisikan saat bersama anak, di antaranya :

Pertama, biasakan anak mendengar lantunan ayat suci Al Qur’an di rumah, bisa dengan orang tua yang membaca atau dengan memperdengarkan dari kaset murottal dll. Jika ini dilakukan secara rutin, maka akan melahirkan perasaan anak senang terhadap Al Qur’an.

Kedua, biasakan memberi perhatian dan ketenangan terhadap Al Qur’an sehingga anak akan terbiasa menaruh perhatian besar kepadanya dan tidak mengutamakan sesuatu yang lain di atasnya. Keteladanan orang tua dalam hal ini akan sangat membekas pada jiwa anak sehingga anak pun akan melakukan hal yang sama tanpa perlu dipaksa.

Ketiga, meletakkan mushaf Al Qur’an di tempat yang utama dan layak sehingga anak akan paham bahwa mushaf Al Qur’an adalah sesuatu yang agung, besar, mulia, serta wajib dihormati, dicintai dan disucikan. Dari sinilah anak akan belajar bagaimana akhlak ketika berinteraksi dengan Al Qur’an.

Nah, ayah dan bunda, jika kita sudah melakukan semuanya, maka insya Alloh akal dan jiwa anak akan terikat pada Al Qur’an sehingga dengan senang hati ananda akan mau mempelajari, membaca dan melaksanakan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga anak-anak kita dimudahkan tumbuh dalam dekapan Al Qur’an. Aamiin Yaa Mujibas’saailiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published.