Breaking News

New Normal Life, Mengatasi Masalah dengan Masalah

Spread the love

Prita HW

(momblogger, freelance writer, praktisi pendidikan)

 

#MuslimahTimes — Sudah siapkah kita dengan skema new normal life yang baru-baru ini dirilis pemerintah? Beberapa juga sudah banyak mengunggah peralatan apa saja yang akan mereka bawa saat beraktivitas di luar ruangan di kehidupan era tatanan baru nanti. Hm, seperti apa sebenarnya?

Tatanan baru ternyata secara tidak sadar sudah ada di tengah-tengah kita sebagai model adaptasi dari perubahan yang sudah terjadi di tengah-tengah masyarakat sebelumnya. Bisa jadi, tak akan pernah lagi ada kehidupan yang sebelumnya kita nikmati, karena semuanya sudah berubah.

Bahkan, dalam sebuah buku bertajuk New World Order : Menguak Rencana Licik Zionis Menguasai Dunia yang ditulis oleh A. Ralph Epperson, seorang peneliti sejarah konspirasi dunia, memuat satu statement menarik dari Alvin Toffler dalam bukunya yang berjudul The Third Wave : “Sebuah peradaban baru muncul di kehidupan kita. Peradaban baru ini membawa gaya keluarga baru, mengubah cara bekerja, cara mencintai dan mencari kehidupan, sebuah perekonomian baru; di atas semua ini juga perubahan kesadaran”.

Agaknya sedikit banyak, hal itu kita alami saat ini. Narasi ambigu yang disampaikan pemerintah memang menyimpan banyak tanda tanya bagi sebagian besar orang. New normal life yang disosialisasikan lebih banyak mengarah pada pemulihan kondisi ekonomi yang tentu berhubungan erat dengan kepentingan para kapital besar. Ironisnya, upaya tersebut tak diimbangi dengan langkah-langkah serius dan konkrit untuk mengatasi pandemi secara simultan ke arah yang lebih baik.

New normal life yang dimaksud hanya mengikuti tren global karena banyaknya desakan. Tepatnya, menyelesaikan masalah dengan masalah. Pasalnya, untuk menuju new normal life sendiri bagi negeri +62 ini masih terlalu dini. Yang terjadi, masyarakat justru berpersepsi kalau puncak pandemi sudah terjadi, padahal kenyataannya belum.

Seperti dilansir merdeka.com, Dr. Hermawan Saputra, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), juga mengkritik pemerintah yang minim persiapan untuk menjalani new normal life. Terlalu dini, ujarnya, sebab temuan kasus baru juga makin meningkat dari hari ke hari. 

Belum lagi, seharusnya berbicara tentang new normal life harus ada beberapa syarat yang mestinya sudah dipenuhi. Pertama, harus sudah ada perlambatan kasus atau kurva yang melandai. Kedua, mestinya sudah dilakukan optimalisasi PSBB. Ketiga, masyarakatnya sudah lebih sadar untuk mawas diri dan meningkatkan imunitas tubuh masing-masing, serta keempat, pemerintah sudah harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh infrastruktur pendukung untuk new normal life.

Tak adanya sinkronisasi antara apa yang diwacanakan dengan apa yang seharusnya dipersiapkan juga sudah tentu membuahkan kebijakan yang inkonsistensi. Awalnya istilah lockdown digunakan, tapi karena tak ada jaminan sembako atau pengganti bahan pangan selama masyarakat di rumah dan hal ini sudah tertuang di UU No.    , dibuatlah istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Kemudian istilah pulang kampung yang dibolehkan, namun mudik tidak dibolehkan. Sementara itu, akses transportasi seperti di bandara udara dilonggarkan, meski dengan dalih perjalanan hanya berlaku untuk perjalanan dinas ataupun yang bertugas berkaitan dengan pemulihan pandemi. Nyatanya, di lapangan banyak dilakukan jual beli surat bebas covid-19, dan sejenisnya.

Membebek Tren Global, Tak Belajarkah dari Fenomena Gelombang Kedua?

Belum adanya peta jalan (road map) yang jelas ini justru memperparah keadaan ketika diberlakukan new normal life.

Seharusnya pemimpin negeri ini belajar dari banyak kasus diberlakukannya new normal life terlalu dini yang malah memicu terjadinya gelombang kedua covid-19. Itu terjadi di banyak negara yang notabene penanganan pandeminya lebih rapi dari Indonesia.

Seperti di Korea Selatan, sehari setelah dibuka pelonggaran, terdapat 79 kasus baru dan sebanyak 251 sekolah kembali ditutup (bbc.com/indonesia). Kemudian di Prancis, pun mengalami ledakan kasus baru dalam sehari.

Negara adidaya seperti Amerika pun tak luput dari fenomena ini. Disebutkan dalam liputan6.com, pemerintah AS telah melonggarkan lockdown lebih dulu, padahal AS adalah salah satu negara yang memiliki kasus covid 19 tertinggi di dunia. Total kematiannya mencapai angka hampir 338 ribu jiwa, dan 1,6 juta orang positif.

Bagaimana dengan Indonesia? Terlebih, baru-baru ini status salah satu daerah penyumbang kasus covid-19 terbesar yaitu Jawa Timur malah berubah zona, dari zona merah menjadi zona hitam. Sungguh memprihatinkan.  

Terbukti, pemerintah tak mampu menangani kompleksitas pandemi yang saat ini dihadapi. Para pejuang garda depan seperti tenaga kesehatan seolah-olah jadi “tumbal” hingga memunculkan kepasrahan berbalut stres tingkat tinggi dengan viralnya #IndonesiaTerserah. Pun rakyat sipil yang tak tahu menahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, sudah banyak yang mati kelaparan tak tertangani atau bahkan tak tersentuh bantuan.

New Normal Life, Mengatasi Masalah dengan Masalah

Langkah new normal life yang terlalu dini boleh jadi merupakan sinonim dari narasi yang disampaikan Presiden Jokowi sebelumnya : berdamai dengan corona. Entah sampai kapan, tak ada yang bisa memastikan. Memprediksinya saja juga tidak. Sampai vaksin ditemukan, begitu katanya.

Seperti yang diungkapkan di awal, sejak lama ternyata upaya untuk membuat sebuah tatanan dunia baru terus dilakukan oleh barat untuk terus berjaya dan menguasai dunia. Lewat apa? Lewat tatanan sistem yang rusak dan penuh masalah bernama kapitalisme. Yang terpenting bagi sistem ini adalah kepentingan ekonomi di atas segalanya. Bahkan jauh lebih penting dari sekedar mengurusi nyawa makhluk paling mulia ciptaan Allah bernama manusia.

Ini juga senada dengan apa yang dirilis WHO dalam situs resminya yang bertajuk : A New Normal : UN lays out roadmap to lift economies and save jobs after covid-19. Disebutkan disana bahwa situasi old normal tak akan pernah kembali lagi. A new normal life harus cepat dipropagandakan demi memutar roda perekonomian namun mengesampingkan perlindungan terhadap nyawa. Istilahnya, mati hidup bukan urusan kami, tapi urusanmu secara pribadi.

Membiarkan masyarakat tersugesti dan percaya diri menjalankan new normal life tanpa roadmap yang jelas terhadap penanganan pandemi sama saja dengan genosida massal. Solusi herd immunity, dan bahkan teori the fittest yang berlaku di dunia hewan akan berlaku juga di kehidupan kita. Akan ada seleksi alam, yang kuat dan berdaya tahan tinggi yang akan selamat.

Tatanan Dunia Baru Butuh Islam

Betapa buruknya jeratan sistem bernama kapitalisme yang dikampanyekan secara global dan dipaksa untuk diterima ini. Semua solusi yang ditawarkan hanya solusi tambal sulam. Sistem bermasalah yang mencoba mengatasi masalah.

Namun, dengan begini, kita menjadi melek bahwa sebentar lagi sistem kapitalisme dengan asasnya yang memisahkan kehidupan dunia dengan agama (sekulerisme) akan tumbang. Berganti dengan sistem Islam yang sempurna, yang lebih dari sekedar agama. Islam adalah ideologi yang pernah berjaya ribuan tahun lamanya hingga diruntuhkan pada tahun 1924. Sejak itu pun tatanan dunia baru yang kita kenal dengan ideologi kapitalisme dijalankan.

Ideologi Islam yang datangnya dari Sang Pencipta punya sistem khilafah dalam mengatur urusan umat manusia yang teramat berharga. Urusan umat adalah urusan yang diprioritaskan dalam sebuah sistem khilafah. Terlebih nyawa, harta, kehormatan, kebersihan akal adalah komponen yang harus dijaga dan dilindungi. Ketenteraman lah yang meliputi umat sebab kepemimpinan yang berkuasa memiliki landasan keimanan hanya kepada Allah SWT semata.

Kita rindu pemimpin yang demikian, yang menjadi perisai bagi umatnya. Dan ini hanya bisa tercapai melalui sistem pemerintahan Islam dalam bingkai khilafah.

Islam menyelesaikan persoalan dari akarnya. Kita bisa belajar dari sejarah Umar bin Khattab yang menyelesaikan wabah tha’un (sejenis kolera) dengan benar-benar melakukan isolasi tegas dan tidak plin plan. Mengambil pendapat para pakar dan ahli sains untuk menangani wabah, seperti Amr bin Ash di masa itu. Semuanya didukung untuk berkontribusi bukan atas kepentingan beberapa elite saja, namun untuk kepentingan umat. Tak heran banyak lahir pribadi cemerlang di masa itu, yang shalih perangainya pun tajam pemikiran pengetahuannya dalam penguasaan ilmu.

Tatanan dunia baru membutuhkan kehadiran Islam. Bukan saja orang-orang Korea yang membutuhkan Islam karena tekanan hidup dan iklim kompetisi yang lebih besar seperti disampaikan influencer Korea, Daud Kim, beberapa waktu lalu. Tapi, dunia membutuhkan Islam, karena ia adalah fitrah. Siapa yang mengingkari fitrahnya, pastilah tidak akan merasakan ketenteraman dalam hidup.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruum : 30)

Leave a Reply

Your email address will not be published.