Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
Muslimahtimes.com–Tercatat ada 8.848 orang ketua RT dan 2.083 orang ketua RW, atau totalnya 10.931 orang ketua RT/RW yang mendapat hadiah jaminan kesehatan dari Pemkab Sidoarjo. Para Ketua RT dan RW itu diikutkan dalam kepesertaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) BPJS Ketenagakerjaan, iuran kedua program itu didanai Pemkab Sidoarjo mulai bulan Oktober sampai Desember 2024.
Plt Bupati Sidoarjo, Subandi menyatakan program ini adalah bukti nyata sinergi pemerintah daerah dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pemkab Sidoarjo ingin memastikan seluruh masyarakat Sidoarjo dapat merasakan manfaat jaminan sosial yang layak melalui program tersebut. Sekaligus memberikan rasa aman dan ketenangan bagi para ketua RT RW. Santunan akan diberikan jika terjadi kecelakaan kerja atau meninggal dunia, dengan begitu akan meringankan beban ekonomi keluarga.
Asisten Bidang Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Jatim, Zakiah, yang hadir menyampaikan terima kasih kepada Pemkab Sidoarjo atas kepedulian dan dukungan terhadap pelaksanaan program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. (medcom.id, 12-9-2024)
Program Jaminan Tambal Sulam
Seolah baik, tapi dengan skema asuransi berbasis riba jelas akan menjadi bom waktu di masa mendatang. Meski dicanangkan sebagai program Presiden Joko Widodo, namun sangat jelas menunjukkan betapa upaya yang dilakukan pemerintah setengah hati. Bahkan boleh dikata, sehat sementara di dunia, sakit berikutnya di akhirat karena menentang apa yang sudah Allah tetapkan.
BPJS ketenagakerjaan yang disodorkan sebagai bentuk pelayanan dan perlindungan kesehatan sejatinya hanya bentuk pengalihan amanah negara kepada pihak ketiga yaitu perusahaan asuransi. Individu rakyat meski mungkin bisa gratis di tahun pertama sebagai bentuk subsidi dari pemerintah, namun berikutnya tetap diwajibkan membayar premi (meski mungkin juga tidak full karena subsidi).
Artinya, ada kewajiban mengeluarkan sejumlah uang setiap bulannya, jika terlambat atau tidak membayar karena satu hal akan mendapat denda atau pinalti. Bahkan ancamannya bisa dipersulit ketika harus mengurus administrasi kependudukan.
Padahal, semestinya jika tidak sakit tidak perlu bayar premi, prinsip gotong royong yang sering digaungkan atau subsidi silang, yang kaya menolong yang miskin, yang sehat menolong yang sakit tetap tidak bisa diterapkan, sebab akad awal adalah membayar premi guna biaya kesehatan diri perorang, bukan pembiayaan kolektif semua orang.
Ada pula yang beralasan tabungan, juga tidak bisa diterapkan demikian, sebab dana yang sudah disetor tidak bisa ditarik kembali sewaktu-waktu. Mengiklankan untuk infak shadaqah? Tentu miris, mana ada paksaan dalam bertindak dan bersedekah? Tetap saja skema asuransi ini membebani rakyat.
Juga secara syariat batil, sebab, sebagian uang yang terkumpul dari masyarakat digunakan untuk menggaji karyawan BPJS. Terjadilah multi akad yang sangat diharamkan dalam Islam. Jelas, posisi pemerintah bukan sebagai pelayan umat atau raa’in. Dan ini sebuah keniscayaan dalam sistem kapitalisme demokrasi.
Islam Jamin Kesehatan Rakyat Tanpa Hitung Untung Rugi
Sangat berbeda dengan pandangan Islam terkait kesehatan, Rasulullah Saw. bersabda, “Dan Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” [HR. Ibnu Majah, no. 4141; dan lain-lain; dihasankan oleh Syaikh Al Albani di dalam Shahih Al Jami’ush Shaghir, no. 5918]
Sehat adalah segalanya, kebutuhan pokok setiap manusia siapa pun dia.
Sebab dengan sehat, akan mudah melakukan aktivitas sehari-hari juga ibadah. Maka, karena ia kebutuhan pokok, Islam mewajibkan negara menjamin pelayanannya dengan baik dan gratis. Jika tidak mungkin digratiskan maka rakyat hanya diminta sekadar mengganti biaya pokok.
Negara wajib menyediakan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya baik di ibu kota, provinsi, kabupaten hingga kecamatan dan desa. Baik di pegunungan, pantas, hutan yang dalam maupun daerah 3 T, Tertinggal, Terdepan dan Terluar. Wajib menyediakan tenaga profesional dokter maupun nakes dengan kompensasi kesejahteraan yang terbaik, untuk itu negara juga wajib mendorong pendidikan dan pengembangan sains dan teknologi untuk senantiasa berinovasi dengan teknik pengobatan maupun produk obat-obatannya sendiri.
Dengan sendirinya negara akan membangun industri penunjang kesehatan. Semua pembiayaannya berasal dari Baitulmal dari pos kepemilikan umum (sumber energi, tambang, sungai, laut dan lainnya) dan pos kepemilikan negara (jizyah, fa’i, kharaz dan lainnya).
Rasulullah saw.sebagai kepala negara juga menjadikan seorang dokter yang dihadiahkan oleh Raja Mesir kepada beliau sebagai dokter publik. Dokter tersebut tentu masih nonmuslim saat belajar medis.
Rumah sakit-rumah sakit pada masa kejayaan Islam yang berlanjut sesudah masa Khulafaur Rasyidin, bahkan menjadi favorit para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa biaya, karena seluruh rumah sakit di Daulah Khilafah bebas biaya. Namun, pada hari keempat, bila terbukti mereka tidak sakit, mereka akan disuruh pergi, karena kewajiban menjamu musafir hanya tiga hari. Wallahualam bissawab.