Breaking News

Penguasa Bermental Pengusaha

Spread the love

Oleh: Jesiati

Muslimahtimes– Covid-19  sampai  saat ini masih menjadi perbicangan, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dalam menangani wabah masih belum mampu membuat masalah terselesaikan. Masyarakatpun kembali lagi resah, jumlah kasus wabah yang terjadi di Indonesia semakin hari semakin bertambah. Saat ini dikutip dari (ccnindonesia.com, 4/4/2020) penambahan kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 2.092 pasien. Pasien sebanyak 1.751 sedang menjalani perawatan, pasien sebanyak 150 yang berhasil sembuh dan pasien sebanyak 191 meninggal dunia. Kasus Covid-19 ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek kesehatan. Apa saja fakta yang terjadi ? Yuk kita telusuri lebih dalam agar kita mengetahui solusi tuntasnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia punya peluang untuk menyuplai alat pelindung diri (APD) dan hand sanitizer bagi negara lain yang tengah dilanda pandemi virus corona. Alasannya, Indonesia punya pabrik dan infrastruktur untuk memproduksi barang yang kini dibutuhkan dunia itu. Sri Mulyani menyampaikan hal itu setelah mendampingi Presiden Joko Widodo mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTT LB) G-20 melalui telekonferensi di Istana Bogor, Kamis (27/3) malam. Menurut Sri, dalam KTT itu para pemimpin negara G-20 berupaya memperlancar dan meningkatkan pasokan alat-alat kesehatan. “Seperti yang terjadi di semua negara yang sekarang ini terjadi, apakah di Italia, Eropa secara keseluruhan, Inggris, Amerika, di Indonesia dan di negara-negara lain, semuanya mengalami kekurangan alat-alat kesehatan,” kata Sri Mulyani (m.jpnn.com, 27/3/2020).

Indonesia mendatangkan alat pelindung diri (APD) dari China melalui skema bantuan maupun pembelian langsung untuk menanggulangi virus Corona. APD digunakan oleh para tenaga medis di dalam negeri yang sangat membutuhkan. Namun, ternyata ada tulisan ‘made in Indonesia’ di APD impor dari China. APD itu memang dibikin di Indonesia, namun pemilik produknya tetap pihak luar negeri. Begini penjelasan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Jadi jangan heran jika APD bantuan China atau beli di China tapi made in Indonesia,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo lewat Twitter, Agus (cnbnIndonesia.com, 26/3/2020).

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB, Agus Wibowo, menjelaskan soal alat pelindung diri (APD) bantuan dari China yang bertuliskan “Made in Indonesia”. “Dua hari ini dapat banyak pertanyaan media kenapa APD yang diimport ada tulisan ‘Made in Indonesia’,” kata Agus dikutip dari (bisnis.tempo.co, 25/3/2020). Dia mengatakan bahwa banyak pabrik pembuatan alat pelindung diri yang ada di Indonesia. “Bahkan tidak hanya APD banyak produk terkenal seperti pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain yang pabriknya juga berada di Indonesia,” katanya. Menurut Agus, meski dibuat di Indonesia, semua bahan baku alat pelindung diri ini berasal dari negara yang memesan seperti China atau Korea. Dia menyebut pabrik di Indonesia hanya menjahit dan merapikan agar siap pakai.

Pemerintah mengklaim kebutuhan alat pelindung diri (APD) dilansir dari (beritasaru.com, 28/3/2020) dalam rangka penanganan Covid–19 seperti pakaian khusus, masker, hingga kaca mata pelindung, dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri. “Industri dalam negeri mampu untuk memproduksi barang-barang itu untuk kebutuhan sendiri maupun luar negeri,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Agus menyatakan melalui keterangan tertulisnya, kapasitas produksi APD pada 2019 lalu mencapai 17.370.552 unit per bulan sedangkan kebutuhan antara 9 juta sampai 16,5 juta unit. Kebutuhan APD untuk penanganan Covid-19 empat bulan ke depan, menurut tim Percepatan Penanganan Covid-19, sebanyak 3 juta unit. Sebagai cadangan menghadapi kemungkinan pandemi yang meningkat maka disiapkan tiga kali lipat dari kebutuhan atau 9 juta unit. Kebutuhan APD versi Kemdagri sebanyak 16,5 juta buah per bulan dengan perhitungan kebutuhan per provinsi. Kapasitas produksi yang dimaksud barulah angka di atas kertas. karena itu tak megherankan bila di lapangan ditemukan banyak keluhan adanya kekurangan APD. Menurut Agus, terdapat 28 perusahaan produsen APD namun baru lima yang sudah beroperasi sejak awal sedangkan sisanya masih persiapan dan baru berproduksi awal April 2020.

Kebutuhan pelengkap APD, yaitu masker, mencapai 162 juta buah per bulan. Hitungan ini merupakan kebutuhan di saat kondisi normal. Kemampuan produksi dalam negeri hanya 131 juta per bulan. Kapasitas terpasang nasional sebanyak 181 juta unit/ bln, 31 juta unit/ bulan di antaranya dari produsen tekstil. Produksi nasional rata-rata sebanyak 131 juta unit/bulan termasuk 31 juta unit/bulan dari produsen tekstil. Selama ini, 40-50 juta unit/bulan untuk penjualan di dalam negeri, 50-60 juta unit/bulan untk diekspor. Kebutuhan 112-122 juta unit/bulan dari impor. Pelengkap lainnya, sarung tangan karet, dapat diproduksi dengan kapasitas nasional hingga 8,6 miliar buah. Realisasi produksi masih sebanyak 6,88 miliar.

Jenis sarung tangan yang diproduksi pada umumnya berupa medical gloves, seperti examination gloves dengan persentase produksi 97% dan surgical gloves 3%. Sarung berjenis surgical memang memiliki ukuran yang lebih detail dengan sensitivitas lebih tinggi. Pembuatannya pun dengan standar tinggi karena penggunaan untuk proses operasi atau tindakan yang memerlukan prosedur sensitif dan steril.Sedangkan untuk sanitasi tangan, delapan produsen dalam negeri yang memiliki izin BPOM dan 104 industri deterjen lain yang juga mampu memproduksi hand sanitizer. Jumlah produsen ini, kapasitas produksi mencapai 156.000 ton per tahun.

Sejumlah tenaga medis di RSUD Gambiran dikutip dari (tribunnews.com, 3/4/2020), Kota Kediri, Jawa Timur, menceritakan pengalamannya selama merawat pasien Covid-19. RSUD Gambiran merupakan rumah sakit rujukan di Kota Kediri yang menangani pasien Covid-19. Salah satunya Minarsih (47), perawat ruang isolasi RSUD Gambiran. Minarsih mengatakan, setiap hari mereka membangun komunikasi dan membangkitkan semangat pasien untuk sembuh. Ironisnya, tugas berat itu tak diimbangi dengan pemenuhan alat pelindung diri (APD) yang memadai. Padahal, setiap saat Minarsih dan teman-temannya berpotensi terpapar virus corona saat berinteraksi di ruang isolasi. “Kami terpaksa mengurangi intensitas keluar masuk ruang isolasi karena keterbatasan APD. Di zona merah, APD hanya bisa dipakai sekali dan langsung dibuang,” ucap Minarsih dikutip dari Surya.

Fakta menunujukkan banyaknya masalah yang terjadi di bidang kesehatan mulai dari kekurangan sarana dan prasarana tenaga medis sampai pada menimbuhan alat-alat kesehatan seperti masker dan sebagainya. Persediaan kebutuhan tenaga medispun juga diperjual belikan atau dikenal bagian usaha dalam artian penguasa bermental pengusaha. Dampak dari wabah Covid-19 ini tidak dipungkuri lagi bahwa telah berdampak dalam berbagai aspek kehidupan. Aspek kesehatan yang kita ketahui adalah garda terdepan dalam penanganan wabah ini sampai aspek ekonomi.

Ekonomi dunia kemudian bergejolak karena serangan wabah ini, yang sebelumnya terjadi perang dagang yang sengit antara China dan Amerika. Kapitalisme global sedang menatap kehancuran pasar saham yang membuat Trump sangat kesal, karena kerugian triliunan Dolar AS dalam lima hari terakhir. Banyak bursa telah melihat semua keuntungan mereka pada tahun 2020 musnah. Situasi ekonomi riil berpotensi jauh lebih buruk. Pariwisata adalah faktor utama dalam PDB global sudah maskapai dunia memproyeksikan kerugian sebesar $ 30 miliar tahun ini dan akan terus berlanjut.

Gangguan terhadap perdagangan global yang terjadi pada kenyataannya menempatkan jutaan pekerjaan dalam bahaya, tidak hanya di AS, tetapi di seluruh dunia. Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan: “Ekonomi China sangat penting dalam ekonomi global sekarang dan ketika ekonomi China melambat kami merasakannya.” Ekonomi China berada di urutan kedua setelah AS dengan produk domestik bruto hampir $ 14,55 triliun pada 2019  yang merupakan 16,38 persen dari ekonomi global. Ekspor global China bernilai $ 2,5 triliun pada tahun 2018, menurut Bank Dunia.

Di Indonesia sejak lama anggaran kesehatan berada di bawah anggaran pertahanan, kepolisian dan kementerian agama. Artinya fokus dari kelas berkuasa bukanlah pada kesehatan publik, melainkan pertahanan dan keamanan (modal) serta kementerian agama untuk mengilusi rakyat yang ditindas oleh modal. Kesehatan menjadi menjadi tanggung jawab individu lewat BPJS. Kita ketahui BPJS sebelum ada Covid-19 saja tidak berfungsi dengan baik apalagi jika saat di wabah sedang terjadi.

Kelas berkuasa walaupun Covid-19 terjadi tidak menghentikan upaya eksploitasi dan penindasan terhadap kelas buruh dan rakyat pekerja. “Cuci tanganmu”, “gunakan masker”, “mengisolasi diri sendiri”, “membuat hand sanitizer sendiri” dan semacamnya adalah nasehat yang bagus. Covid-19 tidak akan dapat diselesaikan secara individu. Kelas berkuasa dapat mempertahankan diri dengan kekayaan dan kekuasaan individualnya, namun kelas buruh dan rakyat pekerja tidak dapat. Kita tidak dapat meremehkan Covid-19, kelas buruh dan rakyat pekerja yang akan paling besar menanggung bebannya. Para pejabat, jenderal serta tuan dan nyonya kaya raya itu, dengan semua kekayaan dan kekuasaan mereka akan dapat mengurangi dampak-dampak covid-19. Mereka juga dapat meringankan bebannya, melemparkannya ke pundak kelas buruh dan rakyat pekerja sambil mendapatkan keuntungan dari wabah ini.

Negara kapitalis utama maupun kapitalisme pinggiran seperti Indonesia, pertumbuhan justru digenjot dan eksploitasi sumber daya ditingkatkan. Mitos pertumbuhan diabaikan, seolah-olah dunia masih penuh dengan sumber daya bagi tujuh miliar kepala lebih saat ini. Sulit sekali untuk mengingatkan kembali bahwa kapitalisme yang memuja produksi dan konsumsi tanpa batas (bukan berdasarkan kebutuhan) dan akumulasi kapital sebesar-besarnya merupakan sumber masalah pada lingkungan dan manusia saat ini. Upaya pemerintah dalam menjadikan usaha pengadaan APD itu adalah salah satu bentuk bahwa pemerintah bermental pengusaha. Sistem kapitalisme memadang keuntungan hal yang utama dan tidak mau rugi. Apakah kita masih mau bertahan dengan sistem rusak saat ini ?

Pandangan Islam tentang kesehatan jauh melampaui pandangan dari peradaban manapun. Islam telah menyandingkan kesehatan dengan keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.” (HR Hakim). Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, “Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan disukai Allah daripada Mukmin yang lemah.” (HR Muslim).

Kesehatan juga dipandang dalam Islam sebagai kebutuhan pokok publik, Muslim maupun non-Muslim. Karena itu, Islam telah meletakkan dinding yang tebal antara kesehatan dan kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan. Negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Tugas ini tidak boleh dilalaikan negara sedikitpun karena akan mengakibatkan kemadaratan, yang tentu diharamkan dalam Islam.

Layanan kesehatan berkualitas dijamin ketersediaannya. Semunya digratiskan oleh negara bagi seluruh warga negara yang membutuhkannya, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama, dengan pembiayaan bersumber dari Baitul Mal. Negara tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat dan para musafir. Negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan.

Tingginya kualitas layanan kesehatan gratis yang disediakan negara terlihat dari standar layanan yang diterapkan rumah sakit pemerintah. Tenaga medis yang diterima bertugas di rumah sakit. Misalnya hanyalah yang lulus pendidikan kedokteran dan mampu bekerja penuh untuk dua fungsi rumah sakit: menyehatkan pasien berdasarkan tindakan kedokteran yang terbaharui (teruji) dan memberikan pendidikan kedokteran bagi calon dokter untuk menjadi para dokter yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pengobatan pasien Tenaga medis juga akan diberikan gajih yang besar karena seperti yang kita ketahui bahwa tenaga medis adalah garda terdepan dalam menangani kasus covid-19.

Semua ruangan dilengkapi dengan peralatan kedokteran dan peralatan yang dibutuhkan dokter. Ironisnya saat ini peralatan yang dibutuhkan dokter dan tenaga medis diperjual belikan. Rumah sakit juga dilengkapi perpustakaan yang menyediakan buku-buku kedokteran, seperti farmakologi, anatomi, fisiologi, hukum kedokteran dan berbagai ilmu lain yang terkait dengan kedokteran. Semua fasilitas yang ada hanya ada dalam Institusi Islam, sayangnya saat ini dalam sistem kapitalisme rakyat dianggap sebagai beban dan lenih mengutamakan keuntungan, sementara dalam Institusi Islam memenuhi kebutuhan rakyat termasuk kesehatan adalah kewajiban. Wallahu a’alam Bisshawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published.