Breaking News

Peradilan yang Bersih, Islam Sebagai Solusi

Spread the love

Oleh. Widi Yanti
(Tim Redaksi Muslimahtimes. Com)

Muslimahtimes.com- Kasus penyuapan terhadap seorang Hakim Agung, Sudrajad Dimyati, santer dibicarakan di ruang publik. Dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara juga melibatkan hakim yustisial/ panitera pengganti Elly Tri Pangestu dan dua PNS pada kepaniteraan Desy Yustria dan Muhajir Habibie serta dua PNS Mahkamah Agung Albasri dan Redi.

Jika diamati kasus suap di lingkup peradilan bukan kali pertama. Penyidik KPK membongkar kasus suap yang melibatkan mantan Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman, pada 2013. Di tahun 2020 terbongkar kasus gratifikasi yang dilakukan eks Sekretaris MA Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah Mahkamah Agung menyebutkan, besaran gaji pokok hakim disesuaikan dengan golongan dan masa kerja. Gaji pokok hakim diberikan setiap bulan berdasarkan golongan ruang yang ditetapkan untuk pangkat dan masa kerja golongan yang dimiliki hakim. Ketentuan dan besaran gaji pokok hakim sama dengan pegawai negeri sipil, kecuali untuk hakim dalam lingkungan peradilan militer yang diatur tersendiri.
Selain gaji pokok, Hakim Agung mendapatkan berbagai tunjangan yang bernilai fantastis. Antara lain tunjangan jabatan, rumah negara, fasilitas transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokol, penghasilan pensiun dan tunjangan lain. (suara.com)

Benar adanya jika tindakan penyuapan terjadi karena adanya kesempatan. Kedua belah pihak bersepakat. Dikarenakan dalam kepengurusan perkara butuh “pelicin”. Agar semua berjalan mulus harus ada fulus. Perilaku ini dijalankan tidak terlepas dari dorongan hawa nafsu manusiawi yang belum merasa cukup atas materi yang didapatkan. Dalam tata kehidupan serba materialistis dan hedonis menjadikan pribadi tidak melewatkan kesempatan untuk mendapat pundi-pundi rupiah. Tanpa mempertimbangkan standar halal haram.

Dengan pengaturan sistem kapitalis mendukung adanya kebebasan berperilaku. Minimnya kontrol pihak pemerintah semakin melengkapi sehingga kasus suap marak terjadi. Selain dari lemahnya pengawasan di dalam intitusi peradilan sendiri. Semua tidak terlepas dari peran negara. Sanksi yang diterapkan tidak menjadikan efek jera. Terbukti kasus suap di lembaga peradilan terjadi secara berulang. Dibutuhkan kesadaran dan kedisiplinan sehingga terbentuk karakter dan kultur individu yang istimewa. Tidak tergoda oleh gemerlap duniawi. Sebagai pejabat tidak akan segan untuk menolak tegas tawaran suap. Sebaliknya individu sipil juga menyadari bahwa pelanggaran sekecil apa pun berarti maksiat dan dosa.

Dengan demikian aktivitas suap dapat dihindari. Namun hal tersebut tidak akan terlaksana tanpa ada pembinaan mental aparat penegak hukum khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Dalam pandangan Islam, kesadaran akan terbentuk dengan adanya penggabungan materi dan ruh. Dalam makna ruh sebagai kesadaran hubungan manusia dengan penciptanya. Sehingga muncul ketakwaan dari tiap individu untuk senantiasa berjalan dalam ketaatan. Secara otomatis akan muncul kontrol di tengah masyarakat. Berlandaskan pada aktivitas untuk menyeru kebenaran dan mencegah kemungkaran menjadi kebiasaan di tengah masyarakat.

Negara Khilafah sebagai institusi pelaksana hukum Allah mempunyai kewajiban untuk membina masyarakat agar terbentuk kedisiplinan. Bagi aparat hukum harus mendapatkan pendidikan tsaqofah Islam. Mulai dari akidah, hukum syarak hingga tsaqofah umum lainnya. Karena ini akan menjadi modal dalam pengendalian emosi diri, termasuk peningkataan kecerdasan emosional dan spiritual.

Penggunaan berbagai media seperti televisi, radio, koran, buletin, majalah, media sosial sebagai sarana pembinaan mental bagi masyarakat secara keseluruhan. Pemanfaatan kegiatan publik seperti kajian di masjid-masjid, masyarakat, perkantoran, khutbah Jumat mampu menjadi sarana efektif agar terbangun mentalitas yang baik dan benar.

Islam menetapkan mekanisme tegas dan jelas terkait profesi aparat hukum. Pertama, memberikan jabatan hanya pada orang yang bertakwa. Kedua, dilarang menyibukkan diri dalam bisnis yang menyibukkan. Ketiga, dilarang menerima hadiah, hibah dan sejenisya. Keempat, menetapkan gaji lebih dari cukup agar konsentrasi pada amanah profesinya. Kelima, berakhlak mulia, berwibawa, menjaga muru’ah (harga diri), menjaga sikap dan perilakunya.

Pemberian sanksi tegas akan diberikan bagi pelaku suap. Islam menetapkan sanksi ta’zir bagi penyuap, penerima suap maupun perantaranya. Rasul menegaskan dalam sebuah hadis,” Allah melaknat penyuap, penerima suap dan perantara suap-menyuap”. (HR. at-Tirmidzi)