Breaking News

Politik, Perlukah Dipelajari ?

Spread the love

Oleh Rifka Fauziah Arman, A.Md.Farm

(Tenaga Teknis Kefarmasian dan Pendidik)

 

#MuslimahTimes — Beberapa minggu yang lalu baru saja dilakukan survei kepada beberapa anak muda di Indonesia dari berbagai provinsi oleh Indikator Politik Indonesia. Survei ini dilakukan terhadap 1.200 responden pada tanggal 4-10 Maret 2021 melalui jaringan telepon kepada anak muda berusia 17-21 tahun pada masa pandemi Covid-19 ini. (Republika.co.id 21/03)

 

Dari survei tersebut didapat hasil yang cukup mencengangkan mengenai perpolitikan Indonesia di lingkungan anak muda. Menurut Burhanudin selaku Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia menyatakan bahwa isi-isu politik jauh lebih tinggi tingkat intoleransinya dibandingkan tingkat intolerasi terhadap keagamaan. (Republika.co.id 21/03)

 

Menurut hasil survei, sebanyak 39 persen anak muda menyatakan keberatan jika orang non-Muslim menjadi presiden, sedangkan anak muda yang tidak keberatan 27 persen, dan tergantung 28 persen. Sementara, mayoritas anak muda menyatakan tidak keberatan apabila orang non-Muslim menjadi gubernur (36 persen) maupun bupati/wali kota (35 persen), ada 29 persen yang keberatan, serta 30 persen dan 32 persen tergantung. (Republika.co.id 21/03)

 

Hasil survei di atas hanya beberapa dari survei yang dilakukan sekian banyak, dan berdasarkan hasilnya masih banyak anak muda yang galau dan bingung dalam perpolitikan Indonesia. Mereka banyak yang masih percaya dengan politik di Indonesia dan berharap pada pemerintah yang ada. Tetapi beberapa juga tidak percaya dan masih menimbang kondisi politik saat ini yang sangat membingungkan. Tak jarang bahkan yang tidak peduli dengan politik di Indonesia.

 

Hal ini bisa terjadi karena politik praktis yang dicontohkan oleh negara ini penuh dengan masalah, carut marut, korupsi, bahkan belum lama ini terjadi kudeta pada salah satu partai besar di Indonesia. Anak muda saat ini mulai tidak peduli dan malas membahas politik, karena membingungkan dan merasa bukan urusan mereka. Padahal politik menjadi kunci dari sejahterah suatu negara. Politik menjadi bagian dari kehidupan rakyat (ummat) yang seharusnya disadari oleh berbagai umur. Sayangnya politik yang dicontohkan di negeri ini sangat tidak baik. Jadi, wajar saja terjadi kegalauan pada anak-anak muda saat ini dalam hal membicarakan politik atau “melek politik”.

 

Kita lihat saat tahun 90-an dimana anak muda sangat bersemangat, menggebu-gebu dan memperhatikan perpolitikan Indonesia, sehingga mampu menurunkan presiden Soeharto bahkan hingga berganti-ganti presiden. Karena mereka berpikir dan paham, jika tidak bertindak maka negeri ini akan hancur dan kacau balau walau dengan cara demonstrasi kekerasan yang tidak seharusnya dilakukan. Bahkan hingga banyak meregang banyak nyawa mahasiswa saat itu yang masih menjadi kenangan pahit bagi para kampus-kampus yang ikut andil dalam demonstrasi saat itu.

 

Lalu bagaimana kondisi anak muda saat ini? Mungkin sudah mulai terlihat saat adanya omnibus law, mahasiswa ikut turun ke jalan melakukan demonstrasi. Bahkan sampai anak sekolah SMA pun tak jarang yang ikut andil dalam demonstrasi tersebut. Tapi saat di sosial media tak sedikit juga yang mengatakan untuk mengajak teman-temannya tak perlu ikut campur dalam urusan pemerintah. Tak sedikit juga yang tidak peduli dan mengabaikan berita yang ada terkait perpolitikan Indonesia.

 

Semua ini terjadi karena politik yang dicontohkan tidak sesuai. Karena politik yang dicontohkan hanya perebutan kekuasaan, siapa yang bisa menarik empati rakyat dan memiliki banyak uang maka kekuasaan itu mudah di dapat. Tapi politik dalam islam adalah mengurusi urusan ummat (rakyat), bahkan Rasulullah SAW pun mencontohkan dalam perjalanan dakwahnya. Dakwah ini juga menjadi salah satu contoh bagaimana beliau menyusun strategi politik islam, dengan menyebarkan para sahabat ke seluruh jazirah arab dan mengajak mereka kepada islam. Membuat pasukan, membuat negara yang makmur dan sejahterah. Mendirikan masjid, menyekolahkan secara gratis, menyediakan makanan bagi seluruh ummat bahkan membangun jalur bisnis untuk negara dengan negara lain tentu dengan cara islam.

 

Tak ada pelajaran seperti ini di sekolah ataupun di kampus-kampus karena yang diajarkan hanya sejarah dan tauhid. Tauhid itu penting, tapi setiap membahas tentang politik islam selalu dicap sebagai “radikal” karena adanya sistem pemerintahan islam yang mengancam pemerintahan saat ini. Dan ini menjadi doktrin di kalangan muda sehingga tidak ingin mempelajari politik islam yang sangat jauh berbeda dengan politik demokrasi-kapitalis.

 

Anak muda sudah disibukkan dengan mengumpulkan nilai yang bagus agar cepat lulus dan mendapat pekerjaan yang bagus, tanpa peduli dengan politik yang berpengaruh kepada kehidupannya jangka panjang bahkan hingga ke anak cucu dan cicitnya. Karena itu perlunya kita sebagai anak muda, siapapun baik muda atau tua mau belajar dan “melek politik” terutama mempelajari politik islam yang datangnya dari Allah SWT. Tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk kesejahteraan ummat agar menjadi “Ummatan Waahidan” dan menjadikan islam “Rahmatan Lil ‘Aalamiin”.