Oleh. Sunarti
Muslimahtimes.com–Hari ini dunia anak-anak tidak sedang baik-baik saja. Berbagai kasus kekerasan justru dilakukan oleh anak-anak. Mirisnya, mereka yang kecanduan pornografi kini kian bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Fenomena ini menggambarkan anak-anak yang kehilangan masa kecil yang bahagia, bermain dan belajar dengan tenang serta tumbuh kembang sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan.
Baru-baru ini kasus Kejahatan anak sangat memprihatikan. Pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang anak yang belum genap berusia 17 tahun berinisial IS, di Palembang, Sumatera Selatan. Parahnya, pemerkosaan dilanjut dengan pembunuhan (TvOnenews.com. Pelaku yang masih anak tersebut bahkan mengajak tiga siswa SMP yakni MZ (13), NS (12) dan AS (12) untuk memerkosa korban hingga tewas. Saat menjalani pemeriksaan di psikologi, ternyata IS telah terpapar film dewasa sehingga melampiaskan nafsunya. (Kompas, 9 September 2024)
Sistem sekuler-liberal telah membawa generasi ke arah kerusakan yang nyata. Atas nama kebebasan berperilaku dan kehidupan yang meninggalkan aturan Sang Pencipta, telah menjerumuskan anak-anak pada sisi gelap kehidupan. Berbagai kejahatan yang muncul tidak lain adalah akibat dari penerapan aturan hukum manusia.
Sistem pendidikan yang seharusnya menghasilkan output pendidikan yang bertakwa dan bertanggung jawab, tak luput dari serangan kapitalis-sekular. Inilah potret nyata generasi saat ini. Terkikis esensi pendidikan, hingga kehilangan motivasi belajar. Pendidikan seharusnya membekali ilmu pengetahuan juga menempa karakter taqwa agar mulia dan bertanggung jawab dalam kehidupan.
Ditambah dengan pendidikan sekuler-kapitalis dengan kurikulum merdeka, sarat dengan pendidikan berorientasi kerja atau materi serta hilangnya ruh dalam proses pembelajaran. Maka wajar jika siswa tidak mampu mendapatkan pemahaman tentang urgensi belajar yang benar. Bahkan siswa kehilangan motivasi belajar. Jadilah gadget menjadi pelampiasan. Lepas dari yang ditonton apakah layak untuk dijadikan panutan atau tidak.
Sisi lain yang mendukung rusaknya generasi adalah negara yang tidak mampu menjadi pelindung bagi para siswa terhadap tontonan pornografi dan pornoaksi. Sosial media yang seharusnya disaring negara sebagai tontonan yang bermanfaat untuk umat, memberikan informasi, memudahkan urusan umat serta mendorong pada ketaatan kepada Allah, justru tidak didapatkan. Sistem sekarang justru menjadi pelindung terhadap para pengusaha yang meraup keuntungan sebesar-besarnya dari sosial media.
Media yang juga menjadi sumber masuknya konten yang tidak pantas untuk anak-anak dengan bebasnya merambah gadget mereka. Sementara tidak ada keseriusan dari negara untuk menutup konten-konten pornografi dan konten-konten tidak pantas lainnya demi melindungi generasi. Inilah salah satu kasus yang bisa sebagai bukti gagalnya sistem pendidikan.
Lain halnya dengan sistem Islam yang mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan sistem di berbagai aspek kehidupan. Dengan aturan Islam yang sempurna, di antaranya sistem pendidikan Islam, media islami, hingga sistem sanksi yang memberikan efek jera, menjadikan warga negara taat kepada aturan sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah Swt. Negara memiliki peran yang sangat besar dalam segala urusan rakyat. Karena negara sebagai tameng atau pelindung terhadap seluruh warga negara termasuk anak-anak sebagai generasi penerus peradaban. Negara juga sebagai pilar tegaknya aturan Allah.
Waallahu alam bisawab.