Breaking News

Program Desa Ramah Perempuan, Solusi Kemiskinan?

Spread the love

Oleh : Sri Yulia Sulistyorini, S. Si

(Praktisi Pendidikan)

#MuslimahTimes — Program Desa Ramah Lingkungan adalah Program yang dicanangkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar atau akrab disapa Gus Menteri. Gus Menteri mengajak Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU) bersinergi membangun Desa Ramah Perempuan. Program ini sejatinya adalah Program Kesetaraan Gender atau ramah perempuan, yang merupakan salah satu point yang ada ada Sustainable Development Goals (SDGs) atau Pembangunan Berkelanjutan.

Kemendes PDTT RI menetapkan beberapa indikator terkait Desa Ramah Perempuan. Diantaranya, mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen, pelajar perempuan SMA sederajat mencapai 100 persen, anggota BPD dan yang hadir Musdessus minimal 30 persen. “ Usia kawin harus di atas umur 18 tahun dan perempuan melahirkan di umur 15 hingga 19 tahun harus 0 persen” ujar Gus Menteri di Rakernas dan Mukernas Muslimat NU. TIMES Indonesia, Jum’at (30 Oktober 2020).

Hakikat SDGs adalah Kelanjutan MDGs

Sejak tahun 2000, PBB sudah mengangkat isu kemiskinan di KTT Mileneum yang melibatkan 189 negara di dunia. Semua negara sepakat menandatangani deklarasi Millenium yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs). Deklarasi tersebut berisi 8 target proyek pembangunan yang harus diraih sebelum 2015. 8 target tersebut adalah:

1.Penghapusan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim (dengan penghasilan di bawah 1,25 USD/hari)

2.Pemerataan Pendidikan Dasar

3.Persamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

4.Perlawanan terhadap penyakit, khususnya HIV AIDS dan Malaria

5.Penurunan angka kematian anak

6.Peningkatan kesehatan ibu

7.Penjaminan daya dukung lingkungan

8.Membangun kemitraan global untuk pembangunan

Selanjutnya proyek MDGs ini diperpanjang hingga tahun 2030 dengan proyek baru Sustainable Development Goals (SDGs). Proyek ini akan dilaksanankan dengan menambahkan menjadi 9 target, yaitu dengan menambahkan isu ekologi, ketimpangan, dan pembiayaan pembangunan. Jadi, sejatinya sama saja, baik MDGs maupun SDGs keduanya melibatkan peran perempuan sebagai fokus utama menjadi pelaku perbaikan ekonomi dan menghapus kemiskinan.

Muluskan Target SDGs melalui Program Desa Ramah Perempuan

Masyarakat Indonesia, sejak lama sudah terkenal ramah. Berbagai program muncul dengan label “ramah”. Tak ketinggalan pula, Program Desa Ramah Perempuan. Jelas terlihat di sini, pihak yang dituju dan menjadi fokus adalah perempuan. Apalagi, pada point yang harus mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen. Kenapa harus perempuan?

Jika untuk alasan pengentasan kemiskinan, bukankah yang wajib menafkahi keluarga adalah suami? Ketika banyak suami yang menganggur dan susah mencari lapangan pekerjaan, kenapa harus perempuan yang menjadi target pemberdayaan?Bukankah perempuan mempunyai tanggung jawab di rumah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga?

Kenyataannya, berbagai kasus yang menimpa banyak keluarga di masyarakat adalah karena terjadinya ketimpangan peran suami dan istri. Akibat krisis ekonomi keluaraga, suami tidak bekerja, istri pergi ke luar negeri menjadi TKW, anak kurang terurus dan terjebak pergaulan bebas, tawuran pelajar, terjerat narkoba, dan lain-lain. Bagaimanapun, peran ibu sangat besar dalam merawat dan mendidik anak-anaknya.

Kapitalisme Mengeksploitasi Perempuan Melalui SDGs dan KKG

Dalam pelaksanaannya, SDGs selaras dengan Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG). Ide kesetaraan Gender ini adalah turunan dari ide Feminisme. Di mana, Feminisme muncul sejak lama, yaitu pada abad 18 seiring dengan munculnya kapitalisme. Target pencapaian dari keadilan dan kesetaraan gender yang dideklarasikan oleh kaum feminis ini dinilai masih jauh dalam pencapaian.

Hal ini dinyatakan secara tegas oleh para perempuan dan Feminis muda se Asia-Pasifik yang berkumpul dalam forum masyarakat sipil dan Feminis muda di Bangkok pada 22-26 November 2019. Forum ini diselenggarakan oleh Badan Khusus PBB untuk Ekonomi Sosial Asia Pasifik UNESCAP, dalam rangka memperingati 25 tahun Deklarasi Aksi Beijing atau Konferensi Internasional Perempuan Beijing+25 atau Beijing Platform For Action (BPFA).

Banyak alasan untuk menjadikan perempuan sebagai pelaku perekonomian, di antaranya perempuan mudah diarahkan, tidak banyak protes terkait dengan gaji atau kebijakan perusahaan, tepat waktu, rajin dan telaten. Makanya, merekrut perempuan sebagai pekerja, akan lebih menjanjikan dibandingkan dengan merekrut laki-laki. Asas manfaat adalah hal yang utama dalam sistem Kapitalis. Ketika keuntungan bisa diperoleh lebih besar, maka strategi dan cara apapun akan dilakukan asalkan mendapatkan keuntungan.

Meskipun, prioritas untuk melejitkan potensi perempuan di sektor publik justru semakin menjauhkan perempuan dari peran utamanya di sektor domestik. Ide Feminisme turut serta menjadi pendorong utama perempuan terjun di sektor publik. Jargon yang dihembuskan adalah perempuan harus bangkit, tidak boleh tertindas, harus mandiri dan tidak bergantung pada laki-laki. Kondisi yang sulit dalam rumah tangga, baik perekonomian, perceraian, dan gaya hidup untuk mengejar eksistensi diri, mendorong perempuan untuk siap dieksploitasi.

Eksploitasi perempuan yang terjadi di masyarakat, terkadang tidak disadari oleh perempuan itu sendiri. Berbagai industri atau instansi juga tak merasa bersalah, karena tidak ada paksaan untuk perempuan bekerja di tempatnya. Seolah saling menguntungkan, berbagai program dianggap bermanfaat untuk mengoptimalkan peran perempuan. Akibatnya, perempuan semakin nyaman dan menikmati pekerjaannya, meskipun banyak hal yang harus dikorbankan, yaitu anak-anak dan kehidupan rumah tangganya.

Sayang sekali, perempuan seolah menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam kondisi ini.  Padahal, perempuan tak lagi bisa memaksimalkan peran keibuannya di rumah. Sistem kehidupan kapitalis memang mengutamakan keuntungan. Asas manfaat selalu menjadi pertimbangan dalam setiap keputusan. Tak peduli dampak yang menimpa perempuan di rumah, yang penting proyek/pekerjaan berjalan lancar dan meraup banyak keuntungan.

Islam Memuliakan Perempuan

Ketika agama harus dipisahkan dari kehidupan, maka urusan kehidupan akan diatur sesuai kehendak manusia. Standar baik dan buruk terhadap sesuatu adalah pertimbangan akal yang menjadi landasan. Maka, wajar dalam sistem kapitalis, perempuan bisa beruntung dan menguntungkan pemilik modal, jika perempuan mau bekerja dengan optimal. Fokus pada karir dan mencurahkan segenap potensinya adalah prioritas agar bisa meningkatkan kesejahteraan hidup.

Beda halnya dengan Islam, kehidupan perempuan adalah berada di rumah bersama keluarganya. Islam memuliakan perempuan dengan senatiasa menanggung kehidupannya. Mencari nafkah bukanlah tanggung jawab perempuan, melainkan suami, ayah atau laki-laki mahram yang ada dalam keluarganya. 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.”

(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 34)

Meskipun bekerja diperbolehkan bagi perempuan. Namun, peran utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga tidak boleh ditinggalkan. Keridloan suami atau mahramnya harus menjadi pertimbangan ketika harus keluar rumah. Selain itu, batasan-batasan lain yang diperbolehkan oleh syari’at Islam tidak boleh dilanggarnya. Seperti, kewajiban menutup aurat, tidak boleh berkhalwat(berdua-duaan dengan selain mahram) dan ikhtilath(campur baur antar laki-laki dan perempuan tanpa ada alasan syar’i).

Oleh karena itu, jangan sampai segala proyek atau program yang dijalankan oleh negara justru akan berakibat fatal bagi perempuan, yaitu menjerumuskan perempuan dalam dosa dan kelalaiannya. Menjadikan perempuan sebagai alat untuk mengokohkan kapitalisme, justru akan menghancurkan peradaban Islam. Sementara, Kesejahteraan ummat baik muslim maupun nonmuslim terbukti telah dijamin dalam sistem khilafah yang pernah diterapkan selama ribuan tahun. Itulah peradaban Islam yang mulia nan agung.

Wallahu A’lam Bisshowwab.

Leave a Reply

Your email address will not be published.