Breaking News

Program Organisasi Penggerak, Benarkah Solusi?

Spread the love

Oleh : Jayanti (Pemerhati Masalah Publik)

Muslimahtimes – Program Organisasi Penggerak adalah sebuah program yang dibuat oleh Kemendikbud guna mendorong hadirnya Sekolah Penggerak yang melibatkan peran serta organisasi. Fokus utamanya adalah peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Program ini dirancang agar Kemendikbud dapat belajar dari inovasi-inovasi pembelajaran terbaik yang digerakkan masyarakat. Kemendikbud memberikan dukungan penuh untuk memperbesar skala gerakan agar dapat dimanfaatkan secara lebih luas.

Dalam Siaran Pers Nomor: 194/sipres/A6/VII/2020, Kemendikbud menjelaskan, saat ini 4.464 organisasi telah mendaftar di Program Organisasi Penggerak dan mengikuti proses evaluasi proposal yang terdiri atas seleksi administrasi, substansi, dan verifikasi. Program ini nantinya akan fokus pada upaya pengembangan literasi, numerasi, dan karakter di 34 provinsi di seluruh Indonesia.

Program beranggaran sekitar Rp 595 miliar. Kemendikbud membagi tiga kategori bagi OP penerima yakni Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar per tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.

Proses seleksi ormas oleh Kemendikbud dan tim evaluasi dinilai tidak transparan dan tidak tepat sasaran. Kriteria bagi Organisasi Penggerak mana yang mendapat kategori Gajah, Macan, atau Kijang, dinilai tak jelas. Masyarakat memprotes lolosnya sejumlah yayasan besar seperti Sampoerna dan Tanoto Foundation yang semestinya tak perlu lagi mendapat dana pemerintah. Selain itu, protes digulirkan atas masuknya berbagai organisasi yang tak diketahui persis rekam jejaknya.

Hal ini menjadi tanya besar, dilihat dari tujuan diberikannya dana POP selayaknya dimanfaatkan untuk membantu siswa, guru honorer, penyediaan infrastruktur di daerah. Khususnya di daerah 3T demi menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena pandemi korona. Bukan untuk tujuan lain. Kesan yang muncul justru ada aroma investasi bukan kolaborasi antar ormas penggerak.

Peran serta organisasi masyarakat dalam peningkatan pendidikan mutlak dibutuhkan. Karena masyarakat mempunyai pengaruh besar dalam keberhasilannya. Namun tanpa sinergi antara individu, masyarakat dan kebijakan negara mustahil hal itu akan terwujud. Negara mempunyai peran utama dalam penentuan kebijakan. Sistem kapitalis yang melingkupi membuat sang pemilik modal mampu berkuasa.

Dari sisi individu, sebagai bagian dari masyarakat mempunyai tanggungjawab sesuai perannya. Sebagai guru wajib melaksanakan tugasnya mendidik anak bangsa menjadi siswa berkualitas. Namun faktanya tatanan kehidupan kapitalis memicu tiap individu berlomba mencari keuntungan materi dari setiap aktivitasnya. Karena tuntutan pemenuhan kehidupan yang harganya terus melambung. Gaji seorang guru honorer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga butuh pekerjaan sampingan. Jika dituntut untuk inovatif maka membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.

Sedangkan untuk individu siswa, banyak yang mengalami keguncangan citra diri. Pandangan terhadap dirinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dia dibesarkan. Orientasi belajar adalah nilai akademis. Tersebab pembelajaran saat ini tidak lebih dari transfer ilmu. Sekadar mengejar prestasi. Ambisi karier dan materi yang tidak terkendali mengganggu hubungan interpersonal baik dalam keluarga maupun masyarakat. Membentuk pribadi yang cenderung individualis.

Negara berkewajiban menyediakan fasilitas memadai untuk kemajuan pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Ilmu dikembangkan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah swt.

Sebagai perbandingan di dalam sejarah Negara Islam, Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar ( 1 dinar = 4,25 gram emas) (sekitar 29 juta rupiah dengan kurs sekarang,).

Begitu pula ternyata perhatian para khalifah (sebutan bagi pemimpin Negara Islam) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik dan biaya sekolah, tetapi juga sarana lainnya. Seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja’far bin Muhammad (wafat 940M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis, seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan kepada para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberikan pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama Yaqut Ar Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi masa kekhalifahan abad 10 Masehi. Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.

Solusi masalah pendidikan dalam Islam telah terbukti di masa itu. Selanjutnya untuk mewujudkan tercapainya pendidikan yang berkualitas, siapkah Indonesia untuk menerapkan sistem Islam?

Leave a Reply

Your email address will not be published.