Oleh. R.Nugrahani, S.Pd.
Muslimahtimes.com–Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi gereja Katolik sedunia yang juga kepala negara Vatikan, telah selesai melakukan lawatannya dalam agenda perjalanan apostolik di negara Asia-Pasifik. Perjalanan apostolik tersebut akan dilakukan selama 11 hari, mulai tanggal 3 sampai 13 September 2024. Setidaknya aka nada empat negara yang akan dikunjunginya, yaitu Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.
Meskipun kunjungan yang dilakukannya di empat negara tersebut telah selesai, namun statemen yang disampaikan oleh paus masih dijadikan bahan pemberitaan di media massa. Selain pernyataan berkaitan dengan toleransi dan moderasi, ada pernyataan lain yang disampaikan berkaitan dengan perkembangan politik di keempat negara tersebut.
Terkait dengan kondisi demokrasi di Indonesia, Paus Fransiskus menyatakan bahwa dinamika sosial dan politik yang terjadi baru-baru ini banyak dialami negara berkembang.
“Ini adalah masalah yang umum terjadi di negara-negara yang sedang membangun dirinya,” ucap Paus Fransiskus di dalam pesawat Singapore Airlines rute Singapura-Roma, Jumat 13 September 2024. Direktur Biro Pers Takhta Suci Vatikan, Matteo Bruni menterjemahkan dalam Bahasa Inggris.
Uskup Roma tersebut mengatakan bahwa dalam doktrin sosial gereja, masalah demokrasi bisa ditengahi dengan jalan komunikasi. Paus Fransiskus pun menyatakan bahwa negara perlu membangun komunikasi lintas sektor. Artinya, perlu adanya dialog dua arah antara pemerintah, kelompok sipil masyarakat, dan elemen-elemen lainnya agara demokrasi yang diinginkan bisa tercapai. (tempo.co, 13/09/2024)
Di Indonesia, kunjungan Paus Fransiskus mendapat sambutan yang antusias. Malah terkesan berlebihan, terkhusus bagi pejabat muslim di negeri ini. Para pejabat negeri ini yang notabene beragama Islam terlalu berlebihan dalam menyanjung dan mengungkapkan sosok Paus Fransiskus, sebagai kepala agama Katolik maupun sebagai pemimpin.
Yang menjadi sorotan adalah kesederhanaan yang ditampilkan oleh Paus Fransiskus. Semisal, ketika dalam perjalanannya ke Indonesia, menolak menggunakan jet pribadi. Lebih memilih menggunakan pesawat komersial Italian Airways, yang disewa untuk membawanya Bersama rombongan plus 88 jurnalis dari seluruh dunia. Ketika telah tiba di Jakarta, menolak menaiki mobil mewah antipeluru dan lebih memilih mobil Toyota Innova Zenix, bermalam di Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta, bukan di hotel bintang lima.
Sikap sederhana dan anti kekuasaan Paus Fransiskus yang diberitakan diberbagai media massa disebutkan sebagai sikap yang saat ini tidak dipraktikkan banyak pemimpin dunia, Indonesia termasuk di dalamnya.
Ironinya, semua perilaku dan statemen yang dilakukan oleh Paus Fransiskus direspons sangat positif oleh para pemimpin dan masyarakat muslim di negeri ini. Mereka mengelu-elukan dan merasa takjub dengan sikap yang ditunjukkan Paus Fransiskus. Mereka seolah lupa bahwa Islam memiliki tokoh-tokoh yang lebih hebat daripada keberadaan Paus Fransiskus. Antusiasme tokoh-tokoh muslim telah kelewat batas.
Ittiba’ pada Rasulullah
Kita sebagai seorang muslim, tentulah tidak ada sedikit pun keraguan terhadap agama yang kita pegang erat saat ini, yaitu Islam. Sebagaimana hadis riwayat Imam Muslim yang menceritakan tentang seorang Arab yang datang kepada Rasulullah dan menanyakan kapan hari kiamat akan tiba. Rasul kemudian bertanya, “Apa yang telah engkau siapkan untuk menghadapi kiamat?” Orang tersebut menjawab, “Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Mendengar jawaban tersebut, maka Rasulullah mengatakan, “Engkau akan Bersama dengan orang yang engkau cintai.”
Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dinyatakan bahwa cinta kepada Rasulullah disebutkan sebagai penanda kesempurnaan iman. Siapa saja yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selain keduanya, maka ia akan merasakan lezatnya iman.
Namun, ada pembuktian lain lagi dalam menunjukkan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan mengikuti atau ittiba’ kepada Rasulullah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 31.
Dalam ayat tersebut, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa siapa pun yang mengaku cinta kepada Allah, tetapi ia tidak ittiba’ denga ittiba’ yang benar kepada Rasulullah, baik dalam perintah dan larangan, maka ia berdusta hingga ia betul-betul ittiba’ kepada Rasulullah dengan benar. Dengan kata lain. Ittiba’ yang benar adalah mengikuti sunnahnya dan menaati syariat yang dibawanya, yaitu syariat Islam secara sempurna dan menyeluruh.
Dengan adanya kejadian kunjungan yang dilakukan oleh Paus Fransiskus ke Indonesia, selain menggaungkan masalah toleransi, moderasi, perdamaian, maka hal lain yang juga disampaikan adalah terkait masalah demokrasi.
Islam, sebagai agama yang lengkap dan sempurna, tentunya mampu mengatasi persoalan yang disampaikan Paus Fransiskus semala kunjungannya di Indonesia.
Sebagai contoh dalam persoalan toleransi. Dalam hal ini, umat Islam sering dituduh intoleran. Namun faktanya, umat Islam di negeri ini justru sangat toleran. Saking tolerannya, mereka meninggalkan prinsip-prinsip mendasar dalam agama Islam. Sebagaimana yang terjadi ketika ada kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia. Semuanya seolah diminta untuk sibuk. Mulai dari pemberitaan yang terlalu bombastis, sikap pemimpin Islam yang terlalu lebay, dan tuduhan terhadap umat Islam yang intoleran ketika bersebrangan dengan apa yang dilakukan para pemimpin muslim yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Mereka hanya tidak ingin dicap intoleran. Sehingga mereka bersikap dan bertingkah laku sebagaimana yang diinginkan oleh para penyeru toleransi.
Dalam pandangan Islam, persoalan toleransi adalah hal yang biasa. Islam merupakan agama yang sangat toleran. Bahkan dalam Islam ada prinsip yang tegas berkaitan dengan persoalan toleransi.
Secara tegas dalam Islam ada kebebasan beragama. Artinya, bagi orang nonmuslim dibebaskan untuk memilih dan menjalankan ajaran agama yang diyakini. Tidak boleh ada paksaan untuk masuk dalam agama Islam.
Meskipun demikian, dalam Islam mewajibkan bagi umat Islam untuk meyakini hanya Islam sebagai agama yang benar. Islam sebagai satu-satunya agama yang akan mengantarkan keselamatan dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, tidak ada yang namanya pluralisme dalam Islam. Meskipun atas nama toleransi, tidak boleh beranggapan bahwa semua agama sama saja dan semuanya benar.
Dalam Islam, tidak boleh menjadikan toleransi sebagai alasan untuk membenarkan sesuatu yang salah menurut syariat Islam dan sebaliknya. Semuanya harus dikembalikan bagaimana syariat Islam memberikan aturan.
Batas-batasnya dalam toleransi sangat jelas dan tegas. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku. Tidak boleh mencampuradukkan dalam urusan akidah. Harus bersikap adil kepada semua. Tidak boleh mengubah yang halal menjadi haram dan yang haram manjadi halal. Semuanya harus dikembalikan bagimana Islam memberikan aturan dalam kehidupan.
Rasulullah dan para sahabat pun telah menunjukkan contoh bersikap toleran pada nonmuslim. Seperti halnya yang dituliskan dalam As-Sirah an-Nabawiyah, Muhammad Shallabi menceritakan ketika pada tahun 9 hijriah, utusan Kristen dari Najran pergi ke Madinah. Mereka disambut dengan baik oleh Rasulullah. Rasul pun berkirim surat kepada pemuka agama mereka. Beliau menyampaikan tentang jaminan keamanan dalam melaksanakan ibadah. Jaminan ini juga berlaku untuk agama-agama lain denga syarat mereka mengikuti perjanjian dalam Piagam Madinah.
Pada masa Umar bin Khaththab, ketika Amru bin Ash memasuki Mesir, ada perlindungan yang diberikan kepada Patriark Benjamin. Selain itu, kedudukan Patriark dikembalikan seperti semula. Diizinkan untuk mengelola urusan agama dan administrasi di gereja.
Kembali kepada Ajaran Islam
Sesungguhnya umat Islam harus waspada terhadap ide-ide yang berasal dari luar ajaran Islam. Apalagi jika secara jelas ide tersebut justru merusak, menggerus akidah kaum muslimin.
Umat Islam harus berpikir dan bersikap kritis, yaitu berpikir dan bersikap yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Umat Islam harus jeli dan paham betul tentang apa yang dimaksudkan dengan toleransi. Jangan sampai kemudian terjebak oleh pandangan toleransi ala Barat. Selain itu, perlu diwujudkan adanya komunikasi di antara umat beragama agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam persoalan toleransi. Dan paling penting adalah adanya pemimpin yang paham betul terkait dengan konsep toleransi yang benar. Sehingga tidak akan terjadi pertentangan dan kekacauan di masyarakat berkaitan dengan persoalan toleransi.
Hanya Kembali kepada aturan Islamlah, maka keberkahan akan menaungi kita semua. Islam rahmatan lil’alamin harus kita kembalikan lagi dengan wujud adanya penguasa dan negara yang menjamin pengaturan kehidupan ini dengan menegakkan hukum Islam, yaitu tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishawab