Breaking News

Reshuffle Tambal Sulam Ala Demokrasi

Spread the love

Oleh Rifka Fauziah Arman, A.Md.Farm

(Tenaga Teknis Kefarmasian dan Pendidik)

 

 

#MuslimahTimes — Tambal sulam… gonta ganti biasanya terjadi dalam suatu hal seperti benda mati tapi sepertinya kali ini sering terjadi dalam pemerintahan. Yap tentu saja reshuffle lagi dan lagi. Tak cukup hanya sekali tapi berkali-kali dilakukan. Mulai dari periode pertama kali berkuasa hingga sekarang periode kedua. Dengan alasan kerja menteri yang kurang bagus, menteri yang korupsi atau masalah di kementerian tersebut yang tidak pernah selesai dengan baik.

 

Mungkin masa pemerintahan kali ini terkenal dengan banyaknya reshuffle kabinet dalam dua periode kekuasaannya. Reshuffle pertama pada bulan Agustus 2015, yang kedua pada bulan Juli 2016, yang ketiga pada bulan Januari 2018, yang keempat pada bulan Agustus 2018 dan yang terakhir pada bulan Desember 2020. Total sudah lima kali dalam 2 periode kekuasaannya dan ini akan terjadi kembali dalam waktu dekat bahkan mungkin bisa terjadi kembali sampai berakhirnya masa kekuasaan kali ini pada tahun 2024 nanti. (Kompas.com 22/12/2020)

 

Tersiar kabar reshuffle kabinet karena setelah rapat paripurna di DPR pada tanggal 09 April lalu yang menyetujui pembentukan Kementerian Investasi dan menggabungkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Tidak disebutkan kapan reshuffle ini akan terjadi tapi pasti dilakukan dalam waktu dekat mengingat perubahan pada bagian kementerian diatas. (Tribunnews 14/04/2021)

 

Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera) menyatakan bahwa dalam isu-isu reshuffle ini bukan sekedar akomodasi politik tetapi betul betul pada esensinya, yaitu bagaimana yang terpilih itu memang orang-orang yang mempunyai kredibilitas akseptabilitas yang betul betul memadai bukan asal-asal akomodasi politik saja. Ia juga menuturkan bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif presiden. Namun dirinya mengingatkan Presiden untuk tidak hanya terbatas memilih calon menteri dari kalangan profesional non partai. Menurutnya ada banyak kalangan profesional di dalam partai yang juga memiliki kemampuan baik.

 

Pada faktanya setiap melakukan reshuffle baik anggota partai atau tidak menyelesaikan permasalahan apapun, Nyatanya malah menambah masalah seperti ungkapan tambal sulam tadi. Apalagi ditambah tempat “duduk” dalam kementerian menjadi sebuah tempat pesanan para politisi yang sudah bekerja sama ataupun berkoalisi dalam pemilu sebelumnya. Melihat setiap reshuffle banyak menteri yang mengemban tugas tidak sesuai keahliannya hingga menghasilkan kebobrokan hukum didalamnya dan menimbulkan banyak kontroversi. Seperti memaksakan kehendak dalam sebuah pesanan yang harus diberikan walaupun tidak sesuai yang penting kekuasaan didapat. Inilah kapitalis demokrasi, sistem yang mengutamakan para pemilik modal, para penguasa ataupun tokoh yang sudah memberikan banyak modal dan bekerja sama sebelumnya. Kekuasaan didapat hanya untuk mengambil kembali apa yang sudah dikeluarkan begitu banyak.

 

Reshuffle kabinet atau penggantian pejabat negara dalam islam sebenarnya bukanlah hal baru. Hal ini juga sering dilakukan para khalifah baik pada zaman kekhilfahan Rasulullah SAW bahkan sampai zaman khilafah Utsmani. Tapi tentu penggantian jabatan yang dilakukan merupakan sebuah kesalahan pada individu dan sistem yang dijalankan oleh pejabat negara tersebut. Mungkin terlihat sama seperti sistem kapitalis demokrasi yang menteri-menterinya dipilih oleh pemimpin negara. Tapi jika ditelaah lebih dalam sebenarnya berbeda.

 

Seorang khalifah dan pejabat negara yang terpilih saja harus memiliki beberapa kriteria yakni Al-Quwwah (kekuatan), At-Taqwa (ketaqwaan), dan Al-Rifq bi Ar-Ra’iyyah (lemah lembut kepada rakyat). Dalam memilih pejabat negara pun dengan beberapa cara yakni pertama berupa ba’iat oleh umat untuk khalifah sebagai pemimpin negara, kedua berupa pemilihan umum untuk anggota Majelis Umat yang bertugas mewakili rakyat dalam urusan syura dan mengoreksi atau mengawasi terhadap kekuasaan dan yang ketiga berupa mandat dari Khalifah dan ini untuk memilih pejabat negara selain khalifah dan majelis umat tadi seperti wali, qadhi, muawwin,dll.

 

Jika kita melihat sistem pembentukan pejabat negara dalam sistem pemerintahan islam bukanlah dalam asas kerjasama apalagi pesanan partai lain. Semuanya berdasarkan keridhaan Allah SWT karena setiap jabatan apapun yang dipegang oleh pejabat negara merupakan tanggung jawabnya dihadapan Allah SWT.

 

Masya Allah sungguh sistem pemerintahan islam memang yang terbaik. Sebagai contoh banyak sekali pada masa khalifah sepeninggalnya Rasulullah SAW yang melahirkan para pejabat yang sangat bagus-bagus dan sangat rendah diri. Seperti pada masa khalifah Harus Al-Rasyid yang kita tahu masa saat islam sangat berjaya dimasa kekhilafahan Abbasiyah. Karena para pejabat yang sangat baik dan bagus dalam mengemban tugas-tugasnya. Tapi ada juga beberapa kasus saat ditemukan seorang wali yang berkhianat dengan melakukan kemaksiatan langsung dihukum saat itu juga oleh khalifah dan digantikan dengan yang lebih baik. Hukum yang diberikan kepada pejabat negara pun sama dengan hukum yang diberikan kepada umat, karena pada sistem pemerintahan islam semua manusia sama dimata Allah.

 

Tak ada hukum yang membeda-bedakan antara pejabat maupun rakyat. Islam tidak pernah sembarangan dalam menentukan pejabat negara, seorang khalifah yang memiliki hak untuk menentukan siapa saja pejabat negara pun pasti telah dilihat bagaimana prestasi dan kualitasnya dalam keahliannya masing-masing. Terutama dalam ketaqwaan yang menjadi syarat utama dalam menjadi pejabat yang dapat dipercaya oleh khalifah dan umat. Karena dalam negara islam kekuasaan ada ditangan Allah bukan khalifah maupun ummat. Jadi semua hal yang diputuskan, dilakukan dan diemban harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Sangat berbeda sekali dengan sistem kapitalis demokrasi yang menjadikan kekuasaan sebagai ajang dan kesempatan untuk mempermudah “koneksi” bisnis mereka.

 

Wallahu’alam bisshawwab