Oleh: Vivie Dihardjo (Pegiat Komunitas Ibu Hebat)
Jepang risau. Jepang menghadapi krisis demografi. Negeri Sakura hari ini didominasi oleh penduduk manula sedangkan penduduk usia produktif lebih memilih bekerja dan melajang. Dampaknya adalah angka pernikahan yang turun drastis.
Dilansir dari Japan Today, Minggu (7/1/2018), Pernikahan pada periode 2017 menurun 13.000 dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 607.000 atau paling sedikit sejak akhir Perang Dunia II (Internasionalkompas.com7/1/ 2018).
Turunnya angka pernikahan berdampak pada turunnya jumlah kelahiran di Jepang. Data dari Japan Today, Minggu (24/12/2017), ada 941.000 bayi yang lahir sepanjang 2017. Angka ini 4% lebih rendah dibanding tahun 2016. Angka kelahiran diJepang dibawah 1 juta pertahun sedangkan kematian sebesar 1,34 juta per tahun, (Internasionalkompas.com7/1/ 2018).
Beberapa tahun terakhir Jepang menggalakkan kembali Ryousai Kenbo. Ryousai berarti ibu yang baik dan Kenbo berarti ibu yang bijaksana, ini sudah pernah ada sejak masa Meiji sebagai pedoman mewujudkan keluarga yang harmonis dan ideal.
Sebagai negara maju Jepang mengakui bahwa kemajuannya yang pesat adalah karena kyoiku mama (ibu pendidik). Kyoiku mama adalah jabatan yang mentereng di Jepang. Para kyoiku mama rata-rata berpendidikan S1 atau S2. Mereka memiliki pendidikan yang tinggi untuk mendidik anak-anak bukan untuk berkarier. Mereka mengajarkan karakter-karakter baik pada anak-anak seperti kedisplinan, ketekunan, rela berbagi, kerja sama, rela berkorban, dan kesederhanaan di usia emas anak-anak (0-5 tahun). Sehingga pendidikan di sekolah hanya mengajarkan hal-hal akademis dan tidak lagi direpotkan dengan persoalan karakter anak-anak.
Jepang memposisikan Kyoiku Mama dan Ryuosai Kenbo (ibu yang arif dan bijaksana) pada posisi yang terhormat, mereka adalah “penguasa rumah” yang bertanggungjawab sepenuhnya pada ranah domestik. Kesuksesan mereka diukur dari keberhasilan mereka menanamkan karakter baik pada anak-anaknya. Sedangkan para ayah bertanggung jawab di luar rumah sebagai pemasok logistik dan urusan publik.
Islam Memaknai Emansipasi Sesuai Fitrah.
Islam menempatkan emansipasi bukan sebagai topik yang perlu diperjuangkan. Karena islam telah mengakui kesetaraan hak dan kewajiban antara laki laki dan wanita dengan sangat adil dan indah jauh sebelum ditemukan kata emansipasi. Dalam pandangan Islam, wanita didudukkan sebagai ummu warobatul bait (manajer rumah tangga).
Rasullullah bersabda
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).
Selanjutnya, Ibu adalah madrasatul ula.
ibu adalah tempat pertama kali anak anak mendapatkan pengetahuan. Mengenalkan Alloh, para Nabi dan Rosul hingga mengisi maklumat tsabiqoh islam pada otak anak anak menjadi bagian tanggung jawab seorang ibu.
Islam selalu mendorong muslim dan muslimah untuk selalu menuntut ilmu. Tiada beda diantara keduanya. firman Alloh menyatakan,
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)
Qs Az Zumar ayat 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ [الزمر:9]
“Katakanlah, apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak tahu.”
Karenanya, wanita muslimah wajib hukumnya menuntut ilmu karena fitrahnya sebagai pendidik utama anak-anaknya. Maka tiada beda bagi laki-laki maupun perempuan dalam hal kewajiban menuntut ilmu.
Islam juga menobatkan wanita sebagai ummu ajyal ( pencetak generasi unggul). Kesuksesan seorang ibu adalah ketika anak-anaknya berperilaku sesuaidengan aturan -aturan Allah Swt. Generasi gemilang yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan tapi hatinya dipenuhi dengan ketaatan kepada Allah Swt. Inilah generasi yang mampu menopang peradaban islam yang mulia. Maka mulialah para Ibu yang berhasil menghantarkan anak-anaknya pada hal yang demikian.
Betapa bahagianya posisi wanita dalam naungan Islam. Fitrah ibu sebagai manajer keluarga, pendidik utama dan pencetak generasi unggul tentu menjadi dambaan bersama. hanya saja, hal tersebut tidak akan optimal kecuali jika negara menerapkan syariat islam secara kaffah.
Islam kaffah itu sendiri mustahil dapat terwujud dalam sistem sekular seperti saat ini. ya, Islam kaffah hanya bisa diterapkan dalam daulah khilafah. Ketika Khilafah ada, maka ia akan mengembalikan fungsi keluarga. Ibu fokus sebagai manajer urusan domestik. Adapun ayah, fokus pada urusan publik dan mencari nafkah. Demikian pula, Negara menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi para lelaki yang wajib menafkahi.
Kembalinya fungsi keluarga akan mengurangi depresi pada ayah dan ibu. Optimalnya fungsi ayah dan ibu akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak anak. Tumbuh kembang generasi yang positif dan sesuai dengan syariat Islam adalah pondasi kuat membangun peradaban yang mulia.
Demikianlah Islam dalam mendudukkan posisi laki-laki dan perempuan. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang telah digariskan sesuai dengan fitrahnya. Maka menjadi kepastian, ketika Islam yang diterapkan, tidak akan ada kekhawatiran terhadap kelangsungan hidup manusia sebagaimana yang tengah melanda Negeri Sakura. Wallahua’alam.