Breaking News

Saat Negara Menyiapkan Agent of Change

Spread the love

Oleh : Vivin Indriani (Pegiat Literasi dari Jawa Timur)

Calon mahasiswa baru Universitas Indonesia ( UI) diharuskan menandatangani lembar pakta integritas di atas materai mulai tahun ini. Berkas yang kini mendapat sorotan banyak pihak itu bernama pakta integritas yang disebut oleh Kepala Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia merupakan salah satu syarat wajib calon mahasiswa baru. Persyaratan ini baru dimulai pada tahun ajaran kali ini.

Dalam lembar pakta integritas yang diterbitkan pihak rektorat tersebut, pelanggaran terhadap ketentuan berakibat sanksi maksimum pemberhentian sebagai mahasiswa UI. Sedikitnya ada 13 ketentuan yang tak boleh dilanggar oleh mahasiswa sejak ditetapkan sebagai mahasiswa UI. Pasal yang paling kontroversial diantaranya mahasiswa UI dilarang berpartisipasi dalam kegiatan kelompok/organisasi yang tidak mengantongi izin resmi pimpinan fakultas/universitas. Dan pasal tentang mahasiswa UI dilarang berpolitik praktis “yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara” (poin 10).

Pakta integritas ini kemudian memicu polemik di media sosial terkait adanya kewajiban untuk mematuhi dan menandatanganinya di atas materai. Kritik juga datang dari pihak BEM UI yang menolak pakta integritas dan menyebut perjanjian di atas meterai itu bisa mengekang hak mahasiswa.

Setelah banyak mendapat sorotan, pihak UI justru membuat pernyataan yang kontradiktif dengan menyangkal bahwa dokumen itu bukanlah berkas resmi yang dirilis universitas. “Dokumen berjudul “Pakta Integritas” yang telah beredar di kalangan mahasiswa baru UI bukan merupakan dokumen resmi yang telah menjadi keputusan Pimpinan UI,” kata Kepala Biro Humas dan Komunikasi Informasi Publik Universitas Indonesia (KIP UI) Amelita Lusia dalam keterangan resmi, Minggu (13/9/2020) malam. Pihak UI menyayangkan oknum yang tak bertanggung jawab dalam penyebaran dokumen yang tak resmi tersebut. Menurutnya, setiap dokumen Universitas Indonesia (UI) harus dikeluarkan melalui mekanisme dan/atau Sistem Informasi yang resmi guna menjamin keotentikannya.

Kritik Atas Pengekangan Prinsip Academic Frredom

Pakar pendidikan tinggi Eddy Suandi Hamid meminta agar kampus tidak memunculkan aturan yang mengekang mahasiswa dalam beraktivitas dan berorganisasi. Demikian disampaikan dalam wawancara dengan Media Indonesia, Selasa (15/9) terkait polemik pakta integritas di kampus jaket kuning tersebut. Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengingatkan jangan sampai hal ini mengekang kebebasan berorganisasi mahasiswa UI yang mereka semua adalah calon pemimpin. Mahasiswa tidak harus dilarang misalnya melakukan pendidikan politik dengan berbagai kegiatan yang ada, berorganisasi, atau masuk organisasi ekstra yang ada di kampus.

Hal serupa juga disampaikan oleh analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubeidilah Badrun. Sebagai akademisi dan juga alumni Pascasarjana FISIP UI, Ubeidilah menyesalkan langkah UI dalam penyelenggaraan program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru Universitas Indonesia (PKKMB UI) yang mewajibkan mahasiswa baru menandatangani pakta integritas yang isinya justru bertentangan dengan prinsip academic freedom di dunia perguruan tinggi.

Tokoh Gerakan Mahasiswa ITB 1978 dan konseptor Gerakan Anti Kebodohan, 1976, Dr Rizal Ramli juga ikut memprotes keras tindakan rektor UI yang memberlakukan pakta integritas kepada para mahasiswa baru agar tidak berkecimpung dalam persoalan-persoalan kebangsaan dan bersikap kritis terhadap persoalan politik yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.

Rizal Ramli menyayangkan sikap rektor, yang juga salah seorang komisaris perusahaan BUMN itu, memilih menjilat kepada kekuasaan dengan menggunakan istilah Pakta Integritas untuk pasal-pasal penghambaan dan pemberangusan hak demokratis mahasiswa. Menurutnya, orang yang tanggung-tanggung dari segi profesionalitas dan leadership, memang menjadikan sikap menjilat sebagai jalan naik kelas ke atas, demi menyenangkan kekuasaan.

Dari banyaknya kritik terhadap keberadaan pakta integritas ini, pihak UI akhirnya mengoreksi dengan beberapa versi jawaban. Diantaranya ada versi Direktur Kemahasiswaan UI, Devie Rahmawati yang mengakui bahwa pakta integritas itu diterbitkan oleh pihaknya melalui program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) pekan lalu.

Devie juga menyebut sempat terjadi kekeliruan pengiriman dokumen pre-test, post-test, dan pakta integritas yang masih berupa draf sehingga banyak mengundang pro dan kontra. Dia mengakui telah mengganti pakta integritas itu dengan versi yang diklaim sudah final, dengan judul berubah jadi “surat pernyataan”, tanpa meterai.

Dalam dokumen pakta integritas yang sudah ‘final’ dan sempat dikirim ke salah satu media menunjukkan poin-poin yang kontroversial relatif tak berubah, dan ada beberapa penambahan ketentuan yakni larangan mahasiswa bertindak menentang pancasila dan terlibat radikalisme. Meski beberapa mahasiswa mengaku tak mendapat kiriman pakta integritas yang sudah final tersebut dan baru mengetahuinya dari media sosial.

Mahasiswa Sebagai Agent Of Change, Iron Stock, Social Control dan Moral Force

Mahasiswa yang identik dengan pemuda merupakan bagian dari penerus generasi. Bagi sebuah peradaban besar, fungsi penerus generasi tidak cukup melainkan harus disertai sebagai agen perubahan(Agent of Change). Mahasiswa juga hendaknya menjadi penerus untuk memimpin bangsa (Iron Stock), mampu mengontrol sosial yang ada di lingkungan sekitar (Social Control ) dan sekaligus diwajibkan untuk menjaga moral-moral yang sudah ada (Moral Force).

Dalam berbagai perubahan besar di seluruh dunia, mahasiswa punya andil besar dalam berbagai upaya revolusi dan perubahan tatanan dunia. Mahasiswa-lah yang rajin turun ke jalan mengkritisi kebijakan penguasa yang menyimpang dari amanat undang-undang. Memberikan masukan arah langkah bangsa ke depan serta bersiap menerima tahapan mengambil tongkat estafet peradaban. Peran itu semestinya masih berjalan hingga hari ini selama negara belum beralih menjadi kekuasaan diktator atau bahkan fasisme.

Pemikiran dan pemahaman di usia yang masih muda, selayaknya membantu mengantarkan mahasiswa pada kondisi pergolakan pemikiran setiap kali penyimpangan terjadi di sekitarnya. Selayaknya mereka tak diam saja ketika moncong penguasa bergerak mencekik rakyat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa harus bersikap berani dan kritis, berani untuk mendobrak zaman ke arah kemajuan dan kritis terhadap kebijakan para pemegang roda kekuasaan.

Sekian persen dari mahasiwa beberapa tahun belakangan ini sudah kehilangan jati dirinya sebagai mahasiswa sejati. Mahasiswa kini lebih bangga akan gelarnya namun lupa akan tanggung jawabnya. Mereka lengah jika diiming-iming beasiswa yang menggiurkan dan rela menanggalkan baju idealismenya ke dasar terdalam. Kini kehidupan mahasiswa hanya berputar pada sekedar melaksanakan tanggung jawab akademis semata, hanya untuk mendapatkan IP yang tinggi dan harapan bisa diterima bekerja di tempat yang diinginkan selepas kuliah.

Pemuda Tangguh Hanya Lahir Di Sistem Paripurna

Dalam Islam pemuda merupakan generasi penerus bagi generasi sebelumnya. Ada ungkapan dalam bahasa Arab, “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” yang maknanya “Pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang”. Karena itu, Islam memberikan perhatian besar kepada mereka, bahkan sejak dini. Pemuda hebat banyak lahir dalam masa peradaban Islam di masa lalu. Mereka hebat salah satunya karena generasi sebelum mereka juga adalah orang-orang hebat.

Pemuda di era kekhilafahan silam tumbuh dengan sehat dan kuat. Mereka memiliki sikap dan nafsiyah yang mantap sehingga kemenangan-kemenangan Islam mudah diraih di tangan mereka. Tidak nampak gambaran pemuda atau mahasiswa hari ini yang hidup penuh hura-hura, seks bebas, narkoba, pacaran dan sederet kehidupan hedonistik melalaikan yang melekat dalam kehidupan mereka hari ini. Sebab khilafah menutup pintu terhadap kehidupan yang bisa merusak akal dan jiwa generasi muda di kala itu dengan seperangkat undang-undang dan peraturan syariat Islam yang mengikat.

Negara juga memberi jaminan bagi para pemuda di era khilafah akan kehidupan yang maju dan suasana mencari ilmu yang terjaga. Pemuda atau mahasiswa atau pelajar di kala itu sibuk dengan berbagai upaya penemuan, riset, hingga pengembangan strategi dalam melakukan futuhat demi kejayaan Islam. Mereka banyak melahirkan tidak hanya penemuan dan teknologi baru, namun juga pemikiran-pemikiran besar yang menginspirasi dunia tanpa mengurangi sikap kritisnya pada kekuasaan demi untuk menjaga agama.

Pemuda di masa kekhilafahan Islam silam tidak akan punya waktu untuk sibuk pada hal-hal mubah sebagaimana hari ini. Ada ungkapan bijak, “Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebenaran, pasti sibuk dalam kebatilan.” Karena itu, negara menjakin sebuahkehidupan masyarakat yang bersih dari berbagai tayangan, tontonan atau acara yang bisa menyibukkan masyarakat dalam kebatilan. Pemuda di era Islam juga tidak sibuk dengan urusan seputar Gharizah Nau(menurutkan naluri meneruskan keturunan) secara berlebihan melalui aktivitas pacaran misalnya. Sibuk patah hati, sibuk mengejar mantan atau hal-hal remeh semacam itu bukanlah tabiat pemuda Islam di era khilafah.

Karena itu, dalam usia 20 tahunan, Imam an-Nawawi, misalnya bisa menghasilkan berjilid-jilid kitab. Bahkan, Imam Ahmad, bisa mengumpulkan dan hafal lebih dari satu juta hadits. Imam Bukhari juga begitu. Ibnu Sina bisa serius mendalami berbagai bidang ilmu kedokteran bahkan masih mampu menjalankan berbagai peran lain seperti arsitek, astronom dan ahli matematika. Dan sederet pemuda-pemuda Islam lainnya dengan setumpuk prestasi menghiasi masa keemasan peradaban Islam dulu.

Semuanya ini memang membutuhkan negara dengan sistemnya yang luar biasa. Sejarah keemasan seperti ini pun hanya pernah terjadi dalam sistem khilafah, bukan yang lain. 1300 tahun lebih Islam menguasai dunia, kegelapan dan era kebodohan menyingkir dari wilayah-wilayah kekuasaan Islam. Bahkan non muslim pun bisa menikmati dan merasakan sendiri kemegahan itu ketika mereka tinggal dalam kekuasaan Islam.

Wallahu ‘alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published.