Oleh: Intan Alawiyah
(Member Revowriter Tangerang)
#MuslimahTimes — Dipenghujung bulan Ramadhan, ada tradisi unik yang tidak boleh dilewatkan oleh warga Indonesia yang merantau jauh dari tempat kelahiran. Biasanya para perantau akan memanfaatkan momen liburan saat lebaran untuk berkunjung ke sanak saudara di kampung halaman. Sehingga mudik pun menjadi hal yang wajib bagi para perantau untuk meluapkan kerinduan yang bertahun lamanya terbendung.
Berbeda dengan tahun sebelumnya. Banyak polemik yang tumpah ruah menghiasi proses mudik kali ini. Mulai dari tarif tol yang mengalami kenaikan berkali lipat, Sampai tarif transportasi yang mengalami peningkatan. Salah satunya moda transportasi udara.
Kenaikan harga tiket pesawat yang melambung tinggi membuat para pemudik mengurungkan niat untuk menggunakan moda transportasi udara ini. Mereka pun beralih ke moda transportasi jalur laut maupun darat. Jelas tidak semudah perjalanan yang ditempuh dengan menggunakan pesawat. Banyak kekurangan dan ketidaknyamanan yang menghiasi perjalanan mereka, belum lagi waktu yang ditempuh akan lebih lama.
Contohnya salah seorang pemudik, Adriana Megawati, warga Bekasi, Jawa Barat. Ia mengurungkan niatnya untuk mudik menggunakan pesawat ke Solo, Jawa Tengah, seperti yang dilakukannya tahun lalu.
Pasalnya, kata Adriana, harga tiket pesawat dari Jakarta ke Solo mencapai Rp 2 juta sekali jalan, meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Jika dia dan suaminya mudik menggunakan pesawat, kata Adriana, dia harus merogoh kocek sebesar Rp 8 juta.
Polemik harga tiket pesawat yang mahal membuat para pengguna jasa transportasi udara ini berpikir ulang seribu kali untuk menggunakan jasa pesawat terbang mengantarkan mereka sampai ketempat tujuan. Hal inilah yang membuat pemerintah mengambil keputusan untuk mengundang maskapai asing datang ke Indonesia.
Joko Widodo berencana mengundang maskapai asing untuk melayani rute domestik bersama perusahaan penerbangan dalam negeri lainnya. Usulan ini berkaitan dengan pandangan perlunya penambahan jumlah pemain bisnis penerbangan agar harga tiket dapat semakin ditekan (tirto.co.id, 11/6/2019).
//Sistem kapitalisme menjerat negeri//
Pertanyaanya, mungkinkah usulan dengan mendatangkan maskapai asing akan memberikan solusi menekan mahalnya tiket pesawat? Atau malah sebaliknya, memberikan peluang bagi asing menancapkan cengkramannya semakin kuat menawan kedaulatan bangsa?
Pemerintah bisa belajar dari industri perbankan. Dulu, pemerintah membuka celah kepemilikan asing secara mayoritas pada bank nasional. Tujuannya lantaran pemerintah menghindari bailout bank nasional yang bermasalah, kebijakan tersebut memang jadi solusi untuk saat itu. Namun pada kemudian hari, pemodal asing justru banyak yang menguasai bank-bank nasional. Alhasil, keuntungan banyak yang lari ke pemodal asing.
Begitupun dampak buruk yang akan ditimbulkan dari diundangnya maskapai asing ke Indonesia dalam rangka memberi solusi untuk harga tiket pesawat lebih terjangkau hanya akan menimbulkan permasalahan baru. Pemerintah bisa kehilangan kontrol dalam mengatur operasional maskapai asing yang melayani rute domestik pada masa yang akan datang. Jadi, solusi sesaat dengan mendatangkan maskapai asing hanya akan membuka pintu liberalisasi pasar terjadi. Akhirnya memberi peluang pasar industri tertentu terbuka bagi pelaku usaha asing.
Di negeri yang berasaskan ideologi kapitalisme. Permaslahan yang terjadi sangat sulit dicari solusi. Alih-alih memberikan solusi, malah sebaliknya mengundang permasalahan baru. Neoliberalisme telah memaksa penguasa negeri menanggalkan kewajibannya dalam melayani rakyat. Para penguasa memberikan solusi yang instant, tanpa memikirkan dampak buruk bagi keutuhan negeri di masa yang akan datang.
//Peran pemimpin dalam Islam//
Penguasa di era kapitalisme hanya berpihak pada para pemilik modal. Keberadaannya hanya sebagai regulator atau fasilitator. Tidak memiliki fungsi sebagai raa’in (pengurus) urusan rakyat. Berbeda halnya dengan kepemimpinan dalam Islam. Pemimpin dalam Islam tugasnya adalah ri’ayah su’unil ummah (mengurus urusan rakyat).
Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pegurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Dalam sistem Islam akan ada jaminan dalam transportasi publik, bahwa Khilafah akan menjamin keamanan, kenyamanan, dan keselamatan serta murahnya ongkos bahkan gratis. Sebab, di dalam Islam dikenal tiga prinsip pelayanan publik dalam negara Khilafah. Tiga prinsip tsb : Pertama, kesederhanaan dalam aturannya; Kedua, kecepatan dalam pelayananan; Ketiga, dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan. Sehingga tidak akan ditemui tingginya harga tarif transportasi maupun problematika lainnya yang dijumpai para pemudik seperti saat ini.
Dikarenakan landasan keimananlah yang menjadikan para penguasa dalam sistem Islam takut menyulitkan rakyatnya. Apalagi dalam rangka bersilaturahmi di musim lebaran. Para pemudik akan diberi berbagai kemudahan dalam perjalanan mereka.
Seperti yang terjadi di masa Khilafah Umayyah dan Abbasiyah. Di sepanjang rute perjalanan para pelancong dari Irak dan Syam ke Hijaz, Khalifah banyak membangun pondokan gratis lengkap dengan persediaan air, makanan dan tempat tinggal untuk memudahkan perjalanan mereka. Pada masa keKhilafahan Utsmani juga diberikan fasilitas trasnportasi gratis kepada masyarakat yang akan bepergian dengan berbagai keperluan menggunakan kereta api yang telah disediakan oleh Khalifah.
Beginilah seharusnya seorang pemimpin. Mereka tidak hanya memikirkan keuntungan pribadi, namun lebih mengutamakan pelayanan publik agar rakyatny terlayani dengan baik.
Para Khalifah sangat meyakini akan peranan mereka bukan sekadar penguasa yang duduk ditampuk kekuasaan. Mereka menyadari betul akan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin yang nanti akan dipertanggungjawabkannya dihadapan Allah kelak dihari kiamat. Sehingga mereka akan lebih mengedepankan pelayanan bukan mencari keuntungan. Wallahu’alam.[]
Sumber Foto : IDN Times