Breaking News

Tagihan Listrik Melangit di Era Pandemi

Spread the love

 

Oleh. Bunda Kayyisa Al Mahira

Muslimahtimes – Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah peribahasa yang tepat menggambarkan kondisi masyarakat saat ini. Di tengah pandemi Covid-19 yang masih merebak, gelombang PHK yang meningkat, kemiskinan, kelaparan dan kriminalitas, tagihan listrik pun ikut membengkak. Masyarakat memperkirakan ada kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA.

PT PLN (Persero) angkat suara merespon keluhan masyarakat tersebut. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN. Selanjutnya Bob Saril di acara konfrensi pers yang betajuk “Tagihan Rekening Listrik Pascabayar” mengatakan bahwa, “Pada intinya bahwa PLN itu tidak melakukan kenaikan tarif karena tarif itu adalah domain pemerintah. Kan sudah ada UU yang diterbitkan pemerintah melalui Kementerian ESDM. Jadi PLN tidak akan berani karena itu melanggar UU dan melanggar peraturan dan bisa dipidana bila menaikkan tarif. Kenaikan tarif ini murni disebabkan oleh kenaikan pemakaian dan kenaikan pemakaian ini murni disebabkan oleh banyaknya kegiatan yang dilakukan di rumah dibandingkan kegiatan sebelumnya pada era normal. Mungkin kita akan lihat juga bagaimana dengan new normal nantinya apakah juga mengalami kenaikan,” tambahnya. (Detik.com 6/6/2020).

Saat ini total pelanggan PT PLN mencapai 70.4 juta di mana pelanggan pascabayar sebanyak 34,5 juta. Dari 34,5 juta pelanggan itu, terdapat 4,3 juta pelanggan PLN yang mengalami kenaikan tagihan. Pelanggan yang mengalami kenaikan 20%-50% jumlahnya mencapai 2,4 juta pelanggan. Sementara yang mengalami kenaikan di atas 200% dialami 6% dari total pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan. (cncbindonesia.com, 9/6/2020)

Alasan yang dikemukakan oleh PLN dibantah oleh Pengamat kebijakan dan Pemerintahan Gde Siriana Yusuf menilai PLN tidak bisa berdalih dengan mengatakan kenaikan tagihan listrik dikarenakan menggunakan rata-rata tiga bulan terakhir sebagai acuan tagihan bulan Mei. Apalagi saat masyarakat sedang sulit tidak ada penghasilan karena terdampak Covid-19. Kemudian, Gde Siriana juga tak setuju jika alasan kenaikan listrik yang diungkapkan PLN akibat aktivitas di rumah dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pasalnya, PSBB bukan mau masyarakat tetapi kebijakan pemerintah. Sekolah dengan belajar online juga bukan mau siswa. Konsekuensinya penggunaan listrik lebih banyak. (teropongsenayan.com, 7/6/2020)

Penerapan liberalisasi energi di negeri inilah sesungguhnya yang menyebabkan kenaikan tarif dasar listrik secara periodik (rutin). UU Listrik juga memberikan peluang lebih lebar kepada pihak swasta/asing untuk bersaing dengan PLN dalam penyediaan listrik. Konsekuensinya listrik menjadi barang ekonomi, ditambah lagi pemerintah terus mengurangi subsidi bagi PLN.

Liberalisasi ekonomi, termasuk di sektor energi ini, khususnya kelistrikan merupakan desakan pihak asing, baik negara-negara asing maupun lembaga-lembaga asing seperti Bank Dunia dan IMF. Menurut pengamat ekonomi Dr. Hendri Saparini, 90 persen energi negeri ini sudah dikuasai oleh pihak asing. Akibatnya, sumber energi (minyak dan gas) menjadi sangat mahal, dan PLN jelas kena dampaknya.

Dalam pandangan Islam negara merupakan pengatur produksi dan distribusi energi (termasuk listrik) untuk kepentingan rakyat. Negara tidak boleh mengeruk keuntungan dari kepemilikan umum ini. Negara hanya boleh memungut tarif sebagai kompensasi biaya produksi dan distribusi barang-barang tersebut (Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla)

Negara juga haram menyerahkan kepemilikan umum atau penguasaannya kepada pihak swasta atau asing berdasarkan hadis Rasulullah saw: “Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : padang gembalaan, air, dan api.” (HR Ibn Majah)

Maka, untuk menyelesaikan masalah yang terus terjadi di tubuh PLN hingga merugikan rakyat sendiri yaitu dengan menghentikan liberalisasi energi dan mengembalikan seluruhnya ke tangan negara sebagai pengelola utama. Liberalisasi energi bisa dihentikan jika sistem kapitalis sekuler yang diterapkan di negeri ini dicampakan ke tong sampah peradaban. Selanjutnya diganti dengan sistem Illahiyah yang memuliakan dan mensejahterakan, yaitu sistem Islam.

Wallohu’alam Bishowwab

Leave a Reply

Your email address will not be published.