Breaking News

Tegakkan Islam Kaffah, Implementasi Cinta Nabi

Spread the love

Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)

Muslimahtimes – Maulid Nabi atau kelahiran Nabi Muhammad Saw jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan hijriyah. Untuk tahun ini, di Indonesia, dalam tanggalan Masehi, Maulid Nabi jatuh pada tanggal 29 Oktober 2020. Dalam momentum tersebut, banyak kaum Muslimin yang menggelar berbagai kegiatan dalam rangka memperingati hari lahir manusia paling istimewa sepanjang sejarah peradaban tersebut.

Namun, kita patut memahami bahwa sejatinya mencintai Nabi berarti menjadikannya teladan dalam kehidupan. Artinya kita mengikuti setiap jejak langkahnya, bukan hanya meneladani dalam hal keromantisannya terhadap istri-istrinya, akhlaknya yang mulia, tapi juga perjuangannya dalam menegakkan Islam kaffah di muka bumi.

Jika kita menilik sejarah perjuangan beliau di masa lalu, tentu kita akan mendapati bahwa tersebarnya Islam hari ini ke segala penjuru negeri, termasuk ke bumi nusantara ini tidak terlepas dari perjuangan dakwahnya yang tak kenal lelah. Bersama kutlah (kelompok dakwah) yang dibentuknya, beliau mensyiarkan ajaran Islam kepada para penduduk Makkah jahiliyah pada masa itu. Tak surut meski dihina dan di caci. Tak mundur meski di fitnah. Dan tak kendor meski dilempari kotoran hewan. Baginya, dakwah adalah poros kehidupan, titah Sang Khaliq yang Maha Agung. Tanpa dakwah, manusia akan terus tenggelam dalam gulita peradaban. Bodoh.

Maka, wajarlah jika pada saat itu, Allah memberikan kemenangan yang nyata kepada Rasulullah Saw yang telah berdakwah selama 13 tahun di Makkah, dengan tegaknya Daulah Islam di Madinah. Ditandai dengan adanya penerimaan masyarakat Madinah terhadap dakwah Islam melalui duta Rasulullah Saw, Mush’ab bin Umair. Masyarakat Madinah rela diatur dengan Islam dan menyerahkan kepemimpinannya kepada Rasulullah Saw. Sejak saat itulah, Islam tegak sebagai sebuah institusi berasaskan pada sistem Islam, mengatur masyarakat hanya dengan Islam saja. Sehingga perasaan dan pemikiran yang tumbuh di tengah-tengah umat pada masa itu adalah Islam saja.

Berawal dari situlah, Islam terus berkekspansi keluar wilayah Madinah. Menyebarkan dakwah, menyongsong jihad. Pasca wafatnya Rasulullah Saw, dakwah terus berlanjut oleh para sahabat. Institusi Islam tetap ada di bawah kepemimpinan para Khulafa’ur Rasyidin: Abu Bakar ra, Umar Bin Khattab ra, Ustman Bin Affan ra, dan Ali Bin Abi Thalib ra.

Selanjutnya diteruskan oleh para Khalifah yang jumlahnya sangat banyak. Islam pun menjadi mercusuar peradaban. Negara adidaya dunia yang disegani selama lebih dari 1400 tahun lamanya.

Rasulullah Saw bersabda:
“Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” [HR Muslim]

Oleh karena itu, sungguh kecintaan kita kepada Nabi Saw tak hanya diimplementasikan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan peringatan, melainkan harus dibuktikan dengan aksi nyata. Adapun aksi nyata yang mencerminkan kecintaan kita kepada Rasulullah Saw adalah dengan berkontribusi memperjuangkan tegaknya syariat Islam kaffah dalam kehidupan. Sebagaimana halnya Rasulullah Saw dan para sahabat mencontohkan hal tersebut.

Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ فِي يَدِهِ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أَحَدِكُمْ يَوْمٌ وَلَا يَرَانِي ثُمَّ لَأَنْ يَرَانِي أَحَبُّ إِلَيْهِ مَنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ “Demi Dzat, yang jiwa Muhammad di tanganNya (Allah). Pasti akan datang pada salah seorang dari kalian satu waktu, dan ia tidak melihatku, kemudian melihat aku lebih ia cintai dari keluarga dan hartanya”.[HR.Muslim]

Maka sungguh berdiam diri terhadap segala kemaksiatan yang merajalela di negeri ini, termasuk merasa baik-baik saja di tengah penerapan sistem kehidupan sekuler liberal hari ini, tidaklah mencerminkan karakter seorang Muslim sejati yang mencintai Allah dan RasulNya. Karena hakikatnya, kecintaan yang sesungguhnya adalah manakala seorang Muslim tunduk pada segala aturanNya secara sempurna.

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisa ayat 65).

Leave a Reply

Your email address will not be published.