Breaking News

Ambisi Negara Maju melalui Peran Keluarga, Mungkinkah?

Spread the love
Oleh. Yuniasri Lyanafitri
Muslimahtimes.com–Pemerintah berambisi meloloskan diri dari perangkap pendapatan menengah untuk menjadi negara maju. Namun, Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyebut Indonesia memiliki potensi gagal menjadi negara maju pada 2045. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang stagnan di kisaran 5% dalam dua dekade terakhir dan kemiskinan ekstrem yang persisten di level 1,7%. (https://www.cnbcindonesia.com/ 28/10/2023)
Bahkan Dekan FEB UI, Teguh Dartanti, menyebut bahwa mimpi Indonesia Emas 2045 itu realitas atau malah akan menjadi Indonesia Cemas 2045. Karena obsesi menjadikan negara berpendapatan tinggi memiliki banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Sementara kemiskinan dan ketimpangan sosial masih begitu tinggi.
Ditambah, Indonesia masih menjadi negara konsumen tertinggi pada sebagian besar bidang barang dan jasa baik yang berteknologi tinggi maupun berteknologi rendah. Juga tidak signifikan ikut terlibat dalam proses rantai nilai global. Sehingga LPEM menyarankan untuk lebih dulu fokus memperkuat ekonomi kelas menengah  yang mendominasi sebagian besar penduduk Indonesia. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini dinilai bisa menjadi modal utama mencapai mimpi Indonesia 2045.
Selain itu, Dr dr Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN, menambahkan bahwa kemajuan bangsa menuju Indonesia Emas 2045 juga memerlukan pembangunan keluarga yang berkualitas, yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Sehingga kasus-kasus saat ini yang tengah dihadapi keluarga Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Seperti masih tingginya perceraian, stunting, kurangnya ASI eksklusif yang diberikan. (https://news.republika.co.id/ 28/10/2023)
Impian Indonesia Emas 2045 layaknya mimpi di siang bolong. Pasalnya posisi Indonesia di mata dunia masih sama dan akan selalu sama, yaitu bangsa yang didikte tanpa bisa mandiri. Apalagi standarisasi pengelompokan negara telah ditentukan oleh bangsa-bangsa besar yang sudah mematok Indonesia sebagai kelompok negara berkembang. Maka, hanya dengan restu negara adidaya, Indonesia baru bisa berubah menjadi negara maju. Tentu hal ini menjadi hal sulit yang khayal untuk dicapai.
Apalagi bangsa-bangsa besar masih punya kepentingan mengeruk sumber daya di negara-negara berkembang. Maka akan sangat mustahil keinginan Indonesia menjadi negara maju dipenuhi dan disetujui. Ditambah, masalah-masalah sosial yang dihadapi di dalam negeri semakin mencekam. Seolah hidup tenang di permukaan tapi terancam dalam diam.
Namun, malah kini keluarga dianggap sebagai tumpuan untuk khayalan besar itu. Padahal kenyataannya, tidak ada fasilitas yang mendukung terciptanya keluarga sehat dan berkualitas. Bahkan kini peran keluarga mulai pudar. Banyak kasus yang terjadi justru dari keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga tidak lagi menjadi sandaran individu dalam menghadapi masalah, malah sebaliknya. Oleh karena itu, menjadi hal yang mustahil untuk menjadikan keluarga sebagai modal utama impian besar tanpa ada langkah besar dalam perbaikan.
Hal ini semakin mencerminkan negara abai dalam perannya mengayomi rakyatnya. Malah melimpahkan tanggung jawabnya. Maka benar para ahli menyarankan untuk fokus ke permasalahan yang tengah dihadapi bukan malah teralih dengan impian title negara maju. Karena masih banyak PR yang belum terselesaikan.
Begitulah ketika negara menerapkan sistem rusak dan merusak. Sistem kehidupan yang tidak mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sistem yang menjadikan negara tidak mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya bahkan malah melemparnya. Negara yang tidak punya kekuatan menghadapi kekuatan global sehingga akan terus menerus diremehkan dan disetir layaknya hewan ternak.
Sistem tersebut yakni sistem kapitalis sekuler. Sistem yang berdasarkan pada pemisahan kehidupan dengan agama. Akhirnya, semua peraturan dibuat oleh manusia. Termasuk aturan dalam pengelolaan negara. Sehingga negara saat menetapkan kebijakan hanya berdasar pada perintah dan pesanan golongan tertentu sesuai dengan kepentingannya. Oleh karena itu, negara tidak punya kendali atas pemerintahannya hanya bergantung dan menaati apa pun perintah dari negara adidaya.
Maka jelas impian menjadi negara maju hanyalah khayalan jika sistem yang diterapkan masih kapitalis. Berharap menjadi sesuatu yang besar tetapi masih mengekor hal apapun yang dilakukan oleh negara lain. Tidak berani melakukan langkah besar untuk mencari solusi praktis atas masalah yang mendasar.
Sehingga hanya dengan mencampakkan sistem rusak tersebut dan menggantinya dengan sistem shahih, yaitu Islam. Negara yang menerapkan Islam sebagai aturan hidupnya akan memiliki langkah-langkah yang jelas untuk menjadi negara adidaya. Karena hal itu sudah pernah terjadi selama 13 abad lamanya.
Negara dengan sistem Islam akan melakukan tugasnya dengan bertanggungjawab langsung kepada Allah swt atas konsekuensinya sebagai hamba. Oleh karena itu, pengurusan negara akan sesuai dengan fitrah manusia. Kesejahteraan pun akan mudah untuk terwujud. Perhitungan ekonomi bukan berdasarkan rata-rata tetapi diliat per kepala individu dengan standar sejahtera menurut Islam. Negara juga tidak akan terikat dengan organisasi atau perjanjian apapun yang akan membahayakannya. Negara pun memiliki kekuatan untuk mandiri tanpa ada intervensi asing. Negara akan berani untuk bersikap tegas.
Negara akan bertindak sebagai perisai bagi umatnya. Tidak melempar peran yang seharusnya menjadi tugas negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Ia akan dijadikan perisai saat orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, ia akan mendapatkan pahala. Namun, jika ia memerintahkan yang lain, maka ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu’alam bishshowwab