Breaking News

Bencana Berulang Dampak Kebijakan Pembangunan Kapitalisme

Spread the love

 

Oleh. Ernita S

muslimahtimes.com – Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia bukan lagi permasalahan yang bisa dianggap biasa. Pasalnya seperti bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir, cuaca ekstrem dan lain sebagainya masih melanda di negeri ini. Bahkan BPBD mencatat bencana yang terjadi sedikitnya 6.000 orang yang menjadi korbannya.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat sedikitnya 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir ini. “Mereka yang mengungsi berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Kepulauan Meranti dan Kota Dumai. Sedangkan warga dari kabupaten dan kota lain yang terdampak banjir belum tercatat ada yang mengungsi,” kata Kepala BPBD Riau M. Edy Afrizal dalam keterangannya di Pekanbaru, seperti dikutip Antara, Sabtu (13/1). (cnnindonesia.com, 16/01/2024)

Meskipun yang berdampak banjir belum tercatat ada yang mengungsi, namun tetap saja masyarakat yang menempati wilayah tersebut mengalami dampaknya. Seakan-akan bencana banjir yang terus menerus berulang bukan menjadi masalah baru lagi. Padahal hujan yang melanda masih beberapa pekan tetapi tetap saja mengalami kebanjiran bahkan seperti terjadi di daerah ibukota.

Hujan deras yang turun pada Kamis (11/1/2024) sore menyebabkan lima rukun tetangga (RT) dan enam ruas jalan di DKI Jakarta terendam banjir. Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji, menjelaskan bahwa terjadi peningkatan genangan dari tiga RT menjadi lima RT, mencakup 0,016 persen dari total 30.772 RT. Enam ruas jalan juga masih tergenang. (beritasatu.com, 16/01/2024)

Banjir terjadi pada awal tahun merupakan bencana berulang diberbagai wilayah Indonesia. Hal ini masih menjadi PR besar yang tidak hanya bagi pemerintah daerah melainkan pemerintahan pusat. Bagaimana tidak hampir memasuki musim hujan banjir akan mengancam diberbagai kawasan di negeri ini. Semuanya ini erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam.

Inilah model pembangunan kapitalisme yang hanya mengutamakaan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata dan lain sebagainya. Dimana seharusnya keseimbangan ekologi diperlukan usaha yang serius dalam memperbaiki kesalahan tentang paradigma pembangunan. Ini menjadi hal lumrah apabila intensitas bencana semakin luas lokasinya bahkan sering terjadi di berbagai daerah. Adanya beragam pembangunan yang dilaksanakan tanpa mengamati daya dukung lingkungan.

Sistem pemerintahan seperti ini antara penguasa dan pengusaha justru meniscayakan kolabarasi dalam memutuskan kebijakannya. Sehingga sudah tidak mengherankan lagi apabila kebijakan disetir oleh para pemilik modal. Pemerintah mengadopsi paradigma kapitalistik mengabaikan sesuatu yang diluar keuntungan materi.

Berbeda jauh dengan pembangunan di dalam Islam yang aspek materi bukan menjadi tujuan utamanya. Pijakan dalam kebijakan Islam mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga lingkungan agar tetap pada keharmonisannya. Walaupun rencana pembangunan dirasa menguntungkan seperti kawasan industry, wisata, permukiman apabila merusak alam dan merugikan masyarakat ini akan tidak diperbolehkan.

Penguasa menjalankan kebijakan berdasarkan aturan Allah dan Rasul-Nya karena manusia diperintahkan untuk menjaga dan mengola alam sebagai salah satu tujuan penciptaan. Islam memberikan syariat tentang adab terhadap alam dan lingkungan terhadap setiap individu. Pada masyarakat memiliki kewajiban untuk menjaga tradisi amar makruf nahi mungkar. Sedangkan kepada pemerintah sebagai pelindung dan penegak hukum untuk keseimbangan alam.

Kebijakan pembangunan pada sistem Islam dilaksanakan untuk kepentingan dan memudahkan kehidupan umat. Tumpuan dalam pembangunan yaitu penguasa yang berhak memberikan kebijakannya. Dimana penguasa sebagai pengurus umat yang melaksanakan kewenangannya berdasarkan syariat Islam bukan terhadap kemauan investor.

Negara akan mengatasi apabila ada pembangunan yang berantakan dan tumpang tindih sebagaimana yang terjadi sekarang. Berbagai kawasan akan ditentukan seperti industri, pertanian, perkantoran dan lain sebagainya. Sehingga dengan berbagai upaya dilakukan masyarakat akan mudah mengakses fasilitas dengan mempertimbangkan permukiman yang ditempati.

Syariat Islam telah memiliki aturan yang menyeluruh supaya bencana tidak sering terjadi. Dimana lingkungan tidak hanya tertata dengan baik namun sampai membuat nyaman bagi masyarakat. Sehingga pembangunan diorientasikan untuk kemaslahatan umat dan pelestarian lingkungan semata.

Wallahu a’lam bish shawab.