Breaking News

Berantas Tuntas Kekerasan Seksual dengan Islam

Spread the love

Oleh: NoNa Calisda

(Mahasiswa)

MuslimahTimes.com – Kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan di berbagai daerah setiap harinya. Berdasarkan laporan yang masuk dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPONI PPA) Kementerian PPPA selama tahun 2020 tercatat 6.554 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan korban mencapai 6.620.

Hal ini mendapat respon dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) yang sudah diusulkan sejak 2012 lalu kini telah resmi masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mengapresiasi tindakan DPR RI dan akan terus mengawal proses pembahasan RUU PKS itu di DPR (detikNews 16/01/21).

Keberadaan RUU PKS ini merupakan bentuk komitmen Indonesia pada agenda internasional atas Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW). Namun yang perlu diwaspadai disini adalah penanganan kekerasan yang ditawarkan oleh RUU-PKS ini.

Definisi kekerasan seksual yang tertuang di dalamnya jelas bertentangan dengan syariat Islam. Makna kekerasan yang menjadi fokus undang-undang ini adalah pemaksaan tindakan. Perbuatan tidak senonoh yang dilakukan atas dasar suka sama suka tidak akan disebut kekerasan seksual.

Maka jelas hal ini akan membuka lebar pintu perzinahan dalam negeri ini. Perbuatan tak senonoh hingga praktik zina seakan mendapat legalitas ditambah lagi RUU ini juga memberi ruang untuk praktik aborsi terutama terkait hasil dari pemerkosaan. Kekerasan seksual ini tidak hanya menimpa perempuan tetapi juga laki-laki. Maka salah jika beranggapan bahwa masalah ini akibat dari ketimpangan gender. Penyelesaian  masalah dengan solusi yang diberikan oleh Barat yaitu dengan menyetarakan gender, yang mana solusi itu lahir dari sistem sekuler justru akan menjauhkan umat Islam dari solusi sahih yang sebenarnya umat butuhkan.

Pergaulan sosial liberal dalam sistem sekuler menghantarkan pada kehidupan bebas generasi muda, dari pacaran dan berbagai penyimpangan seksual. Ditambah lagi  tidak menjamin dalam penjagaan manusia terutama yang berkenaan dengan fitrah, salah satunya melestarikan  keturunan. Naluri melestarikan keturunan ini  justru dirangsang dalam sistem ini seperti media yang mempertontonkan pornografi. Sehingga memicu kekerasan seksual di tengah masyarakat.

Selama sistem sekuler ini belum dilenyapkan  pemberantasan kekerasan seksual hanya ilusi semata. Seharusnya umat kembali kepada solusi yang diberikan oleh Islam berdasarkan syariat-Nya. Allah memerintahkan penerapan syariat Islam itu secara keseluruhan karena pada realitasnya antarsatu bidang dengan bidang yang lain saling berkaitan.  Syariat  menjadikan negara sebagai pelayan umat. Oleh karena itu, negara (penguasa) bertanggung jawab terhadap nyawa, keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan rakyat.

Pergaulan sosial dalam Islam melarang wanita menampakkan aurat di tempat umum serta memerintahkan laki-laki untuk menundukkan pandangan, syariat juga melarang adanya khalwat atau campur baur sehingga benar-benar melindungi dari terangsangnya naluri melestarikan keturunan bukan justru dirangsang seperti dalam sistem sekuler.

Kehidupan seksual hanya dibolehkan karena adanya tali pernikahan. Apabila ada pelanggaran dari semua aturan syariat tersebut, akan ada sanksi tegas dari negara yang membawa efek jera karena sanksi dalam syariat bersifat pencegah dan penebus.

Solusi yang ditawarkan oleh Islam jelas akan memberikan ketenangan bagi masyarakat sehingga menjauhkannya dari tindakan melakukan kekerasan kepada individu lainnya, baik laki-laki maupun perempuan. Islam kaffah tersebut tidak akan mungkin bisa terealisasi tanpa adanya sistem kepemimpinan Islam (Khilafah).