Breaking News

Dana Jumbo untuk Garuda, Tamparan Keras Sistem Transportasi Kita

Spread the love

Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S

(Aktivis Muslimah dan Penulis Buku)

MuslimahTimes.com – Nasib Garuda Indonesia di ujung tanduk. Perusahaan transportasi pelat merah ini terlilit utang yang tak main-main. Akibatnya napasnya kian kembang kempis. Sebagaimana disampaikan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II, Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko, bahwa utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menembus US$ 9,8 triliun atau nyaris setara dengan Rp140 triliun (asumsi kurs Rp 14.247). Adapun Jumlah utang terbesar berasal dari kewajiban pembayaran sewa pesawat kepada lessor. (Tempo.co/10-11-2021)

Terbesar selanjutnya adalah utang bank senilai US$ 967 juta atau Rp13,73 triliun dan utang kepada vendor BUMN senilai US$ 630 miliar atau Rp8,94 triliun. Dengan kondisi ini, perusahaan tengah berada dalam negatif ekuitas senilai US$ 2,82 miliar atau setara dengan Rp40,04 triliun per September 2021.

Tak hanya utang, PT Garuda Indonesia pun tersandung persoalan banyaknya jenis pesawat yang digunakan. Hal tersebut berdampak pada inefisiensi keuangan dan tingginya biaya tiket yang ditawarkan kepada calon penumpang.

Wakil Menteri BUMN II menjelaskan, setidaknya jumlah pesawat yang dimiliki Garuda saat ini sebanyak 202 pesawat dengan 13 jenis pesawat, mulai dari 777, 737, A320, A330, ada CRJ, ATR45, ATR75. Normalnya, kata dia, satu maskapai hanya memiliki 3-4 jenis pesawat saja. Maka, wajar akhirnya terjadi kompleksitas pengelolaan, yakni dalam hal maintenance-nya sehingga akhirnya cost per seat-nya jadi mahal.

Demi tetap bertahan hidup, PT Garuda Indonesia pun melakukan berbagai cara restrukturisasi, salah satunya dengan mengajukan proposal kepada lessor demi menekan utangnya. Adapun beberapa skema yang ditawarkan, di antaranya, pertama, Garuda akan mengurangi jumlah pesawat dari 202 armada pada 2019 menjadi 134 pada 2022. Pengurangan jumlah armada ini sejalan dengan pemangkasan rute serta tipe pesawat.

Kedua, Garuda akan melakukan negosiasi utang atas kontrak sewa pesawat yang masih akan dipakai perseroan pada masa mendatang. Melalui renegosiasi tersebut, diharapkan biaya sewa pesawat Garuda dan anak usahanya, Citilink, turun 40-50 persen dari tarif saat ini.

Ketiga, Garuda akan menempuh pembatalan nilai utang dan tunggakan secara material. Pengurangan utang akan dilakukan untuk tipe-tipe kreditur tertentu.

Namun faktanya, sampai sekarang nasib Garuda belum juga membaik. Bahkan beberapa waktu belakangan ini muncul wacana bahwa Garuda akan mendapatkan dana jumbo yang berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp7,5 triliun pada 2022. Adapun sumber dananya dari cadangan pembiayaan investasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022. Hal ini telah disepakati oleh Panitia Kerja (Panja) penyelamatan Garuda Indonesia Komisi VI DPR RI. (Detik.com/22-04-2022)

Meski demikian, anggaran ini akan diperoleh Garuda, bila maskapai penerbangan ini mencapai kesepakatan damai dengan kreditur dalam skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan kreditur. Saat ini PKPU tengah berlangsung. Kementrian BUMN pun sangat mengapresiasi langkah tersebut, sebagai bentuk sinergisitas yang baik dalam rangka penyelamatan maskapai kebanggaan nasional tersebut. Namun, benarkah suntikan dana jumbo tersebut mampu memulihkan Garuda?

Mengingat, tak hanya soal utang yang membuat Garuda terperosok dalam kebangkrutan, melainkan juga adanya korupsi besar-besaran yang pernah terjadi di tubuh Garuda pada tahun 2011-2021. KPK mencatat besaran korupsi yang dilakukan mencapai Rp390 miliar. Oleh karena itu, penyelamatan Garuda menggunakan dana APBN yang notabenenya adalah berasal dari kantong rakyat, sangatlah mengiris hati. Tak ubahnya, rakyat selalu dilimpahkan tanggung jawab atas kelalaian dan ketidakamanahan dalam mengurus negara itu sendiri. Padahal bukankah seharusnya negaralah yang bertanggung jawab mengurus rakyatnya, bukan sebaliknya?

Konsep Neoliberal dalam Sistem Transportasi

Dalam sistem neoliberal hari ini, negara tidaklah hadir sebagaimana fungsinya sebagai pemelihara urusan rakyat. Artinya, negara tidak terjun langsung dalam mengurusi rakyatnya, melainkan negara hanya sebagai regulator saja.

Dalam naungan neoliberal pula tindakan mengambil keuntungan untuk pribadi dan kelompoknya marak terjadi, salah satunya lewat korupsi. Tak lagi memandang apakah tindakan tersebut merugikan masyarakat ataukah tidak. Demikianlah hasrat para pemburu materi senantiasa mampu mengambil kesempatan dari semua aspek kehidupan yang ada. Akhirnya rakyatlah yang menjadi korbannya.

Tata Kelola Transportasi dalam Islam

Transportasi publik merupakan hal yang vital dalam pandangan Islam. Negara akan menyediakan transportasi yang memadai, terjangkau, dan kualitas terbaik kepada rakyatnya. Negara akan bertanggung jawab dalam melaksanakan hal tersebut.

Dalam Kitab Sistem Keuangan Negara Khilafah karya Syeikh Abdul Qodir Zallum disebutkan bahwasannya perusahaan penerbangan pelat merah seperti Garuda ini terkategori infrastruktur milik negara, yakni marafiq.

Negara wajib menyediakan infrastruktur yang berkualitas kepada rakyatnya dan negara bertanggung jawab secara penuh dalam hal pengadaannya. Tidak bergantung pada pihak lain. Negara juga akan menjamin bahwa rakyat akan memperoleh layanan infrastruktur ini secara merata, baik yang kaya ataupun yang miskin.

Adapun negara akan mengambil dana untuk pembangunan infrastruktur ini dari Baitulmal yang berasal dari pos kepemilikan negara, seperti fai, kharaj, jizyah, dan ghanimah. Negara tidak akan memalak kantong rakyat dengan sederet pungutan pajak demi membiayai pembangunan infrastruktur.

Selain itu, negara juga akan menempatkan para pejabat yang amanah dan memiliki kepabilitas dalam melaksanakan tanggung jawabnya, bukan pejabat yang gila harta dan menjadikan pelayanan publik sebagai ladang mengais cuan. Demikianlah sistem Islam dalam naungan Khilafah, akan mengintegrasikan sistem pengelolaan yang baik dan bertanggung jawab dan karakter pejabatnya yang amanah dan bertakwa. Hal tersebut karena Khilafah menjadikan akidah Islam sebagai fondasi dalam bernegara.

Wallahu’alam.