Breaking News

Impor Guru Asing; Solusi atau Polusi??

Spread the love

Oleh Lathifa Abidah

 

#MuslimahTimes — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusiadan Kebudayaan Puan Maharani mengungkapkan gagasan mengundang guru asing untuk mengajar di Indonesia. Guru asing tersebut didatangkan untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan. Penyediaan penerjemah serta perlengkapan alih bahasa akan difasilitasi oleh negara jika guru  asing memiliki kendala bahasa. Adapun impor guru yang dicanangkan oleh Menteri PMK tersebut merupakan arahan dari Pak Jokowi yang menyatakan menyiapkan tiga jurus untuk menyelesaikan persoalan bangsa menyambut 100 tahun Indonesia merdeka. Termasuk agar Indonesia tidak masuk ke dalam jebakan kelas menengah (middle Income Trap). Tiga jurus tersebut adalah pemerataan infrastruktur, reformasi birokrasi dan pengembangan SDM. Pak Jowoki mengukapkan, menyangkut pembangunan SDM yang paling sulit, dan tentunya masalah SDM tersebut harus diselesaikan. Mengingat data terakhir menunjukkan tenaga kerja di Indonesia sebanyak 51 persen adalah lulusan SD (CNN Indonesia 10/05/2019).

Rencana Mentri PMK yang akan mengimpor tenaga pengajar asing tersebut menuai polemik dan kontroversi dari masyarakat pada umumnya, dan guru pada khususnya. Kritik tajam dari berbagai kalangan dan organisasi yang masih pro rakyat mulai bersahutan. Mengingat salah satu problem pendidikan yaitu isu guru honorer yang belum menemui titik terang sampai saat ini. Rencana mengimpor tenaga pengajar tersebut membangkitkan luka lama dari para tenaga pendidik, khususnya honorer  yang sudah tahunan atau bahkan puluhan tahun mengabdikan diri dalam menyelamatkan generasi bangsa dari kebodohan, namun tiba-tiba harus di kagetkan dengan pernyataan Menteri PMK tersebut. Seolah menelan pil pahit untuk kesekian kalinya setelah mendaftar CPNS diakhiri dengan penolakan yang berulang kali pula.

Kehadiran tenaga pendidik asing menjadi momok, karena ditakutkan akan menggeser peran tenaga pendidik lokal. Hasilnya tenaga pendidik lokal dirundung kecemasan tentang peran mereka di masa depan dalam mendidik anak-anak negeri. Nasib guru di Indonesia seakan berada di ujung tanduk. Kecemasan tenaga pendidik dalam negeri bukan tak beralasan atau terbilang berlebihan. Pasalnya sampai saat ini tenaga pendidik di Indonesia Mengalami surplus. Ketua IGI (Ikatan Guru Indonesia) menyampaikan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan saat ini,  jumlahnya diperkirakan mencapai 300.000 lulusan tiap tahun. Padahal kebutuhan guru hanya 40.000 guru. Berdalih mencari solusi namun pada faktanya malah menimbulkan kecemasan sosial dalam dunia pendidikan dalam negeri.

Rencana impor guru oleh Mentri PMK yang diaminkan oleh Pak Presiden Jokowi menjadi bukti betapa negara Republik Indonesia yang tercinta ini layaknya bayi yang hanya bisa disuapi negara-negara asing. Negara kita masih sangat bergantung dengan negara asing alias tidak mampu mandiri. Nyatanya tidak cukup bagi pemerintah jika hannya mengimpor beras, jagung, gula dan garam. Impor tenaga pendidik pun menjadi program yang diusut serius oleh pemerintah. Alasan klasik pemerintah bahwa tenaga pendidik dalam negeri kurang memenuhi standar, dan beberapa cabang ilmu pengetahuan yang tidak banyak guru lokal yang memumpuni. Padahal semua manusia punya potensi yang sama, termasuk guru-guru di Indonesia. Hanya saja pemerintah dalam negeri lebih sibuk pada program kesayangan mereka yaitu inftastruktur, mendirikan bangunan megah yang hampir menyentuh langit. Lalu abai perhatiannya terhadap pendidikan termasuk kesejahteraan guru. Dan hasilnya guru menjadi salah satu kambing hitam kemerosostan kualitas pendidikan dalam negeri.

Bukti abainya pemerintah terhadap kesejahteraan guru bukanhal yang tabu lagi. Bahkan pemerintah mempertontonkan pembantaian kesejahteraan guru keseluruh negeri. Profesi sekelas guru yang megabdikan pikiran, tenaga, dan waktu mereka untuk kemajuan bangsa di gaji dengan sangat mengenaskan, RP 300.000/bulan. Belum lagi perlakuan kekerasan fisik yang guru dapatkan, pastilah belum pulih dari ingatan kita kasus seorang guru  musik yang meninggal karena dipukul oleh siswanya, kasus pengeroyokan terhadap guru dan masih banyak kasus kekerasan lainnya yang menjadi sejarah naas bagi guru-guru di Indonesia.

Guru yang merupakan profesi yang vital, sehingga setiap problem guru harus menjadi titik fokus pemerintah. Jurus pemerintah mengimpor guru asing untuk Permberdayaan SDM bukanlah solusi yang hakiki. Pemerintah harusnya meningkatkan mutu pendidikan dan kesejahteraan guru dalam negeri. Namun meningkatkan mutu guru selamanya akan menjadi benang kusut, selama sistem sekuler-kapital yang liberal bercengkram kuat di negara kita. Pasalnya dalam sistem yang liberal, pengelolaan  pendidikan boleh diambil alih dan dikelola secara bebas oleh pihak tertentu artinya pelaksaaan pendidikan bisa diambil alih oleh lembaga swasta yang mana biaya pendidikannya bisa mencekik parap elajarnya.

Untuk LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) di Indonesia sebagai lembaga pencetak lulusan guru mencapai 429 lembaga, terdiri dari 46 LPTK negeri dan 383 LPTK swasta. Artinya jumlah LPTK yang dikelola swasta 8 kali lipat dibanding yang dikelola oleh negara. Ini menjadi bukti negara tidak serius dalam mengurus sistem pendidikan, pemerintah melimpahkan kepada swasta yang berupa individu atau kelompok (lembaga independen) untuk mengambil alih pengelolaan pendidikan dalam negeri. Maka tidak perlu kaget ketika kualitas lulusan guru kebanyakan tidak memenuhi standar, karena pengelolaan pendidikannya memang rancu.

Sedangkan dalam pandangan Islam, pendidikan harusnya dikelola secara penuh oleh negara. Sistem Islam memandang pendidikan adalah salah satu kebutuhan vital warga negara, sehingga pengelolaan pendidikan tidak boleh diserahkah pada pihak manapun termasuk pihak swasta atau lembaga independen. Pendidikan harus bisa diakses oleh seluruh warga negara dengan mudah, pendidikan gratis tapi berkualitas. Hal tersebut sejalan dengan hadist Rasulullah: “Imam adalah seorang gembala dan bertanggung jawab atas gembalaannya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut Abdul Qadim Zallum, kalimat bertanggung jawab artinya menunjukkan pembatasan tanggung jawab itu hanya kepada  imam. Dengan demikian tidak ada seorang pun dalam negara, baik individu maupun kelompok memiliki kekuasaan dan wewenang selain khalifah (kepala negara). Termasuk pengelolaan pendidikan, tidak boleh dikelola secara independen/swasta. Seperti  saat ini yang mana sekolah-sekolah swasta justru menjamur seantero negara.

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna bukanlah agama yang hanya berkuat pada masalah ritual, individual dan moral semata. Islam adalah sistem pengaturan hidup yang dirancang oleh Allah Azza wa Jalla yang diperuntukkan bagi hamba-hambanya agar tidak mengedapankan nafsunya dalam bertindak. Dalam sistem Islam pendidikan dianggap program yang vital. Dalam sistem Islam, guru adalah profesi yang mulia. Seperti pada masa tegaknya khilafah Islamiyah, seseorang yang berprofesi sebagai tenaga pengajar diberikan upah dalam bentuk dinar dan dirham, kalau dirupiahkan sekitar 31 juta perbulan. Islam sanga tmemberikan perhatian terhadap pendidikan. Pada zaman Nabi Muhammad SAW. kaum musyrik yang merupakan tawanan perang badar diminta oleh Nabi Muhammad untuk mengajar baca-tulis  anak-anak Madinah sebagai syarat pembebasan. Sekalipun Beliau adalah Rasulullah yang mengemban wahyu Allah, beliau juga adalah kepala negara yang merupakan pengurus dan pelindung bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Dengan tinta emas, sejarah telah mencatat kegemilangan dunia pendidikan saat diterapkannya Islam sebagai pengaturan hidup. Ialah Daulah Abbasiayah yang merupakan Golden Age (peradaban emas) bagi kaum muslim. Pada masa itu lahirlah imam-imam mazhab dengan khasanah keilmuan yang luar biasa. Lahir pula pada masa itu ilmuan-ilmuan Islam yang menjadi kiblat barat dalam mengembangkan teknologi yang saat ini menjadi kebutuhan umat manusia. Pada masa itu ilmu pengetahuan sangat dihargai, salah satunya adalah seorang pengarang buku atau kitab akan diberikan imbalan berupa emas sesuai dengan berat dari kitab yang dikarangnya.

Indonesia yang sudahh ampir 1 abad berdaulat sebagai negara merdeka. Namun kemerdekaan tersebut hanya kemerdekaan semu. Saat  ini penjajahan neoimperialisme masih bercengkram kuat di bumi pertiwi. Negeri ini dijajah melalui sistem sekuler-kapital yang merupakan ideologi yang lahir dari rahim kaum imperialis eropa, mereka memanfaatkan sistem sekuler-kapital tersebut untuk melanggengkan kekuasaan mereka dalam negara jajahannya. Kaum imperialis dengan mudah menyedot kekayaan negeri-negeri muslim tanpa harus mengangkat senjata. Impian Pak Presiden untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan kelas menengah (middle Income Trap) tidak akan pernah tersalurkan jika negeri ini belum menerapkan sistem Islam sebagai pengatur sistem hidup umat manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.