Breaking News

Jangan Biarkan Genosida Jilid II Menimpa Muslim Rohingya

Spread the love

Oleh: N. Vera Khairunnisa

 

#MuslimahTimes — Setahun sudah, muslim Rohingya yang mengungsi akibat dari pembantaian yang dilakukan oleh pemerintahnya sendiri, Myanmar. Tahun ini, pemerintah Myanmar siap menerima kepulangan mereka dan menjamin keamanan bagi mereka. Namun, hal ini diragukan oleh warga Rohingya sendiri dan juga pihak internasional.

Sebab menurut Adama Dieng, penasihat khusus PBB mengenai pencegahan genosida, apa yang dilakukan pemerintah Myanmar tahun lalu bisa dikatakan sebagai pembersihan etnis.

Ucapannya sejalan dengan Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, Zeid Ra’ad Al Hussein. Dieng mengunjungi kamp itu pada Maret.

“Setelah kunjungan saya di Bangladesh, tepatnya di Cox’s Bazar, di mana saya bertemu dengan para pengungsi, saya menyimpulkan bahwa kasus mereka, jika diajukan ke pengadilan, bisa mengarah pada kejahatan genosida.”

Pihak berwenang Myanmar membantah keras tuduhan tersebut. “Tidak ada bukti sama sekali bahwa ini adalah pembersihan etnis, apalagi genosida,” kata duta besar Myanmar, Hau Do Suan, kepada VOA. “Cap semacam ini dan tuduhan ini memerlukan bukti konkret serta pembuktian hukum” (www.voaindonesia.com).

Baru-baru ini, Sekretaris Jenderal Amnesty International Kumi Naidoo mengatakan laporan tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menambah bukti genosida terhadap Muslim Rohingya. Sebab sebelumnya, lembaganya telah menyusun laporan serupa.

Menurutnya apa yang terjadi di Rakhine bukan hanya sekadar konflik. Pembantaian terhadap Muslim Rohingya merupakan tindakan disengaja dan direncanakan. “Ini sama saja dengan genosida dan pembersihan etnis,” ujarnya. (www.republika.co. Id)

Fakta pembantaian yang terjadi di Myanmar bukanlah hal yang baru. Laporan yang diungkap oleh Amnesty Internasional hanyalah sebagai bukti untuk memperkuat apa yang terjadi di sana.

Hanya saja, sangat disayangkan jika bukti-bukti berupa fakta yang sangat jelas tersebut, tidak berujung pada pembicaraan solusi yang tuntas untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. Sebab hingga kini, permasalahan muslim Rohingya masih belum selesai.

Pembantaian yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar tahun lalu akan menjadi sejarah kelam yang menorehkan tinta hitam. Pembakaran tempat mukim yang menghancurkan rumah-rumah, tempat ibadah dan pasar, penganiayaan hingga pembunuhan yang dilakukan terhadap warga sipil, juga tindak kekerasan yang dilakukan terhadap para wanita menjadi teror yang sangat mengerikan bagi muslim Rohingya.

Dalam kondisi yang sangat mencekam seperti itu, sebanyak 700 ribu warga Rohingya mengungsi di negri tetangga, yakni Bangladesh. Karena status mereka hanya mengungsi, maka ada kemungkinan mereka untuk dipulangkan ke negara asal, istilah lainnya adalah repatriasi.

Genosida muslim Rohingya jilid 2 seharusnya tidak boleh lagi terjadi. Sebagai sesama umat muslim yang telah dipersaudarakan karena akidah yang sama, umat Islam lainnya patut mengupayakan segala solusi yang bisa dijadikan jalan keluar.

Berharappada lembaga Internasional bukanlah jalan yang bisa dipilih. Perundingan diplomatik yang berakhir dengan perjanjian yang setengah hati, tentu akan mengancam masa depan muslim Rohingya.

Sesama muslim bagaikan satu tubuh. Ketika ada saudara muslim yang merasa sakit, maka saudara yang lain ikut merasa sakit. Jika mereka menderita, kita turut menderita. Begitu yang diajarkan Rasulullah Saw.

Berbagai fakta yang dipaparkan oleh pakar hukum Internasional tersebut harusnya menjadi pengingat yang akan mendorong bagi kaum muslim, terutama para pemimpinnya, untuk ikut andil dalam menyelesaikan masalah Rohingya.

Islam memiliki aturan yang akanmenyelesaikan genosida. Sehingga ketika solusi ini diterapkan, maka bukan hanya menyelesaikan masalah genosida muslim Rohingya, namun juga umat muslim di belahan negara lain, yang mengalami nasib serupa.

Berikut ini, bagaimana Islam secara praktis akan mampu menyelesaikan masalah genosida.

1. Penyatuan negeri-negeri Muslim dan penghapusan garis perbatasan nasional.

Di dalam Islam, tidak dikenal istilah nasionalisme. Sehingga kaum muslim hanya akan dipimpin oleh satu pemimpin yang membawahi seluruh wilayah kekuasaan kaum muslim. Inilah yang dikenal sebagai negara khilafah.

Khilafah akan menyatukan tanah kaum Muslim di bawah satu negara oleh satu pemerintahan yang memerintah berdasar satu sistem, yakni system Islam. Khilafah akan membangun kesatuan fisik di antara umat Islam, sebagaimana diwajibkan oleh al-Quran dan as-Sunnah (Lihat: QS al-Anbiya’ [21]: 92).

Khilafah akan menyatukan wilayah Rakhine Myanmar, dengan Tanah Bangladesh, Pakistan, kepulauan Indonesia dan Malaysia dengan seluruh tanah kaum Muslim di seluruh dunia! Perbatasan seluruh negara Khilafah akan selalu terbuka untuk setiap Muslim yang tertindas, tanpa peduli darimana mereka berasal.

Keberadaan khilafah akan menjadikan musuh-musuh umat bergidik ketakutan ketika berpikir untuk menyerang walau hanya satu Muslim. Hari ini, yang membuat rezim-rezim rasis seperti Myanmar dan lainnya yang menyimpan kebencian terhadap Muslim berani menindas komunitas Muslim yang minoritas adalah karena ketiadaan khilafah, negara yang akan jadi pelindung bagi umat Islam.

2. Penggunaan seluruh perangkat negara, termasuk mobilisasi militer untuk membela umat Muslim yang tertindas.

Khilafah akan menggunakan seluruh perangkat dan sarana; juga mengerahkan segenap daya upaya, baik politik, ekonomi dan militer untuk melindungi umat Islam dari penindasan, serta membela darah dan kehormatan karena Islam telah mewajibkan hal itu. Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang dia dan berlindung kepada dia” (HR Muslim).

Hal ini akan menjadi tekanan politik yang hebat, termasuk memutus hubungan politik dan ekonomi serta mengeluarkan ancaman aksi-aksi militer terhadap negara manapun yang terlibat dalam menindas atau membunuh Muslim.

Jika tekanan seperti ini gagal menghentikan kezaliman rezim-rezim tersebut melawan Islam dan kaum Mukmin, maka Khilafah akan mengerahkan kekuatan militernya secara penuh untuk membela Muslim tanpa memandang lagi dimana mereka berada dan berapapun biayanya.

Hal ini karena Khilafah adalah negara yang berprinsip, berdasarkan nilai moral Islam yang luhur yang menempatkan kehormatan jiwa manusia di tempat yang tinggi, yang mewajibkan untuk melindungi darah kaum Muslim, dibandingkan sekadar melakukan tindakan hanya berdasar kepentingan nasional yang egois ataupun karena keuntungan ekonomi. Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram atas kalian seperti terlarangnya di hari ini, bulan ini dan negeri ini. Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir”. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Prinsip moral yang luhur ini tercermin dalam tindakan pada abad ke-9 saat Khalifah al-Mu’tashim mendengar bahwa seorang Muslimah ditangkap dan dianiaya oleh seorang tentara Romawi di Amuriyah, Turki. Dia segera mengirimkan 90.000 pasukannya untuk menolong wanita tersebut sekaligus untuk menggentarkan Romawi agar tidak mengulangi perbuatan itu. Padahal saat itu ibukota Khilafah berlokasi di Baghdad.

3. Menerapkan paradigma kewarganegaraan Islam dalam masyarakat.

Khilafah akan menerapkan konsep kewarganegaraan Islam di dalam negeri. Menurut Islam, kewarganegaraan seseorang itu berdasarkan tempat yang dia pilih untuk tinggal menetap. Karena itu jika ia memilih untuk tinggal di dalam wilayah Khilafah dan menerima untuk loyal pada negara dan hukum-hukum Islam, maka dia adalah warganegara resmi Khilafah yang berhak menerima seluruh hak-haknya sebagai jaminan, tanpa memandang kebangsaannya atau agamanya. Hal ini berdasarkan hadis Nabi saw.

“Kemudian serulah mereka untuk pindah ke negeri kaum Muhajirin. Beritahu pula mereka jika mereka melakukan itu maka mereka akan memiliki hak-hak yang sama dengan kaum Muhajirin dan memiliki tugas yang sama dengan kaum Muhajirin.”

Khilafah dilarang untuk melakukan diskriminasi berdasarkan etnis, bangsa, warna kulit ataupun keyakinan dalam memberikan kewarganegaraan. Khilafah pun dilarang untuk membedakan antara warganegara dalam hal apapun, apakah itu pemerintahan, pengadilan, pelayanan urusan, ataupun perlindungan terhadap jiwa, kehormatan dan harta.

Semua warganegara dalam Khilafah harus diperlakukan setara tanpa memandang agama, ras atau lainnya, dan mereka semua harus bisa menikmati keadilan Islam (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 58).

Rasulullah saw. juga bersabda: “Imam (Khalifah) itu adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR Muslim).

Konteks hadis ini adalah umum dan mencakup semua urusan rakyat, Muslim maupun non-Muslim. Kaum dzimmi (warganegara non-Muslim) juga memiliki hak dan jaminan perlindungan yang sama seperti halnya Muslim di dalam Negara. Hak mereka untuk beribadah sesuai keyakinannya terjamin tanpa gangguan dari siapapun.

Mereka pun tidak boleh dipaksa keluar dari agama mereka. Inilah mengapa saat Khilafah dulu kaum Yahudi di Spanyol yang dianiaya oleh pemerintahan Nasrani melarikan diri ke wilayah Khilafah selama era inkuisisi Spanyol. Pasalnya, mereka tahu bahwa mereka akan diterima di sana, disediakan tempat perlindungan dan dijamin hak-hak mereka untuk hidup sebagai warganegara. (Majalah Al wai’e edisi Juli 2015)

Jadi, jika tidak ingin terulang genosida yang menimpa umat Islam, khususnya muslim Rohingya, maka satu-satunya jalan adalah dengan berjuang mengembalikan perisai kaum muslim, yakni khilafah. Wallahualam.

 

==================================

Sumber Foto : Hidayatullah

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.