Breaking News

Karhutla: Musibah Merugikan Yang Harus Dihentikan

Spread the love

Oleh: Arin RM, S.Si

(Freelance Author, Pegiat TSC)

 

#MuslimahTimes — Peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) rutin menyapa sejumlah wilayah.Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, dalam kurun waktu 18 tahun terakhir, wilayah Sumatera, dan Kalimantan selalu terbakar setiap tahun.” (republika.co.id, 10/09/2015).  Padahal dampak ikutan, yakni kabut asap adalah kenyataan pahit yang tak bisa dielakkan. Terbaru, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Riau yang makin parah menyebabkan pelajar di 13 sekolah dipulangkan (aceh.tribunnews.com, 25/02/2019).

Perulangan musibah ini tentu menjadi tanda tanya besar bagi kita semua. Mengapa bisa rutin tahunan?Bukankah menimbulkan kerugian setiap tahunnya?Bukankah selalu ada korban jiwa yang berjatuhan?Bukankah berkaitan dengan hak hidup rakyat banyak? Dari sisi materi,  pemerintah menaksir kerugian yang disebabkan oleh bencana kebakaran hutan dan kabut asap di Indonesia mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei (cnnindonesia.com, 1/10/2015).Dari sisi korban jiwa, terakhir diberitakan bahwa untuk wilayah Riau saja (hanya satu lokasi dari pulau Sumaterea) setidaknya sudah terdapat 78.993 warga Riau terserang penyakit akibat paparan asap(nasional.tempo.co, 21/10/2015).

Setiap orang pasti tahu bahwa penyebab kabut asap ini adalah karena karhutla. Penyebab karhutla di Indonsesia sendiri sudah banyak dikaji oleh para peneliti berbagai belahan dunia.Semua berkesimpulan bahwa ulah manusialah penyebab utamanya.Pengelolaan lahan yang masih menjadikan api sebagai alat yang murah, mudah dan cepat menjadi inti dari penyebab kebakaran. Banyaknya pelaku yang ditindak kali ini adalah bukti. Menurut Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, Polri telah resmi menetapkan 10 korporasi (perusahaan) dan 167 warga sebagai tersangka pelaku pembakaran hutan dan penyebab bencana kabut asap.Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, sedikitnya 124 perusahaan diduga melakukan pelanggaran dalam kasus kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan(Elshinta.com, 18/9/2015).

Karhutla yang berulang tiap tahun setidaknya menunjukkan bahwa selama ini penindakan terhadap para pelaku masih begitu lemah. Seolah tak pernah ada upaya  untuk mengambil pelajaran. Padahal dengan belajar dari kasus-kasus sebelumnya, seharusnya karhutla sudah bisa dicegah semaksimal mungkin oleh semua pihak, terutama oleh penguasa selaku pemberi izin pengelolahan hutan di Indonesia.  Namun, yang terjadi justrr masih banyak ditemukan kebijakan/aturan tak memadai dan tak konsisten dijalankan sehingga tak bisa mencegah dan mengakhiri kebakaran lahan dan hutan.Misalnya hukuman bagi pelaku atau perusahaan yang terlibat dinilai masih terlalu ringan.

Pengulangan dan panjangnya durasi tahunan karhutla merupakan bukti tak terbantahkan adanya kelalaian fungsi dan tanggung jawabnya dalam mengelola lahan hutan.Mengapa demikian?Karena selama ini tata kelola hutan di Indonesia cenderung bernuansa liberal.Hutan yang seharusnya harta bersama seluruh rakyat diberikan kepada pengusaha sebagai hak guna usaha (HGU).Sehibgga tidak heran jika dari tahun ke tahun selalu ada korporasi, berbagai perusahaan yang disebut sebagai bagian dari penanggung jawab kebakaran hutan di Indonesia.Pada aspek inilah semua pihak utamanya penguasa diminta bertanggung jawab menghilangkan bencana dan petaka pada masyarakat.Penguasa dituntut untuk berani melakukan koreksi mendasar terhadap kebijakan pengelolaan hutan selama ini.

Sebab, sejatinya hutan sebagai harta kekayaan bersama seluruh rakyat keberadaannya sangat penting untuk mencegah musibah. Hutan yang ada di Indonesia mayoritas berupa hutan gambut dengan luasan sekitar 21-22 juta hektar (1,6 kali luas  pulau Jawa) yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Papua. Hutan gambut didominasi oleh lahan gambut.Secara hidrologis lahan gambut berperan sebagai cadangan air dengan kapasitas yang sangat besar bagi suatu wilayah bahkan dunia.  Sehingga pada musim hujan tidak terjadi banjir dan pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan.  Peran hidrologis ini erat kaitannya dengan karakter tanah gambut  yang bagaikan spons dengan kubah-kubahnya berkedalaman hingga puluhan meter. Karakter tanah gambut juga merupakan cikal bakal batu bara muda, bila kering akan sangat mudah terbakar dan bila sudah terbakar  sulit dipadamkan, mengharuskan pemanfaatan lahan dan hutan gambut harus selaras dengan karakter aslinya, yaitu agar gambut selalu basah, demikian pendapat sejumlah pakar gambut dan lingkungan, seperti  Prof Azwar Ma’as, pakar Gambut dari Universitas Gadjah Mada.

Jika para ahli dan aktivis lingkungan telah menilai akar masalah dari kebakaran lahan adalah kerusakan ekosistem lahan gambut, yakni karena terjadi alih fungsi di lahan yang sangat mudah terbakar, maka solusi pencegahan untuk masalah kabut asap ini adalah berupa pengelolaan lahan gambut dengan tepat. Lahan gambut adalah karunia Allah, maka kembalikan pengelolaannya sesuai dengan apa yang diperintahkannya, bukan disesuaikan dengan kepentingan liberal, penguasaan dan pengerukan kekayaan hanya oleh segelintir orang saja sebagaimana fakta yang selama ini terbaca. Menurut Direktur Eksekutif Walhi Nasional Abetnego Tarigan, akar persoalan dari bencana kabut asap tersebut bersumber dari monopoli penguasaan tanah oleh segelintir orang(Kompas.com, 12/9/2015).

Dalam kondisi perekonomian kapitalis yang serba liberal saat ini, dengan alasan demi kepentingan ekonomi, jutaan hektar hutan dan lahan diberikan konsesinya kepada swasta.Padahal itulah yang menjadi salah satu akar masalahnya. Akibat diserahkan kepada swasta, pihak swasta akan berusaha mencari cara termurah tapi menguntungkan saat melakukan pengolahan lahan gambut, maka tak heran jika pembakaran hutan menjadi pilihan untuk mengawali pembukaan lahan guna mengembangkan usahanya. Apakah itu akan merugikan rakyat sekitarnya ataukah akan merusak alam dan kesimbangan ekosistem, hal itu tak lagi dipersoalkan.Di sinilah, bahaya yang muncul yang seharusnya bisa dicegah.Maka jika masih berada dalam paradigma kapitalis yang masih mengedepankan keuntungan semata, karhutla mustahil bisa diakhiri secara tuntas.

Sudah saatnya kita melirik aturan pemilik hutan hakiki (Allah) dalam mengelola nikmatnya tersebut.  Dan tentunya aturan itu hanya tertuang dalam ajaran Islam, yang sifatnya universal, bisa dipraktekkan dan diberlakukan untuk seluruh alam, seluruh manusia.Secara hukum, dalam Islam hutan ditetapkan termasuk dalam kepemilikan umum (milik seluruh rakyat).Sebagai milik umum, hutan haram dikonsesikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan.Dengan ketentuan ini, swasta dan perusahaannya tidak lagi bebas membuka lahan sembarangan, sehingga akar masalah karhutla bisa dihilangkan bahkan dicegah sepenuhnya sejak awal.Pengelolaan hutan sebagai milik umum harus dilakukan oleh pemerintah untuk kemaslahatan rakyat dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian-keuntungan ekonomi-dan kesejahteraan rakyat secara seimbang.Dalam hal ini pemerintah juga perlu untuk mendidik dan membangun kesadaran masyarakat guna berpartisipasi mewujudkan kelestarian hutan, agar manfaatnya dapat terus dirasakan oleh generasi berikutnya.

Adapun secara teknis, Islam menetapkan bahwa pemerintah harus melakukan langkah-langkah, manajemen dan kebijakan tertentu yang mendukung terlaksananya tata kelola hutan (terutama hutan gambut yang dimiliki Indonesia) dengan baik. Pemanfaatan hutan dan lahan gambut serta pemulihan fungsinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit,teknologi, studi, keahlian dan berbagai aspek lain yang sulit jika disandarkan pada individu. Sebab, pengelolaan harta milik umum  yang bila diserahkan pada individu akan berujung pada berbagai kesulitan. Dengan demikian negara tidak dibenarkan hanya hadir sebagai regulator, pemberi perizinan, sementara operator dan pengelolaannya diserahkan pada pihak swasta, apa lagi swasta asing. Akan tetapi negara wajib hadir dalam wujud bertanggungjawab  langsung dan sepenuhnya dalam pengelolaan hutan, khususnya lahan gambut.

Selanjutnya pemerintah harus memberikan edukasi tentang hutan dan segala hal yang terkait dengan memberdayakan para ahli dan masyarakat umum.Dalam kasus hutan gambut ini, pemanfaatan hutan gambut diharuskan sesuai karakternya.Diantara karakter pemanfaatan hutan gambut adalah tetap basah, tidak boleh merusak kubah gambut, ada lahan gambut yang diperuntukkan sebagai kawasan konservasi, ada yang diperuntukkan untuk tanaman semusim, bukan diubah sesuai kepentingan korporatokrasi.  Demikianlah prinsip pengelolaan hutan secara hukum dan teknis menurut paradigma hukum Allah.Disamping bisa mengehentikan karhutla tentunya juga akan menghilangkan berulangnya musibah tahunan kabut asap. Semua solusi yang dipaparkan tentunya akan sangat sesuai jika diintegrasikan dalam ksesluruhan sistem kehidupan Islam secara total dan menyeluruh dengan penerapan Islam di seluruh lini. [Arin RM]

 

 

===============

Sumber Foto : bbc.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.