Breaking News

KDRT Terjadi Lagi, Cermin Rapuhnya Keluarga

Spread the love

 

Oleh. Ledy Ummu Zaid

muslimahtimes.com – Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang lebih dikenal dengan istilah KDRT selalu menjadi berita yang hangat untuk diperbincangkan. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh keluarga sendiri kian marak terjadi di masyarakat. Tak perlu jauh-jauh, orang-orang tersayang di sekitar ternyata bisa menjadi korbannya. Alangkah ngerinya sistem sosial hari ini. Cinta pada keluarga bisa hilang sekejap mata, seperti yang baru-baru ini terjadi di Jakarta Selatan.

Dilansir dari laman megapolitan.kompas.com (05/12/2023), seorang pria bernama Jali Kartono kedapatan telah membakar istrinya sendiri, Anie Melan, di kediaman pribadinya, di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Selasa (28/11). Adapun pelaku nekat membakar istrinya hidup-hidup lantaran terbakar api cemburu usai melihat istrinya chatting dengan pria lain. Meski sang istri selamat, namun proses hukum harus terus berjalan. Pelaku dikenai Pasal 44 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman penjara maksimal selama 10 tahun.

Masih di wilayah ibu kota, kasus KDRT yang juga tidak kalah menggegerkan masyarakat datang dari seorang ayah yang tega membunuh empat anaknya. Dilansir dari laman megapolitan.kompas.com (09/12/2023), Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro mengatakan, Panca Darmansyah (41) mengaku telah membunuh empat anak kandungnya di rumah kontrakan mereka di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Bintoro juga mengatakan, pelaku sempat merekam aksi pembunuhan terhadap empat anaknya. Tidak hanya itu, pelaku ditemukan telentang lemas di kamar mandi dengan lengan terluka. Terdapat sebilah pisau di dekat pelaku yang diduga digunakan untuk menyayat tubuhnya. Sejauh ini, penyidik menduga, Panca ingin bunuh diri setelah tega menghabisi nyawa anak-anaknya sendiri. Adapun istri Panca yang berinisial D diketahui sedang dirawat di RSUD Pasar Minggu. Istri pelaku tersebut ternyata sedang dirawat intensif akibat KDRT yang dilakukan suaminya pada Sabtu (02/12).

Bagaimana bisa seorang pemimpin keluarga bisa tega membabat habis keluarga kecilnya yang setiap hari membersamainya? Tidak habis pikir rasanya, bagaimana jalan pikiran pelaku berinisial P tersebut. Seseorang yang waras seharusnya masih memiliki rasa iba dan kasihan terhadap keluarganya, apalagi jika ini darah dagingnya sendiri. Namun, hal yang sangat bertolak belakang ternyata bisa terjadi hari ini. Dilansir dari laman news.republika.co.id (10/12/2023), Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan, apabila pelaku tidak mengalami masalah gangguan mental atau waras, pelaku sebaiknya mendapat hukuman mati. Terlebih, kejadian ini tampaknya sudah tidak cukup lagi disebut sebagai kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT saja, tetapi sudah setingkat pembunuhan berencana. Ia pun menjelaskan apabila pelaku benar mengalami gangguan mental, maka hukumannya akan ditentukan berdasarkan jenis gangguan mentalnya. “Tergantung jenis gangguan mentalnya. Kalau sangat parah, sampai pada titik ketidakwarasan, pelaku bisa kena Pasal 44 KUHP,” tambahnya.

Miris, KDRT terjadi lagi dan lagi. Anak dan istri bisa menjadi korban sang pelaku yang keji. Dalam hal ini, tentu ada banyak penyebab atas tindakan tersebut, baik faktor eksternal maupun internal. Hari ini rumah tidak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi keluarga. Maka, harus kemana lagi individu rakyat menyelamatkan diri?

Jika kita telusuri lebih dalam dan detail, maka akan kita temui sistem kehidupan hari ini yang tidak mampu mengatur kehidupan rakyat dengan baik dan benar. Dimulai dari tidak adanya aturan yang shahih yang mengatur hubungan dalam rumah tangga dan tata pergaulan hari ini. Rapuhnya individu sehingga bisa berlaku dzalim di dalam keluarganya menjadi gambaran riil ketidakteraturan kehidupan yang diatur oleh sistem sekularisme kapitalisme. Ideologi yang berusaha memisahkan agama untuk mengatur kehidupan menjadi kekuatan terbesar untuk menghancurkan kesejahteraan rakyat. Adapun kebanyakan kasus KDRT yang terjadi didasari oleh faktor ekonomi. Pelaku yang merasa stres karena himpitan ekonomi membuatnya gelap mata hingga melakukan tindak kekerasan pada keluarganya. Inilah efek cara pandang yang salah terhadap kehidupan berdasarkan kepuasan materi belaka seperti yang diajarkan kapitalisme pada semua lini kehidupan masyarakat hari ini.

Di sisi lain, Islam memiliki aturan sempurna yang mampu mengatur interaksi individu baik dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan umum. Aturan yang datang dari Al-Khaliq, Allah Subhanahu Wa Ta’ala tentu yang terbaik dan paling sesuai dengan fitrah manusia. Karena semua berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah yang menjadi pedoman hidup manusia pasti tidak akan menjerumuskan manusia sendiri. Lingkungan dan masyarakat yang baik tentu menjadi contoh bagi masyarakat luas. Dalam hal pernikahan, Islam memiliki aturan dalam menjalankan rumah tangga, dengan segala pernak-perniknya sehingga terwujud baiti jannati atau rumahku surgaku.

Seperti dalil syarak yang sering kita dengar, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (TQS. Ar-Rum:21)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan pasangan suami dan istri untuk saling berkasih sayang, bahkan layaknya seperti dua orang yang bersahabat. Maka apabila sedang terjadi konflik, tidak boleh seorang suami bertindak kasar dan kelewat batas menyakiti istrinya. Dalam Islam, mendidik istri yang salah ada aturannya yang mana sesuai syariat Islam, seperti yang tertuang dalam QS. An Nisa’: 34, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

Ketika individu dalam keluarga berada dalam ketaatan, maka keluarga yang Islami akan terbentuk dan menjadi contoh dalam masyarakat. Masyarakat yang baik tentu akan membawa kehidupan pada peradaban yang baik pula. Adapun negara sangat berperan penting memfasilitasi segala kemudahan hidup bagi tiap individu rakyat, dan tak dapat dimungkiri lagi, menjaga keimanan seluruh individu rakyat menjadi fokus utama tujuan negara yang menganut ideologi Islam. Seperti zaman Kekhilafahan Khulafur Rasyidin, dimana para khalifah sangat aktif mengontrol urusan umat bahkan sampai lingkup terkecil, yaitu keluarga. Negara pun akan mendidik masyarakat agar mampu mengendalikan dirinya agar semua berjalan baik, tidak membahayakan jiwa. Jika memang ada yang melanggar hukum syarak, maka hukuman yang diberikan juga tidak akan asal-asalan. Karena sanksi atau hukuman dalam negara Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir), yakni sanksi yang membuat jera, dan mencegah orang-orang untuk melakukan tindakan dosa yang sama. Kemudian, sanksi tersebut juga sekaligus berfungsi untuk menggugurkan hukuman di akhirat, insyaAllah. Oleh karena itu, kasus KDRT seperti yang baru-baru ini terjadi tidak akan mudah kita temui di kemudian hari karena tiap keluarga dididik untuk menjadi keluarga yang kokoh dan tidak rapuh sama sekali meski ujian silih berganti.

Wallahu a’lam bishshowab.