Breaking News

Ketika Kualifikasi Tak Lagi Berarti

Spread the love

Oleh. L. Nur Salamah, S.Pd

(Komunitas Aktif Menulis & Kontributor Media)

Muslimahtimes.Com –  Lalu mau apalagi_
_Kalau kita sudah gak saling mengerti?_
_Sampai kapan bertahan seperti ini?_
_Dua hati bercampur emosi_
_…_
Ada yang ingat dengan penggalan lagu di atas? Bagi Slanker tentu tidak asing dengan lagu tersebut. Iya, lagu di atas adalah salah satu lagu Slank yang berjudul _Ku Tak Bisa_ yang merupakan lagu _Romance_ dalam album PLUR (2004). Pada lagu ini, petikan gitar Abdee sangat terasa, sehingga begitu melekat di benak kita bahwa, kiprah Abdee Negara adalah seorang gitaris dan pencipta lagu. Namun, bagaimana tentang sosok Abdee sekarang?
***

Beberapa waktu yang lalu, media ramai memberitakan tentang Abdee Negara Nurdin atau Abdee Slank yang terkenal sebagai gitaris, kini diangkat menjadi komisaris PT.Telkom. Sontak, keputusan ini menuai berbagai macam respon di tengah masyarakat. Seperti dilansir dari laman KOMPAS.com (29/05/2021) pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti menilai bahwa, diangkatnya Abdee Slank dari gitaris menjadi komisaris PT.Telkom Indonesia adalah praktik bagi-bagi kue kekuasaan untuk para pendukung presiden selama kampanye. Menurut beliau hal itu merupakan kebijakan kontraproduktif yang seharusnya dihentikan, karena itu contoh buruk yang akan terulang kembali.

Masyarakat dan warganet juga tercengang. Betapa tidak, sudah melekat dalam benak bahwa sosok Abdee adalah seorang musisi Rock & rol, seniman yang menyuarakan keadilan ketika belum kenal dengan kekuasaan, namun ketika telah mendekat dengan rezim, suara itu nyaris hilang tertelan bumi, meskipun berbagai bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan kezaliman nyata di depan mata.

//Posisi Tidak Berdasarkan Kompetensi//

Seorang musisi, yang kompetensi dan kapasitasnya di bidang musik jelas tidak diragukan lagi, benarkah memiliki kapasitas yang sama di bidang telekomunikasi? Sedangkan untuk mendapatkan sertifikasi dan kualifikasi di bidang tersebut, seseorang harus melalui rangkaian proses yang panjang, mulai dari tes masuk perguruan tinggi, kemudian menyandang status sebagai mahasiswa untuk beberapa tahun, dengan perjuangan yang tidak mudah dan tidak ringan, yang cukup menguras waktu, tenaga, pikiran dan juga dana. Kemudian untuk menduduki suatu jabatan tertentu, harus mengikuti serangkaian tes dan bersaing dengan ratusan bahkan ribuan peserta. Akan tetapi, fakta berbicara lain. Ternyata untuk mendapatkan kedudukan yang diinginkan tidak perlu adanya sertifikasi. Hal ini terbukti dengan naiknya Abdee Slank dari gitaris menjadi komisaris, jelas hal ini membuat para akademisi gigit jari. Ternyata dalam sistem saat ini kualifikasi tak lagi berarti.

Jika kita cermati, tidak hanya PT.Telkom, diduga masih banyak lagi BUMN yang dipimpin oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi dan kapasitas di bidangnya. Akibatnya beberapa perusahaan mengalami kerugian. Seperti dilansir dari laman WartaEkonomi.co.id (04/06/2021) menyatakan bahwa PT.Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang mengalami kerugian sebesar US$ 100 juta atau sekitar Rp1,43 triliun dengan asumsi kurs Rp14.300 perbulan. Biaya yang harus dikeluarkan tiap bulan mencapai US$150 juta sedangkan pendapatan hanya US$ 50 juta. Kemudian PT Kereta Api Indonesia atau KAI (Persero) juga mengalami kerugian Rp303, 4 miliar. TEMPO.co (03/06/2021). Dan masih banyak lagi perusahaan BUMN yang menderita kerugian akibat ketidakmampuan para pemimpin yang ditunjuk oleh penguasa, di mana mereka dipilih bukan berdasarkan pada kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki, melainkan tradisi balas budi dalam sistem demokrasi

//Islam Menempatkan Posisi Berdasarkan Kualifikasi yang Dimiliki//

Allah Swt berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 72 yang artinya, _”Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh manusia itu sangat zalim dan bodoh.”_

Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa beratnya mengemban amanah, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Namun, tidak sedikit golongan yang justru berharap bahkan berebut amanah. Tanpa memikirkan mampu atau tidaknya menjalankan amanah tersebut.

Rasulullah Saw juga mengingatkan dalam sebuah hadis yang artinya, _”Jika amanat telah disia-siakan, maka tunggu saja kehancurannya. Kemudian sahabat bertanya, apa maksud dari disia-siakannya amanah? Kemudian Rasulullah menjawab, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.”_

Berdasarkan penjelasan hadis di atas, jelas bahwa segala urusan atau perkara harus diserahkan kepada ahlinya, yaitu orang yang mempunyai keahlian atau kompetensi di bidangnya, berdasarkan keilmuan atau kualifikasi yang dimiliki.

Dalam Islam, semua departemen di serahkan kepada ahlinya masing-masing, supaya dapat menjalankan tugas dan kewajiban dengan baik, mengelola suatu urusan berdasarkan pedoman yang telah ditetapkan yaitu Al-Qur’an. Sehingga, tidak akan terjadi kerugian. Dalam Islam, BUMN merupakan aset umat, sedang pemerintah atau negara sebagai pelayan umat, yang mengelola sumber daya tersebut untuk kemaslahatan rakyatnya. Apabila dalam pengelolaan, negara melakukan kelalaian, maka rakyat mempunyai kewajiban untuk mengingatkan melalui wakilnya, yaitu Majelis Umat.

Setiap pemimpin yang diserahi amanah, mereka dibentengi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Setiap apa yang dilakukan senantiasa didasari dengan _ruh_, yaitu kesadaran akan hubungannya dengan Allah. Maka dalam setiap amalan merasa diawasi langsung oleh Allah Swt, sehingga untuk berbuat maksiat seperti korupsi atau yang lain, mereka takut akan azab dari Allah Swt. Semua itu akan terwujud apabila Islam diterapkan secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan dalam naungan sebuah institusi negara, bukan Islam yang diemban oleh masing-masing individu.
WaAllahu’alam Bishowwab