Breaking News

Lima Renungan agar Tak Ada Sebutan Pelakor

Spread the love

Oleh Kholda Najiyah

 

Saat ini sedang ramai perbincangan tentang pelakor alias perebut laki (suami) orang. Stigma negatif pun melekat padanya, disebabkan sang perempuan ini dianggap mengganggu rumah tangga orang. Pelakor dituduh menggoda laki-laki yang sudah bersuami, baik akhirnya selingkuh tanpa ikatan nikah (dan ini haram), maupun menikah (siri maupun sah secara KUA).

Isu poligami pun kembali mencuat. Lagi-lagi dipandang negatif. Gara-gara boleh poligami, para pelakor berani menggoda laki bersuami. Pelaku poligami dituding kecantol para pelakor. Apalagi hal ini juga dipertontonkan para public figure, bahkan pesohor yang juga dikenal dengan sebutan ustaz-ustazah.

Seperti ustaz-ustaz seleb yang digugat cerai istri pertamanya, karena ketahuan menikah lagi. Istri pertama sakit hati, karena suami tidak jujur sejak awal. Demikian pula ustazah seleb yang dianggap merebut suami orang, hingga istri pertamanya stres berat.

Semua tahu, dalam syariat poligami, perempuan tentu boleh menikah dengan lelaki beristri. Baik sebagai istri ke 2, 3 atau 4. Maka, seharusnya tidak ada istilah pelakor dalam konteks poligami yang sah. Istilah pelakor muncul karena buruknya praktik poligami. Bagaimana agar pernikahan poligami terwujud tanpa menyakiti berbagai pihak yang terlibat dalam pernikahan suci ini? Berikut yang harus direnungkan:

  1. Pahami Qodho Allah

Ada sebagian perempuan yang memang Allah SWT takdirkan hanya berjodoh dengan lelaki bersuami. Sudah berkali-kali menghindar dari pria beristri, nyatanya yang tertarik dan ingin melamar, selalu laki-laki beristri. Sudah menolak banyak laki-laki beristri, tapi tidak ada satu pun laki-laki lajang yang datang meminang. Bagaimana ini? Apakah ia tidak berhak menikah; menikmati kehidupan rumah tangga; menyempurnakan setengah agamanya; meski dengan suami orang? Tentu tidak mengapa jika akhirnya memutuskan menerima pinangan pria beristri. Tapi, dengan memperhatikan hal-hal selanjutnya berikut ini.

  1. Pria yang Mengambil Inisiatif

Para pelakor biasanya dianggap mengganggu rumah tangga orang, karena dia yang berinisiatif mengajukan diri atau menerima untuk dinikahi pria bersuami. Tetapi pria yang saleh; yang gentle, seharusnya mengambil inisiatif, dialah yang menghendaki wanita lain dalam rumah tangganya. Jelaskan, bahwa dialah yang berinisiatif  ingin menikahinya, sehingga tidak muncul cap negatif pada calon istri ke 2, 3 atau 4. Inisiatif itu dalam bentuk memperkenalkan secara terbuka calon istri barunya kepada keluarga besarnya. Karena, bagaimanapun, cap pelakor yang melekat itu, sangat menyakitkan dan akan menjadi beban dan ganjalan istri dalam mengarungi kehidupan berumah tangga seterusnya.

  1. Saling Ta’aruf Keluarga Besar

Sebelum memutuskan menerima pinangan pria beristri, alangkah baiknya ia diajak berta’aruf, bersilah ukhuwah dengan istri dan keluarga pria tersebut. Demikian pula bagi pria beristri yang memutuskan akan menikah lagi, alangkah ahsannya jika memperkenalkan calon istri barunya pada keluarga lama. Di sana bisa saling berkomunikasi, motivasi dan alasan di balik keputusan menikah lagi. Boleh jadi, dengan saling berkenalan, istri sebelumnya tidak akan keberatan. Demikian pula keluarga besarnya. Sebab, pernikahan bukan hanya domain dua sejoli, ada keluarga besar berbagai pihak yang harus ditenteramkan juga.

  1. Istri Introspeksi

Adanya pelakor, biasanya istri lama ikut disudutkan. Dianggap tidak becus mengurus suami, tidak taat, tidak mampu memuaskan suami, dll. Istri yang salehah tak keberatan untuk introspeksi. Apakah selama ini sudah memperlakukan suami dengan maksimal. Karena, adalah fakta, setelah memiliki anak, perhatian istri terforsir pada anak-anak. Suami cenderung terabaikan, baik kebutuhan lahir maupun batinnya.

Padahal kebutuhan suami tidak berubah, baik sebelum punya anak maupun sesudahnya. Sementara kewajiban istri bertambah, menjadi terlalu lelah melayani suami dan anak-anak. Apa boleh buat, demikianlah takdir istri yang memang harus berkhitmad pada suami. Maka jika tak sanggup, Allah SWT membolehkan suami menikah lagi, untuk meringankan beban  dosa istri yang tak sanggup berkhidmat maksimal pada suami.

  1. Suami Introspeksi

Cap pelakor bagi istri ke 2, 3 atau 4, bagi suami yang berpoligami, hendaknya juga menjadi bahan introspeksi. Apa motivasinya? Benarkah murni mencari ridho Allah? Atau hanya memanfaatkan kondisi: mumpung punya uang, mumpung masih ganteng/gagah, mumpung ada perempuan yang mau? Tidakkah pernikahan ini menyakiti istri dan anak-anak serta keluarga besarnya? Meski poligami adalah hak suami, alangkah ahsannya jika tidak dengan menyakiti orang yang disayangi. Ada pendekatan dari hati ke hati, ada komunikasi yang cair, ada silaturahim. Sehingga, memunculkan keridhoan semua pihak dan tidak akan memunculkan stigma negatif pernikahan poligami ini.

Demikianlah, istilah pelakor muncul karena kurang baiknya praktik pernikahan perempuan dan laki-laki bersuami. Istilah itu sejatinya tidak dikenal dalam Islam. Sebab, jika kembali pada praktik yang islami dalam pernikahan, semua yang terjadi tak lepas dari qodho Allah SWT. Wallahu’alam.(*)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.