Breaking News

Menakar Kebijakan Penghapusan Tunjangan ASN

Spread the love

Oleh. Widi Yanti, SE
(Tim Redaksi Muslimahtimes.com)

Muslimahtimes.com– Isu perubahan tunjangan kinerja (tukin) yang bermula dari keinginan Presiden Jokowi untuk mengurangi korupsi PNS. Namun, hal penting dari perubahan tukin adalah ketersediaan anggaran agar tidak mengganggu APBN. Wacana tentang single salary bagi ASN, khususnya untuk PNS, sebenarnya sudah cukup lama terdengar. Pada tahun 2019, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo sempat mengusulkan penerapan single salary bagi PNS. Alasannya adalah sistem gaji tunggal seperti ini bisa membuat sistem anggaran belanja pegawai jadi lebih efisien sekaligus memperkecil peluang korupsi.

Latar belakang rencana perubahan pola pemberian gaji ASN tersebut mengacu pada implementasi Pasal 79 ayat (2), Pasal 80 ayat (3), dan Pasal 80 ayat (4) UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Tujuannya agar terjadi peningkatan keterampilan, pengembangan, motivasi, performa, kesejahteraan, dan profesionalisme ASN. (kompasiana.com)

Pada akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengesahkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) sejak 31 Oktober 2023. Sejalan dengan itu, pemerintah akan menyiapkan aturan turunan untuk menerapkan single salary atau gaji tunggal bagi ASN. Ketua I Koordinator Bidang Penguatan Organisasi Dewan Pengurus Korpri Donny Moenek mengungkapkan konsep single salary saat ini secara garis besar menyatukan seluruh komponen gaji yang selama ini terpisah, seperti tunjangan anak dan istri, hingga tunjangan beras dan sebagainya ke dalam gaji pokok para aparatur sipil negara atau PNS. Namun, hanya tunjangan jabatan dan fungsional yang masih akan di luar perhitungan. (CNBC Indonesia)

Single salary system yang diterapkan terdiri atas unsur jabatan (gaji) dan tunjangan (kinerja dan kemahalan) dan sistem grading atau pemeringkatan terhadap nilai atau harga jabatan akan ditetapkan dalam menentukan besaran gaji di beberapa jenis jabatan PNS. Grading ini akan menunjukkan posisi, beban kerja, tanggung jawab dan risiko pekerjaan. Setiap grading akan dibagi menjadi beberapa tahapan dengan nilai rupiah yang berbeda. Oleh karena itu ada kemungkinan PNS yang mempunyai jabatan sama bisa mendapatkan gaji yang berbeda tergantung penilaian harga jabatan yang dilihat dari beban kerja, tanggungjawab, dan risiko pekerjaan.
Tunjangan kinerja akan diberikan sebagai tambahan penghasilan, apabila capaian kinerja PNS dinilai baik atau sangat baik. Tunjangan kinerja dapat diberikan sebagai penurunan penghasilan apabila output kinerjanya kurang atau buruk.

Besaran tunjangan kinerja sebesar 5% dari gaji PNS yang penerapannya sama di setiap instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah. Oleh karena itu dalam tunjangan kinerja, dimungkinkan PNS yang mempunyai kontrak kinerja jabatan yang sama bisa mendapatkan tunjangan kinerja berbeda, tergantung pada hasil capaian kinerjanya.

Jika melihat latar belakang kebijakan ini dibuat, menunjukkan aanalisis terhadap permasalahan mendasar yang kurang tepat. Jika permasalahan mendasarnya adalah korupsi maka butuh solusi berupa sanksi yang menjerakan. Tata kehidupan yang cenderung hedonis memicu untuk individu tidak mampu membedakan kebutuhan dan kenginan. Budaya konsumtif bisa jadi salah satu alasan tindak korupsi. Semua tak terlepas dari pemikiran sekularisme yang merajai. Tidak menggunakan standar halal haram dalam berpikir dan bertindak.

Namun, jika berkaitan dengan kinerja personal maka butuh evaluasi dalam beberapa hal. Yaitu kejelasan perjanjian kerja dari batasan jenis pekerjaan, waktu serta gaji yang diberikan. Di dalam pengaturan Islam, pekerja (ajir) adalah orang yang bekerja dengan gaji (upah) tertentu. Dengan memperhatikan kemampuan/ skill yang dimiliki sesuai bidangnya. Di samping syarat akhlaq mulia bagi tiap pekerja, sehingga keprofesionalan dalam bekerja meadi syarat utama. Orang yang mempekerjakan (musta’jir) pekerja di sini bisa individu, jemaah, maupun negara.

Dalam hal ini, ASN adalah pekerja/pegawai yang dipekerjakan oleh negara sehingga kepada mereka bisa diberlakukan hukum-hukum ijarah (kontrak kerja). Sebagaimana sabda Rasulullah saw. ,“Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya.” (HR Ad-Daruquthni, dari Ibnu Mas’ud ra.). Penetapan upah menggunakan konsep upah yang sepadan dengan jasa kerjanya. Besarannya akan ditentukan oleh seorang ahli yang ditunjuk oleh pemerintah, dengan memperhatikan kondisi masing-masing wilayah dan kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga tidak akan menzalimi kedua belah pihak.

Negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan tiap individu (termasuk ASN) diukur berdasarkan terpenuhinya kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) mereka.
Ada jaminan agar pembiayaan urusan publik, seperti kesehatan, pendidikan, ataupun transportasi difasilitasi oleh pemerintah. Sehingga gaji/upah warga tidak habis untuk membiayai kebutuhan asasi tersebut.

Pengaturan semacam ini hanya ada dalam sistem negara Khilafah. Institusi penerap syariat Islam secara sempurna. Dengan dipimpin oleh seorang Khalifah dibantu dengan jajaran struktur pemerintahan untuk menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR.Muslim dan Ahmad)