Breaking News

Menakar UMKM sebagai Tulang Punggung Ekonomi Bangsa

Spread the love

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

 

MuslimahTimes.com – Dilansir dari Kompas.TV, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menargetkan 500 ribu eksportir baru Indonesia yang dicetak dari usaha mikro kecil menengah (UMKM) berdaya saing global. Menurut Teten, keberadaan UMKM sangat penting sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.

“Saya berharap melalui Serial Konferensi 500K Eksportir Baru dengan tema ‘Memacu Ekspor UKM’ ini dapat efektif merajut ekosistem pengembangan ekspor UKM Indonesia, dapat menghasilkan Road Map Pengembangan 500.000 Eksportir Baru yang sukses dan inovatif,” kata Teten dalam keterangannya kepada media, Selasa (20/04/2021).

Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamilpun mengatakan berbelanja produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu cara untuk membela negara ini, sekaligus meningkatkan pertumbuhan UMKM serta sektor ekonomi yang sejak tahun lalu terdampak pandemi COVID-19. Karena itulah ia memerintah ibu-ibu yang ada di wilayah Jabar untuk membeli produk-produk UMKM sebagai bentuk dukungan dalam kampanye Gernas BBI. (okezone.com,3/4/2021).

Meskipun kontribusi UMKM terhadap ekspor masih rendah dan tertinggal dari negara-negara Asia Pasifik yang tergabung dalam APEC, Namaun berdasarkan data BPS, 64 juta UMKM berkontribusi 60 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia, serta mampu menyerap 97 persen tenaga kerja.

Hal ini karena UMKM masih menghadapi beberapa kendala, misal digitalisasi yang belum banyak dikuasai pelaku UMKM dan malah yang terbaru adalah adanya larangan mudik dari pemerintah sendiri.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan bahwa UMKM di daerah mengalami penurunan omset ketika mudik dilarang. Khususnya sektor retail, makanan minuman, perhotelan dan jasa transportasi,” ungkap Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Kamis(15/4/2021). ( okezone.com,15/4/2021).

Dan seperti sudah diduga, efek domino segera bergerak, dimana ketika pengusaha kesulitan merekapun menekan biaya produksi dengan salah satunya meminta keringanan kepada Kementerian ketenagakerjaan untuk boleh mencicil pembayaran THR para pekerjanya. Belum lagi imbasnya kepada harga-harga kebutuhan pokok yang perlahan namun pasti ikut menanjak.

Rasanya terlalu dini dan gegabah jika pemerintah menetapkan UMKM sebagai tulang punggung perekonomian negara ini, sebab digulung isu kebijakan larangan mudik saja sudah ambruk. Bukankah semestinya sebagai tulang punggung UMKM tetap tegak berdiri menyangga seluruh kebutuhan masyarakat?

Inilah kebijakan kapitalisme, yang hanya berorientasi pada perolehan pendapatan tanpa berpikir apakah jalannya baik atau buruk, adil atau zalim bahkan halal atau haram. Sistem inilah yang merusak nasib rakyat, jadi bulan-bulanan korporasi dan para kapitalis ( pemilik modal). Melalui permodalan yang berbasis utang riba dan skup area usaha rumahan jelas akan keok menghadapi pasar bebas yang kini di terapkan dunia.

Lagi-lagi yang menjadi korban adalah pengusaha kecil atau rakyat, modal tak seberapa, terjebak dosa riba harus menanggung beban negara pula. Lantas kemana negara, mengapa mudahnya mengabaikan kewajiban meriayah (mengurusi) urusan rakyat? Padahal jelas hadis Rasulullah menyebutkan apa tugas pemimpin, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Negara dengan sangat gamblang memposisikan sebagai regulator kebijakan, dengan berbagai alasan tetaplah nampak kemana arahnya. Pemerintah tak memiliki solusi baku guna mengentaskan kemiskinan akibat pandemi. Lantas adakah jalan keluar lainnya?

Islamlah jawabannya. Islam dengan syariatnya telah terbukti mampu mengantar manusia maju dalam memimpin peradaban dunia dengan sangat cemerlang tiada tanding. Dua hal yang sangat pokok yang diterapkan yaitu pertama adalah pembagian kepemilikan dan sistem finansial baku yaitu Baitul Mal. Pertama, dalam Islam hukum asal kekayaan adalah milik Allah SWT, oleh karenanya ada syariat yang kemudian mengatur kepemilikannya bagi manusia, yaitu sesuai ijin syari’ ( Allah) ada kepemilikan pribadi, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Negaralah yang menjamin kesejahteraan rakyat dengan mengelola dua kepemilikan selain kepemilikan individu kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Kedua, pembiayaan negara yang lain agar penjaminan kesejahteraan rakyatnya bisa berjalan sempurna adalah melalui pos-pos pendapatan di Baitul Mal, seperti pos zakat, jizyah, fa’i, kharaz dan lain-lain. Dikeluarkan melalui pos pengeluaran yang itu sesuai dengan pendapat Khalifah.

Dengannya negara akan kuat dan mandiri, tidak bergantung pada negara lain, berupa utang atau justru dengan memeras darah rakyat dengan memungut pajak. Tak akan ada pembebanan pertumbuhan ekonomi kepada usaha rakyat. Sebab rakyat bekerja atau berusaha adalah dalam rangka pemenuhan kewajiban penafkahan sesuai apa yang diperintahkan syariat.

Jika jelas perbedaan jaminan kesejahteraan dibebankan kepada siapa, penafkahan keluarga kepada siapa maka secara pasti akan tercipta keadilan. Beranikah membandingkan aturan manusia bisa lebih baik dari aturan Allah?

“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? “.( QS Al Maidah:50). Wallahu a’lam bish showab.